Hukum Umrah dengan Harta Haram: Sah atau Tidak?
Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....
Jamaah yang dirahmati Allah,
Menunaikan ibadah umrah adalah impian setiap Muslim. Banyak dari kita yang menabung bertahun-tahun, berdoa setiap hari, bahkan rela mengorbankan kenyamanan demi bisa menjejakkan kaki ke tanah suci. Namun, pernahkah kita merenung: dari mana sumber dana umrah ini berasal? Halalkah? Thayyibkah?
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا
"Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima kecuali yang baik."
(HR. Muslim, no. 1015)
Ini adalah peringatan penting: ibadah yang kita lakukan, termasuk umrah, harus berasal dari harta yang halal. Kalau tidak, maka niat mulia itu bisa ternoda, bahkan tidak bernilai di sisi Allah.
Hukum Umrah dengan Harta Haram
Pertama: ketahuilah bahwa ada perbedaan antara hukum sahnya suatu ibadah dan status diterimanya ibadah tersebut di sisi Allah.
Penerimaan (قبول) adalah perkara gaib yang hanya Allah yang mengetahuinya dan tidak dapat diketahui oleh manusia. Bisa saja suatu ibadah dinilai sah dan gugurlah kewajiban karenanya, namun belum tentu diterima di sisi Allah karena adanya penghalang seperti riya’, atau faktor lain yang membatalkan amal.
Yang dijelaskan oleh para ulama hanyalah sisi sah atau tidaknya ibadah tersebut menurut hukum syariat.
Mengenai haji atau umrah dengan harta haram, para ulama berbeda pendapat tentang keshahihannya:
- Mayoritas ulama berpendapat bahwa haji atau umrah dengan harta haram adalah sah, dan kewajiban telah gugur.
- Ada pula pendapat yang mengatakan tidak sah.
Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’, 7/62 berkata:
“Jika seseorang berhaji dengan harta haram, atau mengendarai hewan yang dighasab, maka dia berdosa, namun hajinya tetap sah dan mencukupi kewajibannya menurut kami (mazhab Syafi’i). Pendapat ini juga dianut oleh Abu Hanifah, Malik, dan Al-‘Abdari. Inilah pendapat mayoritas fuqaha. Sedangkan Ahmad (bin Hanbal) berpendapat: tidak sah.
Dalil kami: haji adalah serangkaian amalan tertentu, dan keharaman itu datang dari faktor luar.” (selesai kutipan)
Demikian pula dalam kitab Al-Mughni karya Ibn Qudamah رحمه الله, disebutkan:
“Jika seseorang berhaji dengan harta yang haram, maka hajinya sah, tetapi dia berdosa karena menggunakan harta tersebut.”
Jadi umrah dengan harta haram tidak membatalkan keabsahan umrah, tapi mencemari kesucian ibadah itu sendiri.
Dalam Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah juga disebutkan:
“Jika seseorang tetap berhaji dengan harta yang syubhat atau harta hasil ghasab, maka secara hukum lahiriah hajinya sah, namun dia berdosa dan tidak dianggap sebagai haji yang mabrur.
Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan mayoritas ulama dari kalangan salaf maupun khalaf.
Adapun Imam Ahmad bin Hanbal berkata: haji dengan harta haram tidak mencukupi kewajiban.
Dalam riwayat lain darinya: sah, tetapi disertai dosa.” (selesai kutipan)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin رحمه الله berkata:
Pendapat yang rajih (kuat) adalah bahwa hajinya sah, karena bukan merupakan syarat sahnya haji bahwa hartanya harus halal.
Seseorang bisa menunaikan haji dengan badannya sendiri, tidak tergantung pada hartanya.
Berbeda dengan sedekah, jika seseorang bersedekah dengan harta haram, maka tidak akan diterima, karena keharaman itu masuk ke inti ibadahnya, yaitu materi sedekah itu sendiri.
Adapun dalam haji, yang dilakukan adalah amalan fisik:
thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, melempar jumrah, semua itu adalah perbuatan badan, bukan uang atau harta.
Jadi, pendapat yang benar adalah:
Hajinya sah,
Namun tidak halal baginya menggunakan harta haram, baik dalam ibadah maupun di luar ibadah.
Dan wajib atasnya untuk membersihkan diri dari harta tersebut.
(Silsilah Liqā’ al-Bāb al-Maftūḥ – Pertemuan ke-88)
Namun Bisa Jadi Tidak Diterima di Sisi Allah
Umrah adalah ibadah. Ia membutuhkan doa, tadharru’, dan penghambaan. Tapi bagaimana Allah akan menerima penghambaan dari orang yang membiayai ibadahnya dengan hasil kezaliman?
Imam Ibn Rajab رحمه الله menyatakan:
“Ibadah dengan harta haram tidak akan diterima, karena Allah tidak menerima kecuali yang halal dan baik.”
(Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam)
Contoh-Contoh Harta Haram
Untuk memudahkan pemahaman, berikut beberapa contoh sumber harta haram:
- Hasil riba, bunga bank, atau investasi haram.
- Hasil korupsi, penggelapan, atau manipulasi laporan.
- Uang dari penipuan atau penggelapan.
- Hasil mencuri atau memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi.
- Menjual barang haram: rokok, minuman keras, narkoba, judi, dan sejenisnya.
- Menjalankan usaha yang mengandung unsur gharar, riba, atau maisir.
Apa yang Harus Dilakukan?
Jika kita sadar pernah atau sedang menggunakan harta haram untuk biaya umrah, maka langkah terbaik adalah:
- Segera bertaubat nasuha kepada Allah.
- Jika memungkinkan, ganti biaya umrah tersebut dengan harta yang halal.
- Banyak-banyaklah istighfar dan sedekah untuk menghapus dosa masa lalu.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri."
(QS. Al-Baqarah: 222)
Penutup: Jadikan Umrah Sebagai Titik Balik Menuju Halal
Jamaah yang semoga dimuliakan Allah,
Umrah bukan sekedar perjalanan fisik. Ia adalah perjalanan hati menuju pengampunan Allah. Maka jangan biarkan harta yang kotor mencemari ibadah suci ini. Perjalanan menuju Allah harus diawali dengan bekal yang suci, sebagaimana firman Allah:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ
"Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa."
(QS. Al-Baqarah: 197)
Kalau kita belum berangkat, maka pastikan bekal kita halal. Kalau sudah terlanjur berangkat dengan harta yang bermasalah, maka jangan putus asa, Allah Maha Penerima taubat, dan umrah bisa jadi momentum untuk berubah.
Semoga umrah kita semua diterima, diberkahi, dan menjadi titik tolak hijrah menuju kehalalan yang menyeluruh dalam hidup. Aamiin.
Wallahu ta’la a’lam bis showab....
Sumber:
Fatwa islam web no. 384337 dengan penambahan
Oleh: Abu Haneen
Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc