Bolehkah Memakai Minyak Angin Saat Umrah?

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 04 Oktober 2025, 03:36:58

 

Bismillah, alhamdulilah was sholatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....

 

Banyak jamaah umrah yang sering bertanya: “Ustadz, bolehkah saya memakai minyak angin saat umrah? Kepala saya pusing, perut kembung, atau masuk angin rasanya tidak tertahankan. Tapi saya juga khawatir karena sedang berihram.”

Pertanyaan ini wajar. Sebab dalam kondisi perjalanan jauh, badan terasa letih, udara berbeda, dan aktivitas padat, minyak angin sering kali menjadi penyelamat. Namun, apakah penggunaannya sesuai dengan aturan syariat saat berihram? Mari kita bahas bersama.

 

Larangan Wewangian dalam Ihram

Salah satu larangan utama dalam keadaan ihram adalah memakai الطيب (wewangian). Disebutkan dalam sebuah hadits:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ؟

قَالَ: لَا تَلْبَسُوا الْقَمِيصَ، وَلَا السَّرَاوِيلَاتِ، وَلَا الْعَمَائِمَ، وَلَا الْبَرَانِسَ، وَلَا الْخِفَافَ، إِلَّا أَحَدٌ لَا يَجِدُ النَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْهُمَا، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ، وَلَا تَلْبَسُوا شَيْئًا مِنَ الثِّيَابِ مَسَّهُ الْوَرْسُ أَوِ الزَّعْفَرَانُ

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu'anhuma, ada seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, pakaian apa yang boleh dipakai orang yang sedang ihram?”

Beliau ﷺ menjawab:

“Janganlah kalian memakai gamis, celana panjang, sorban, baju berpenutup kepala (burnus), dan khuf (sepatu kulit), kecuali bila seseorang tidak mendapatkan sandal, maka boleh memakai khuf dengan memotong bagian bawahnya di bawah mata kaki. Dan janganlah kalian memakai pakaian yang telah terkena wars atau za‘faran (dua jenis pewangi).”

(Shahih Muslim, Kitāb al-Ḥajj, Bāb Mā Yulbasu al-Muḥrim min al-Thiyāb, no. 1177.)

Dari hadits ini, para ulama sepakat bahwa penggunaan wewangian dilarang bagi orang yang sedang ihram. Maka, hukum memakai minyak angin tergantung pada:

  1. Jika minyak angin beraroma harum (muthayyab) seperti peppermint, lavender, eucalyptus, cengkeh, sereh wangi, dan sejenisnya → hukumnya haram setelah niat ihram.
  2. Jika minyak angin tidak beraroma harum (hanya panas/pedas, tapi tidak wangi) → boleh, karena tidak masuk kategori wewangian.

 

Takyīf Fiqhī (Pengkategorian Hukum)

Dari uraian di atas, minyak angin bisa ditakyifkan dalam dua keadaan:

1. Jika mengandung wangi (muthayyab) → hukumnya haram, karena masuk kategori ṭīb yang dilarang bagi orang ihram.

  • Illah (alasan hukum): baunya harum dan dipakai untuk kesenangan, bukan darurat.
  • Qiyas: disamakan dengan minyak wangi, za‘farān, misk, ward, dan sejenisnya.

2. Jika tidak mengandung wangi (ghairu muthayyab) → hukumnya boleh, karena statusnya dawā’ (obat), bukan parfum.

  • Illah: tidak dimaksudkan untuk berhias, tetapi untuk pengobatan.
  • Qiyas: disamakan dengan salep, lemak, atau minyak obat yang dipakai untuk meredakan sakit.

Dhobit fikih yang berlaku:

  • الأصل في الطيب التحريم على المحرم → hukum asal parfum bagi muhrim adalah haram.
  • الأصل في الدواء الإباحة إلا بدليل → hukum asal obat adalah boleh kecuali ada dalil larangan.

 

Pendapat Ulama 

Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله:

المحظور الخامس من المحظورات وهو الطيب، وليس كل ما كان زكي الرائحة يكون طيبا، فالطيب ما أعد للتطيب به عادة، وعلى هذا فالتفاح والنعناع وما أشبه ذلك مما له رائحة زكية تميل إليها النفس لا يكون طيباً، إنما الطيب ما يستعمل للتطيب به، كدهن العود والمسك والريحان والورد وما أشبه ذلك، هذا لا يجوز للمحرم استعماله

“Larangan kelima dari larangan bagi muhrim adalah parfum (ṭīb). Namun tidak setiap yang berbau harum termasuk parfum. Parfum adalah sesuatu yang memang disiapkan untuk digunakan sebagai wangi. Oleh karena itu, apel, peppermint, dan sejenisnya yang memiliki aroma wangi yang menyenangkan, bukan termasuk parfum. Yang dimaksud parfum adalah sesuatu yang digunakan untuk berhias dengan aroma, seperti minyak gaharu, misk, basil, mawar, dan sejenisnya. Semua itu haram digunakan oleh muhrim.” 

(Syarhul Mumti’ 7/137)

Inti fatwa:

  • Bau alami yang wangi (apel, peppermint, herbal) → boleh, karena tidak dimaksudkan untuk berhias.
  • Minyak parfum/hiasan (misk, gaharu, mawar) → haram, karena termasuk ṭīb yang dilarang bagi muhrim.

 

Kaitannya dengan Minyak Angin Saat Ihram

Untuk jamaah umrah, hal yang perlu dipahami adalah niat dan kandungan aroma. Minyak angin atau balsem yang tidak beraroma wangi, misalnya hanya terasa pedas atau dingin, boleh digunakan untuk mengurangi sakit kepala, masuk angin, atau pegal-pegal.

Namun, jika minyak angin tersebut mengandung wangi parfum atau aroma yang dibuat untuk berhias, maka tidak diperbolehkan digunakan selama berihram, karena termasuk kategori ṭīb yang dilarang.

Singkatnya: Minyak angin non-wangi (hanya pedas/dingin) hukumnya boleh. Minyak angin wangi atau dicampur parfum tidak boleh.

 

Kesimpulan

  • Haram: memakai minyak angin atau balsem yang beraroma parfum setelah masuk ihram.
  • Boleh: memakai minyak gosok atau obat pereda sakit yang tidak beraroma parfum, meskipun pedas, panas, atau menyengat.

Seorang jamaah sebaiknya membaca komposisi minyak angin sebelum dipakai. Jika ragu, lebih aman menunggu sampai tahallul.

 

Penutup

Umrah adalah ibadah yang penuh dengan aturan-aturan khusus. Terkadang hal kecil seperti minyak angin bisa menimbulkan kebingungan, padahal kaidahnya sederhana: selama tidak wangi, boleh digunakan.

Persiapkan diri dengan baik, bawa obat-obatan yang jelas statusnya, dan jangan sungkan bertanya kepada pembimbing saat ragu. Semoga Allah menerima umrah kita semua dan mengembalikan kita dalam keadaan bersih dari dosa. Āmīn.

 

Wallahu a’lam bis showab

 

 

Sumber: (Syarhul Mumti’ 7/137)

Oleh: Abu Haneen 

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id