Hukum Aurat Terbuka Saat Shalat
Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....
Menutup aurat termasuk syarat sah shalat yang tidak bisa ditawar. Maka ketika seseorang melaksanakan shalat dengan aurat terbuka — meskipun karena lalai atau tanpa sengaja — hal ini menjadi persoalan serius yang perlu ditimbang dari sisi hukum syariat.
Pengertian Aurat dalam Shalat
Aurat dalam shalat adalah bagian tubuh yang wajib ditutupi selama pelaksanaan ibadah. Batasannya berbeda antara laki-laki dan perempuan:
- Laki-laki: auratnya adalah antara pusar dan lutut, menurut mayoritas ulama (jumhur).
- Perempuan: seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, sebagaimana pendapat mayoritas mazhab (Maliki, Syafi'i, dan Hanbali), meskipun ada variasi kecil pada detail.
Allah تعالى berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.”
(QS. Al-A'raf: 31)
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ayat ini merupakan dalil akan kewajiban menutup aurat ketika shalat.
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لا يقبل الله صلاة حائض إلا بخمار
“Allah tidak menerima shalat perempuan yang sudah haid kecuali dengan mengenakan khimar (kerudung penutup kepala).”
(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sunan Abi Dawud).
Ibnu ‘Abdil Barr berkata:
"Orang yang berpendapat bahwa menutup aurat termasuk fardhu dalam shalat berhujjah dengan ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa shalat seseorang batal jika dia meninggalkan pakaiannya padahal mampu untuk menutup auratnya, lalu dia shalat dalam keadaan telanjang. Kata beliau: ‘Hal ini telah disepakati oleh seluruh ulama.’”
Lihat Al-Mughni (1/337).
Kasus Lalai Menutup Aurat: Celana Sobek, Baju Terangkat
Fenomena yang sering terjadi, terutama di kalangan jamaah laki-laki, adalah aurat terbuka saat rukuk atau sujud, misalnya karena baju terlalu pendek atau celana terlalu rendah, bahkan robek. Lalu muncul pertanyaan: apakah shalatnya sah?
Hukum Aurat Terbuka dalam Shalat
Para ulama membahas persoalan ini dengan sangat rinci. Hukum membuka aurat dalam shalat dibagi dua:
1. Jika terbuka dalam waktu singkat dan tidak disengaja
Dalam hal ini, di antara pendapat para ulama:
Mazhab Hanafi dan Hambali: jika yang terbuka hanya sebagian kecil dari aurat dan hanya sebentar (misalnya karena angin atau gerakan tak disengaja), maka shalat tetap sah, selama segera ditutup kembali dan tidak disengaja.
Mar‘i bin Yusuf al-Hambali dalam Dalīl ath-Thālib, pada bab "hal-hal yang membatalkan shalat", berkata:
"Shalat batal jika aurat dibuka dengan sengaja. Namun tidak batal jika aurat terbuka karena angin, kemudian langsung ditutup, atau yang terbuka hanya sedikit dan tidak menjijikkan di mata (tidak memalukan dalam pandangan umum)."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Syarḥ al-‘Umdah, berkata:
"Dimaafkan jika aurat yang terbuka itu sedikit, baik dari sisi jumlahnya maupun waktunya. Maka jika sedikit aurat terbuka — yaitu bagian yang tidak dianggap memalukan secara umum — selama seluruh waktu shalat, atau jika angin meniup pakaiannya lalu ia segera menutupinya kembali, atau kain sarungnya terlepas lalu ia langsung mengikatnya kembali, maka shalatnya tidak batal. Hal ini berlaku baik untuk aurat besar maupun aurat ringan (antara pusar dan lutut)."
(Fatawa Islam web no. 125141)
Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahullah berkata:
"Jika aurat terbuka dalam jumlah besar lalu ditutup kembali dalam waktu singkat, maka shalatnya tidak batal. Contoh yang bisa dibayangkan: seseorang sedang rukuk lalu datang angin dan membuka pakaiannya, tapi dia segera menutupnya kembali. Tampaknya, menurut sebagian ulama shalatnya batal, namun yang benar: shalatnya tidak batal, karena ia menutupnya dalam waktu singkat dan tidak disengaja membukanya. Allah Ta‘ala berfirman:
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16).”
Lihat: Syarh al-Mumti’ (2/75).
Berdasarkan hal ini:
Shalat Anda tetap sah selama aurat yang terbuka segera ditutup kembali. Maka Anda tidak wajib mengulanginya.
2. Jika terbuka dalam jumlah besar, dan dibiarkan
Jika seseorang tahu bahwa auratnya terbuka (misalnya celana sobek di bagian belakang) namun tetap melanjutkan shalatnya, maka sepakat seluruh mazhab menyatakan shalat tidak sah. Sebab menutup aurat adalah syarat sah, bukan sekadar sunnah.
Kaidah Fiqih yang relevan:
الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ المَحْظُورَاتِ
"Keadaan darurat membolehkan yang terlarang."
Namun membuka aurat dalam kasus ini bukan termasuk “darurat”, melainkan tafriith (kelalaian) atau kesembronoan dalam mempersiapkan shalat.
Dan kaidah lain:
الشَّرْطُ إِذَا تَخَلَّفَ تَخَلَّفَ الْمَشْرُوطُ
"Jika syarat tidak terpenuhi, maka sesuatu yang disyaratkan (yakni shalat) juga tidak sah."
Permasalahan lain seputar manutup aurat dalam shalat (fatwa Syaikh Bin Baz رحمه الله)
1. Hukum Shalat Wanita dalam Keadaan Terbuka Rambut, Tangan, dan Kaki
Jawaban:
Wanita wajib menutup aurat ketika shalat. Ia harus menutupi seluruh tubuhnya saat shalat kecuali wajah saja. Ia wajib memakai jilbab atau pakaian yang longgar dan menutupi seluruh badannya. Rambut pun harus ditutup, meskipun ia sedang shalat di rumah dan tidak ada orang lain.
Nabi ﷺ bersabda: “Allah tidak menerima shalat perempuan yang telah haid (baligh) kecuali dengan mengenakan khimar (penutup kepala).”
2. Hukum Shalat Wanita dengan Kaki Terbuka
Jawaban:
Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa menurut jumhur (mayoritas) ulama, menutup kedua kaki saat shalat adalah wajib, karena kaki termasuk aurat.
Sebagian ulama, seperti Abu Hanifah dan beberapa yang lain, berpendapat bahwa kaki bukan aurat, sehingga ada sebagian orang yang mengikuti pendapat tersebut.
Namun, pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah bahwa kaki termasuk aurat. Maka, hanya wajah saja yang boleh tampak saat shalat, sedangkan tangan (telapak tangan) masih diperselisihkan, dan selain itu adalah aurat yang wajib ditutup.
3. Batasan Aurat Wanita dan Hukum Menutup Kaki saat Shalat
Jawaban:
Seluruh tubuh wanita adalah aurat dalam shalat, kecuali wajah. Ini berdasarkan hadits bahwa jika wanita keluar rumah, maka setan akan menghiasinya (maksudnya jadi bahan fitnah). Nabi ﷺ bersabda bahwa wanita itu aurat.
Maka, seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah saat shalat.
Sebagian ulama juga berpendapat bahwa kedua telapak tangan boleh tampak, namun selain itu wajib ditutup, dan terlebih lagi di hadapan laki-laki asing (non-mahram), seluruh tubuhnya adalah aurat.
4. Batasan Aurat Laki-Laki
Jawaban:
Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, ini adalah pendapat yang paling kuat di antara para ulama.
Kedua paha termasuk aurat menurut pendapat yang paling shahih. Maka, aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut.
Sebagian ulama memang berpendapat bahwa paha bukan aurat, namun sebaiknya ditutup, bahkan sangat dianjurkan menutupnya, meskipun mereka tidak menganggapnya sebagai aurat.
5. Hukum Shalat dengan Pakaian Tipis dan Tidak Memakai Celana di Dalamnya
Jawaban:
Tidak diperbolehkan. Wajib ada pakaian penutup yang menutupi antara pusar dan lutut.
Bisa berupa celana panjang (sarung atau celana) yang tebal dan menutupi, atau baju (gamis) yang menutupi secara sempurna.
Adapun sebagian orang yang hanya mengenakan pakaian dalam yang tipis sehingga tampak pahanya, maka ini tidak diperbolehkan.
Mayoritas ulama bahkan bersepakat bahwa shalat dengan pakaian tipis yang menampakkan aurat tidak sah, karena tidak memenuhi syarat menutup aurat.
6. Hukum Shalat dengan Pakaian Ringan yang Tidak Menutup Aurat
Jawaban:
Seorang mukmin wajib menasihati orang lain yang terlihat shalat dengan pakaian ringan (tipis) sehingga auratnya terlihat.
Jika seseorang melihat saudaranya, istrinya, putrinya, saudarinya, atau temannya memakai pakaian yang tidak menutup aurat saat shalat, maka wajib menasihati dan mengingkarinya.
Perbuatan seperti itu tidak boleh dibiarkan terjadi di tengah-tengah kaum mukminin.
7. Hukum Menutup Kedua Tangan (Telapak Tangan) dan Kedua Kaki Wanita saat Shalat
Jawaban:
Menutup kedua telapak tangan itu lebih utama (afdhal), namun tidak wajib.
Adapun wajah, justru sunnah untuk dibuka dalam shalat, selama tidak ada laki-laki asing (ajnabi).
Boleh bagi wanita membuka wajah dan telapak tangannya saat shalat jika tidak di hadapan laki-laki asing.
Namun jika ia memilih untuk menutup kedua telapak tangannya, maka itu lebih baik.
Adapun kedua kaki, maka wajib menutupnya, demikian pula seluruh badan harus ditutup dalam shalat, kecuali wajah jika tidak ada laki-laki asing.
8. Batasan Aurat Wanita di Hadapan Sesama Wanita
Jawaban:
Aurat wanita di hadapan sesama wanita adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana halnya aurat laki-laki terhadap laki-laki.
Sehingga jika wanita melihat tubuh wanita lain di atas pusar, seperti dada, leher, rambut, dan betis, maka tidak masalah.
Namun sikap paling terhormat dan lebih menjaga rasa malu adalah menutupi seluruh tubuh di hadapan sesama wanita juga, agar tidak membuka celah untuk kelalaian dan sikap permisif dalam berpakaian.
9. Hukum Memakai Celana Panjang (Bawahan) dan Shalat Menggunakannya
Jawaban:
Memakai celana panjang (banṭalun) telah menjadi kebiasaan umum di kalangan masyarakat, dan tidak lagi terbatas pada orang-orang kafir. Celana kini telah menyebar luas di kalangan kaum Muslimin, termasuk di kalangan tentara dan masyarakat umum, sehingga tidak lagi dianggap sebagai ciri khas orang kafir.
Ini seperti halnya sepatu, mobil, atau pesawat yang dulunya asing, namun kini sudah umum dipakai semua orang.
(Maka, shalat dengan memakai celana panjang hukumnya boleh, selama menutup aurat dengan baik dan tidak ketat memperlihatkan lekuk tubuh.)
10. Hukum Shalat dengan Kepala (Laki-laki) Terbuka
Jawaban:
Tidak mengapa shalat dengan kepala terbuka, karena kepala bukanlah aurat. Yang wajib hanyalah menutup aurat.
Namun, jika seseorang melengkapi pakaiannya dan memakai penutup kepala, maka itu lebih baik, karena Allah Ta‘ala berfirman:
"Wahai anak-anak Adam, pakailah perhiasanmu (pakaian terbaikmu) di setiap (memasuki) masjid." (QS. Al-A‘raf: 31)
11. Hukum Shalat Tanpa Memakai Imamah (Penutup Kepala seperti Sorban)
Jawaban:
Tidak ada larangan shalat tanpa mengenakan imamah (sorban atau peci), karena menutup kepala bukanlah kewajiban dalam shalat, baik bagi imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian.
Namun, jika seseorang mengenakan penutup kepala yang lazim di masyarakatnya, maka itu lebih utama, apalagi saat shalat berjamaah. Hal ini termasuk dalam pengamalan ayat:
"Wahai anak-anak Adam, pakailah perhiasanmu di setiap (memasuki) masjid." (QS. Al-A‘raf: 31)
12. Hukum Shalat Wanita Tanpa Menutupi Kepalanya
Jawaban:
Pertama-tama, perlu diketahui bahwa menutup aurat adalah kewajiban bagi wanita, maka tidak boleh meremehkan atau meninggalkannya.
Jika waktu shalat tiba dan seorang wanita tidak memakai hijab secara sempurna atau tidak menutupi auratnya, maka rincian hukumnya tergantung kondisi:
Jika karena darurat atau keadaan terpaksa, maka ia shalat menurut kemampuannya.
Namun jika karena lalai atau sengaja, maka tidak sah shalatnya, karena syarat sah shalat adalah menutup aurat.
13. Apakah Sah Shalat Wanita Jika Lengan dan Betisnya Terbuka?
Jawaban:
Wanita muslimah yang sudah baligh wajib menutup seluruh tubuhnya saat shalat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena seluruh tubuhnya adalah aurat.
Jika ia shalat dan terlihat sebagian auratnya seperti betis, kaki, kepala, atau sebagian rambut, maka shalatnya tidak sah.
Dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ:
“Allah tidak menerima shalat perempuan yang sudah haid kecuali dengan mengenakan khimar (kerudung).”
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan penulis kitab Sunan)
14. Hukum Shalat dengan Pakaian Tipis yang Tidak Menutupi Aurat
Jawaban:
Menutup aurat dalam shalat adalah kewajiban berdasarkan ijma‘ (kesepakatan ulama).
Tidak boleh seseorang shalat dalam keadaan telanjang, baik laki-laki maupun perempuan.
Perempuan lebih besar kewajibannya karena auratnya lebih banyak.
Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, dan dianjurkan pula untuk menutup pundak atau salah satunya, jika memungkinkan.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ kepada Jabir ra.:
“Jika kain yang dimiliki cukup lebar, maka pakailah sebagai sarung dan selendang, dan jika tidak cukup, maka gunakan satu saja sebagai penutup.”
15. Shalat dengan Pakaian Sangat Tipis Tanpa Celana Panjang
Jawaban:
Jika orang yang shalat adalah laki-laki, maka ia wajib menutup auratnya antara pusar dan lutut.
Jika pakaian yang dipakai terlalu tipis sehingga terlihat auratnya, maka shalatnya tidak sah.
Namun, jika pakaiannya masih menutupi aurat dan tidak menampakkan warna kulit, atau dia mengenakan celana panjang yang menutupi dengan sempurna, maka tidak masalah.
Penutup
Pastikan pakaian layak dan longgar agar ketika rukuk dan sujud tidak menampakkan aurat.
Gunakan baju koko panjang atau baju luar yang menutupi pinggang.
Cek celana dan sarung sebelum shalat, apalagi jika sudah robek atau longgar.
Jika terlanjur terjadi dan yakin aurat terbuka cukup banyak, ulanglah shalat untuk keluar dari khilaf dan kehati-hatian.
Kesimpulan
Menutup aurat bukan hanya adab, tapi syarat sah shalat. Sekalipun terbuka tanpa sengaja, kewajiban untuk menutupnya tetap berlaku. Dalam kondisi terbuka sebagian kecil dan hanya sebentar, sebagian ulama memberi toleransi. Namun demi kehati-hatian dan keluar dari khilaf, lebih utama untuk mengulang shalat.
Wallahu a‘lam.
Sumber:
Fatawa Islam web no. 125141
Syarh Mumti’ Syaikh Utsaimin
Fatawa Syaikh Binbaz binbaz.org.sa
Oleh: Abu Haneen
Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc