Hukum Umrah untuk Orang Lain (Badal Umrah)

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 03 Oktober 2025, 11:14:41

 

Bismillah, alhamdulilah was sholatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....

 

Banyak jamaah yang bertanya: “Bolehkah saya melaksanakan umrah untuk orang tua saya yang sudah renta?” atau “Bolehkah saya mengumrahkan seseorang yang masih hidup, tapi tidak mampu berangkat?”

Pertanyaan ini penting karena berkaitan dengan sah atau tidaknya ibadah, dan apakah perbuatan itu bernilai amal shalih atau justru keliru.

Para ulama telah membahas masalah ini secara panjang lebar dalam kitab-kitab fiqih. Mari kita pelajari bersama.

 

1. Dalil dari Sunnah tentang adanya badal umrah

Dalam hadits sahih dari Abu Ruzain Al-‘Uqaili disebutkan:

يا رسولَ اللَّهِ إنَّ أبي شيخٌ كبيرٌ لاَ يستطيعُ الحجَّ ولاَ العُمْرَةَ ولاَ الظَّعنَ،" قالَ: حُجَّ عن أبيكَ واعتَمِرْ

Artinya:

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah sangat tua, tidak mampu melakukan haji, umrah, maupun bepergian.” Beliau ﷺ bersabda: “Hajikanlah ayahmu dan umrahkanlah dia.”

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 1811, dan dishahihkan oleh Al-Albani.)

Begitu juga dalam hadits Ibnu ‘Abbas, saat seorang wanita dari Khath‘am bertanya di Haji Wada‘:

يا رسولَ اللَّهِ إنَّ فريضةَ اللَّهِ على عبادِه في الحجِّ أدركَت أبي شيخًا كبيرًا لا يَستطيعُ أن يَستويَ على الراحلةِ، أفأحُجُّ عنه؟ قالَ: نعمْ

Artinya:

“Wahai Rasulullah, kewajiban haji telah datang, sementara ayahku sudah tua renta dan tidak mampu duduk di atas tunggangan. Apakah aku boleh menghajikannya?” Beliau ﷺ menjawab: “Ya.”

(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, no. 1855, dan Muslim, no. 1334)

Hadits-hadits ini menjadi dasar kebolehan perwakilan (niyābah) dalam ibadah haji dan umrah.

 

2. Pandangan Ulama Empat Mazhab

Para ulama berpendapat bahwa boleh melaksanakan umrah atas nama orang yang masih hidup, karena umrah termasuk ibadah gabungan antara fisik dan harta, sehingga bisa dilakukan melalui wakil, sama halnya dengan haji.

Berikut ringkasan pendapat ulama dari empat mazhab:

  • Mazhab Hanafiyah

Membolehkan umrah atas nama orang lain dengan syarat ada izin dari orang tersebut.

  • Mazhab Malikiyah

Memakruhkan perwakilan dalam umrah, namun jika dilakukan tetap sah.

  • Mazhab Syafi‘iyah

Membolehkan umrah untuk orang lain, baik yang sudah wafat maupun yang hidup tetapi tidak mampu. Bahkan, jika seseorang meninggal dan belum menunaikan umrah wajib padahal mampu semasa hidup, maka wajib ditunaikan dari harta peninggalannya.

  • Mazhab Hanabilah

Tidak boleh umrah untuk orang hidup tanpa izin. Harus dengan persetujuan orang yang bersangkutan.

Lihat: Al-Mausu‘ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid 30, hlm. 328–329, dengan penyesuaian.

 

3. Syarat-Syarat Umrah untuk Orang Hidup

Para ulama menyebutkan beberapa syarat agar ibadah ini sah:

1. Wakil sudah berumrah untuk dirinya sendiri

Nabi ﷺ bersabda kepada seorang sahabat:

حُجَّ عن نفسِكَ ثمَّ حُجَّ عن شُبرُمةَ

Artinya: 

“Tunaikanlah haji untuk dirimu terlebih dahulu, lalu hajikanlah (orang lain) yang bernama Syubrumah.”

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 1811, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani).

Dari sini dipahami, seseorang tidak boleh mewakili orang lain sebelum ia menyelesaikan kewajiban dirinya sendiri.

2. Harus dengan izin dari orang yang diwakilkan

Ibnu Qudāmah رحمه الله berkata dalam al-Mughnī:

ولا يجوز الحجُّ والعُمرَةُ عن حيٍّ إلا بإذنِه، فرضًا كان أو تطوُّعًا

“Tidak boleh haji dan umrah untuk orang hidup kecuali dengan izinnya, baik fardhu maupun sunnah.”

(Ibnu Qudāmah, al-Mughnī, jilid 3, hlm. 185, Dār al-Fikr, Beirut)

3. Orang yang diwakilkan benar-benar tidak mampu

Seperti sudah tua renta, atau sakit permanen yang tidak ada harapan sembuh.

Disebutkan dalam fatwa Al-Islamiyyah: 

“Disyaratkan untuk sahnya niat mewakilkan (niyābah) dalam umrah, bahwa orang hidup yang ingin dilakukan umrah atas namanya haruslah dalam keadaan tidak mampu melaksanakannya sendiri. Misalnya karena sudah lanjut usia sehingga tidak sanggup menunaikan umrah sendiri, atau karena sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, dan semisalnya.”

(Fatawa Asy-Syabakah Al-Islamiyyah, hlm. 19170, dengan penyesuaian.)

 

Kesimpulan

Boleh melaksanakan umrah untuk orang lain, baik hidup maupun wafat, dengan syarat-syarat tertentu.

Untuk orang yang masih hidup, syarat utamanya:

  1. Orang itu sudah tidak mampu secara fisik.
  2. Dilakukan dengan izinnya.
  3. Wakil sudah pernah berumrah untuk dirinya sendiri.

Amalan ini insyaa Allah berpahala besar, karena termasuk berbakti kepada orang tua, menolong sesama, dan menjalankan sunnah Nabi ﷺ.

 

Catatan Penting 

Bagi jamaah yang ingin mengumrahkan orang tua atau kerabatnya, pastikan:

  • Ikhlas lillāh
  • Memahami syarat-syarat syar‘i
  • Tidak menjadikan ibadah ini sebagai ajang bisnis yang merusak niat.

 

Penutup

Demikianlah sahabat jamaah, sedikit pembahasan seputar hukum umrah badal, baik untuk orang yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Intinya, syariat kita memberikan ruang untuk berbakti dan berbagi pahala, namun tetap dengan aturan yang jelas agar ibadah kita sah dan diterima.

Semoga Allah ﷻ senantiasa menerima amal-amal kita, memudahkan langkah kita menuju Baitullah, serta melimpahkan pahala kebaikan kepada orang-orang yang kita niatkan dalam ibadah.

 

 

Sumber: 

Al-Mughnī, Ibnu Qudāmah, , jilid 3, hlm. 185, Dār al-Fikr, Beirut

Al-Mausu‘ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid 30, hlm. 328–329, dengan penyesuaian.

https://hajjwaomra.com

 

Oleh: Abu Haneen 

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id