Hukum Shalat Tanpa Wudhu
Bismillah, alhamdulillah was shalatu was salamu ‘alar Rasulillah, amma ba’du ....
Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas secara sistematis tentang syarat-syarat sah shalat mulai dari pentingnya waktu, niat, thaharah, menutup aurat, hingga syarat-syarat lainnya yang menjadi pondasi dari ibadah shalat. Pemahaman terhadap hal-hal ini merupakan langkah awal yang sangat penting agar ibadah kita tidak hanya rutin, tetapi juga benar secara syar‘i.
Namun, dalam praktiknya, banyak permasalahan nyata yang muncul di tengah masyarakat, yang berkaitan langsung dengan syarat-syarat tersebut. Misalnya: bagaimana hukum shalat yang dilakukan sebelum waktunya karena keliru melihat jam? Apakah sah shalat seseorang jika auratnya terbuka sebagian tanpa disadari? Bagaimana jika seseorang tidak sengaja shalat dengan pakaian najis? Dan apakah niat yang tidak spesifik bisa tetap membatalkan shalat?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bukan sekadar pertanyaan teoritis, tetapi representasi dari kondisi riil yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, membahasnya secara ringkas, padat, dan berdasarkan pandangan ulama adalah sebuah kebutuhan, bukan sekadar tambahan wawasan.
Dalam artikel ini, kita akan menyajikan berbagai permasalahan populer seputar syarat sah shalat, disertai penjelasan hukumnya secara ilmiah namun praktis, agar setiap muslim memiliki pegangan yang kokoh dalam beribadah. Harapannya, semoga melalui pembahasan ini, kita tidak hanya menghindari kesalahan dalam shalat, tetapi juga semakin meningkatkan kualitas ibadah kita secara menyeluruh.
Shalat Tanpa Wudhu
Permasalahan: Seseorang shalat dalam keadaan tidak berwudhu, baik karena sengaja, lupa atau tidak sadar wudhunya batal.
Hukum: Shalat tidak sah, karena suci dari hadats adalah syarat sah shalat.
Solusi: Jika ingat di tengah shalat, maka batal, wajib wudhu dan ulangi shalat dari awal.
Dalilnya hadis Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
"Shalat salah seorang dari kalian tidak akan diterima apabila dia berhadas, sampai dia berwudhu."
HR. Bukhari (No. 6954) dan Muslim (No. 225)
Jika dia sengaja tidak berwudhu:
Maka Barang siapa dengan sengaja melaksanakan shalat tanpa wudhu, padahal air tersedia dan ia mampu menggunakannya, maka sungguh ia telah melakukan dosa besar yang termasuk dalam kategori dosa-dosa besar yang paling besar, kita memohon perlindungan kepada Allah.
Bahkan, sebagian ulama – khususnya dari kalangan Hanafiyah – berpendapat bahwa orang yang sengaja melakukan hal ini adalah kafir, karena perbuatannya menunjukkan bentuk pelecehan dan pengingkaran terhadap syariat.
- Imam An-Nawawi dalam Syarh Al-Muhadzdzab berkata:
إن كان عالما بالحدث وتحريم الصلاة مع الحدث فقد ارتكب معصيةً عظيمةً، ولا يكفر عندنا بذلك، إلا أن يستحله. وقال أبو حنيفة: يكفر لاستهزائه. دليلنا: أنه معصية فأشبهت الزنا وأشباهه
"Jika seseorang sadar bahwa dirinya dalam keadaan hadats dan mengetahui bahwa shalat dalam kondisi demikian itu haram, maka sungguh ia telah melakukan maksiat besar. Namun menurut madzhab kami (Syafi‘iyah), ia tidak dihukumi kafir, kecuali jika ia menghalalkan perbuatannya."
Sementara itu, Abu Hanifah berpendapat:
"Ia kafir karena telah melecehkan agama."
Adapun dalil dari madzhab Syafi’i:
Perbuatan tersebut memang maksiat besar, namun hukumnya seperti zina dan dosa besar lainnya, tidak sampai menjadikannya keluar dari Islam.
- Ibnu Taimiyah rahimahullah (dalam majmu’ fatawa) juga berkata:
فالمسلم لا يصلي إلى غير القبلة أو بغير وضوء أو ركوع أو سجود، ومن فعل ذلك كان مستحقا للذم والعقاب
"Seorang muslim tidak boleh shalat menghadap selain kiblat, atau tanpa wudhu, atau tanpa ruku’ dan sujud. Barang siapa yang melakukan itu, maka ia berhak mendapat celaan dan hukuman."
Beberapa hadits Nabi ﷺ juga menunjukkan ancaman keras terhadap pelaku perbuatan tercela ini.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud – semoga Allah meridhainya – bahwa Nabi ﷺ bersabda:
أُمِرَ بعبد من عباد الله أن يُضرَب في قبره مائة جلدة، فلم يزل يسأل ويدعو حتى صارت جلدةً واحدةً، فجُلد جلدةً واحدةً، فامتلأ قبره عليه نارًا، فلما ارتفع عنه أفاق قال: علام جلدتموني؟ فقيل له: إنك صليت صلاةً واحدةً بغير طهور، ومررت على مظلوم فلم تنصره
"Telah diperintahkan agar seorang hamba dari hamba-hamba Allah dipukul seratus kali cambukan di dalam kuburnya. Ia terus memohon dan berdoa hingga akhirnya hanya dijatuhi satu cambukan saja. Maka ketika cambukan itu mengenai dirinya, penuhlah kuburnya dengan api. Setelah azab itu berlalu dan ia sadar, ia bertanya: 'Kenapa kalian mencambukku?' Maka dikatakan kepadanya: 'Karena engkau pernah shalat satu kali tanpa bersuci, dan engkau melihat orang yang dizalimi namun tidak menolongnya.'"
(Diriwayatkan oleh At-Ṭabarāni dalam al-Mu‘jam al-Kabīr (10/210, no. 10287). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (no. 2774).
Adapun bagi orang yang tidak mendapatkan air atau tidak mampu menggunakannya karena sakit atau kondisi darurat, maka ia diperintahkan menggunakan pengganti wudhu, yaitu tayammum, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:
وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ
"Dan jika kalian sakit, atau sedang dalam perjalanan, atau salah satu dari kalian datang dari tempat buang air, atau kalian menyentuh wanita, lalu kalian tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); usaplah wajah dan tangan kalian dengannya." (QS. Al-Ma’idah: 6)
- Fatwa Syaikh Binbaz:
"Jika dia melakukannya dengan sengaja, maka sungguh dia telah melakukan kemungkaran yang besar.
Dan jika dia melakukannya dengan sikap memperolok-olok, maka dia kafir.
Jika karena tidak tahu (jahil), maka tetap dia telah melakukan kemungkaran besar, dan shalatnya batal.
Namun jika ketidaktahuannya karena benar-benar tidak tahu hukum syariat, dan dia tidak hidup di tengah kaum Muslimin, maka dia harus diajari dan wajib mengulang (mengqadha') shalat yang dia lakukan tanpa wudhu.
Kita memohon kepada Allah keselamatan."
(Fatwa Syaikh BinBaz no. 21149)
Jika tidak berwudhu karena lupa:
Syaikh BinBaz رحمه الله ketika ditanya hal tersebut beliau menjawab:
“Ya, engkau wajib mengulang shalat jika itu adalah shalat fardhu. Namun, tidak ada dosa atasmu jika engkau lupa. Engkau tetap wajib mengulang (shalat tersebut), karena sabda Nabi ﷺ:
لا تقبل صلاة بغير طهور
‘Tidak diterima shalat tanpa bersuci (thaharah),’
dan sabda beliau ﷺ:
لا تقبل صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ
‘Shalat salah seorang dari kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas, sampai ia berwudhu.’
Maksudnya: Hadats membatalkan shalat.
Maka jika engkau berhadas, lalu shalat dalam keadaan lupa (bahwa engkau belum bersuci), engkau tetap wajib mengulang shalat tersebut.
Demikian pula, barang siapa berhadas di tengah-tengah shalat, atau keluar darinya air kencing, maka shalatnya batal, dan ia wajib berwudhu lalu mengulang shalatnya.
Kesimpulan:
- Shalat fardhu yang dilakukan tanpa wudhu, meskipun karena lupa, tetap harus diulang.
- Jika kondisinya lupa, maka tidak berdosa, tapi shalatnya tidak sah.
- Jika sengaja tidak berwudhu, maka dia berdosa, karena termasuk perbuatan mengolok-olok agama.
Wallahu ta’ala a’lam bis showab ....
Sumber:
Fatwa Syaikh Binbaz no.14276, dan 21149
Mauqi islam web
Oleh: Abu Haneen
Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc