“Aturan Khusus Tanah Haram”: Memahami Larangan dan Adab di Tanah Haram
Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du;
Tanah Haram bukan sekedar wilayah geografis, ia adalah tempat yang Allah ﷻ muliakan dan sucikan. Di sinilah tauhid ditegakkan, syirik dibasmi, dan ibadah hanya diarahkan kepada Allah semata. Allah ﷻ berfirman:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: ‘Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman.’”
(QS. Al-Baqarah: 126)
Kesucian Makkah bukanlah karena sejarah atau tradisi, tetapi karena Allah yang mensucikannya. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ مَكَّةَ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan Makkah sebagai tanah haram pada hari Dia menciptakan langit dan bumi.”
(HR. Al-Bukhari no. 1832, Muslim no. 1353)
Begitu pula Madinah, yang disucikan oleh Rasulullah ﷺ berdasarkan wahyu:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي أُحَرِّمُ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا
“Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan Makkah sebagai tanah haram, dan aku menjadikan wilayah antara dua batu hitam ini (Madinah) sebagai tanah haram.”
(HR. Muslim no. 1362)
Kesucian ini menuntut adab khusus dan larangan yang harus dijaga. Inilah yang sering dilalaikan sebagian jamaah umrah, mereka sibuk dengan tata cara ibadah, dan tamasya tapi kurang berhati-hati menjaga kehormatan tanah yang dimuliakan Allah.
Padahal, menjaga kehormatan Tanah Haram adalah bagian dari kesempurnaan tauhid dan bentuk nyata ittibā‘ kepada Rasulullah ﷺ.
Oleh karena itu, memahami hukum-hukum dan larangan yang berlaku di Tanah Haram bukan sekedar fiqih safar atau manasik, tetapi pelajaran aqidah dan adab terhadap Allah ﷻ.
1. Apa Itu Tanah Haram?
Secara bahasa, “haram” berarti suci, terlarang, dan dijaga dari pelanggaran.
Secara syar’i, Tanah Haram adalah wilayah yang dimuliakan Allah dan Rasul-Nya, memiliki batas-batas hukum tersendiri, dan di dalamnya dosa dan kezaliman dibesarkan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ، وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ
“Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan Makkah sebagai tanah haram, dan aku menjadikan Madinah sebagai tanah haram.”
(HR. Muslim no. 1370)
Batas wilayah Tanah Haram Makkah telah ditetapkan melalui wahyu sejak masa Nabi Ibrahim dan dijaga pada masa Rasulullah ﷺ. Di antaranya: Tan‘im, Ji‘ranah, Adhât Laban, dan Hudaibiyah.
(Lihat: Al-Mughni karya Ibn Qudamah (3/357), Tafsir Ibn Katsir (1/416), Al-Mawsu‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (17/157).
Sedangkan Tanah Haram Madinah terbentang antara bukit ‘Ayr dan Tsaur, sebagaimana disebut dalam hadits sahih.
(HR. Bukhari no. 1869, Muslim no. 1370)
2. Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Kesucian Tanah Haram
Allah ﷻ berfirman:
وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Barang siapa berkehendak melakukan penyimpangan (kezaliman) di dalamnya, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang pedih.”
(QS. Al-Hajj: 25)
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan:
“Allah Ta‘ala berfirman: barang siapa yang berniat untuk berbuat zalim di Tanah Haram (baik kekufuran, kemaksiatan, atau niat buruk) maka Allah akan menghukumnya atas niat itu. Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما berkata: “Yang dimaksud adalah berbuat dosa di dalamnya.” Ibnu Mas‘ud رضي الله عنه berkata: “Seandainya seseorang hanya berniat untuk berbuat ilhad (penyimpangan) di Tanah Haram, padahal ia masih berada di ‘Adn Abyan, niscaya Allah akan menimpakan azab yang pedih kepadanya.”” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/241)
Artinya, sekedar berniat jahat di Tanah Haram saja sudah termasuk dosa besar. Inilah bentuk penghormatan tertinggi terhadap wilayah yang Allah sucikan.
3. Aturan dan Larangan Khusus di Tanah Haram
a. Dilarang Menumpahkan Darah atau Berperang
Rasulullah ﷺ bersabda saat Fathu Makkah:
إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحَرَامِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لاَ يُعْضَدُ شَوْكُهُ، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلاَ يُلْتَقَطُ لُقَطَتُهُ إِلاَّ لِمُعَرِّفٍ
“Sesungguhnya kota ini (Makkah) telah Allah haramkan sejak diciptakan langit dan bumi, dan tetap haram sampai hari kiamat: durinya tidak boleh dipotong, hewannya tidak boleh dikejutkan, dan barang temuan tidak boleh diambil kecuali oleh orang yang hendak mengumumkannya.”
(HR. Muslim no. 1353)
Imam Nawawi رحمه الله menjelaskan:
“Hadits ini juga menunjukkan keharaman berperang di dalamnya, menumpahkan darah, berbuat zalim, menebang pepohonannya, dan hal-hal semisalnya. Semua itu disepakati keharamannya, kecuali bila ada dalil yang membolehkannya, seperti mengusir orang kafir, memerangi pemberontak, menegakkan qishash, dan keadaan darurat syar‘i lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 9/151)
b. Dilarang Memotong Pohon dan Merusak Tanaman
Termasuk ranting, rumput, dan tumbuhan liar. Kecuali satu jenis: rumput idhkhir, karena digunakan penduduk Makkah untuk bangunan dan kubur.
Ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas:
“Kecuali idhkhir, karena digunakan oleh para pandai besi dan tukang rumah.”
(HR. Bukhari no. 1833)
c. Dilarang Berburu Binatang
Allah menjadikan Tanah Haram sebagai tempat aman bagi makhluk hidup.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ أَنْ يَحْمِلَ السِّلَاحَ بِمَكَّةَ، وَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ أَنْ يَقْتُلَ بِهَا صَيْدً
“Tidak halal bagi seseorang membawa senjata di Makkah, dan tidak halal pula baginya membunuh hewan buruan di dalamnya.” (HR. Bukhari no. 1736)
Namun beliau memberi pengecualian:
“Lima hewan fasik boleh dibunuh di Tanah Haram: tikus, kalajengking, burung gagak, elang, dan anjing gila.”
(HR. Bukhari no. 1829, Muslim no. 1198)
d. Dilarang Mengambil Barang Temuan (Luqathah)
Barang yang jatuh di Tanah Haram tidak boleh diambil kecuali untuk diumumkan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang temuan di Tanah Haram tidak boleh diambil kecuali oleh orang yang akan mengumumkannya.”
(HR. Bukhari no. 1510)
Tujuannya agar tidak menimbulkan perebutan dan fitnah, serta menjaga amanah di wilayah suci.
e. Dilarang Dimasuki Orang Kafir
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا
“Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini.”
(QS. At-Taubah: 28)
f. Tidak Boleh Berihram Umrah dari Dalam Makkah
Bagi jamaah yang sudah di Makkah dan ingin umrah tambahan, harus keluar ke tanah halal (misalnya Tan‘im) sebelum berihram.
Dalilnya, hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha:
Nabi ﷺ bersabda kepada Abdurrahman:
اخْرُجْ بِأُخْتِكَ مِنَ الْحَرَمِ، فَلْتُهِلَّ بِعُمْرَةٍ
“Keluarlah bersama saudaramu dari Tanah Haram, lalu hendaklah ia berihram untuk umrah.”
(HR. Bukhari no. 1215, Muslim no. 1211)
g. Makruh Mengambil Tanah atau Batu Tanah Haram
Sebagian jamaah tergoda membawa pulang tanah atau debu Makkah. Padahal, para ulama salaf melarang hal itu.
Sikap aman: jangan ambil apa pun dari tanah suci, cukup bawa pulang ketaatan dan doa.
4. Sikap Salaf terhadap Larangan di Tanah Haram
Ada 2 hal yang sangat ditekankan ketika kita berada di tanah haram:
1. Mengagungkan syiar Allah
Allah berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Barang siapa mengagungkan syiar Allah, maka itu tanda ketakwaan hati.”
(QS. Al-Hajj: 32)
Maka, menjaga aturan Tanah Haram adalah bagian dari takwa. Tidak berlebihan (ghuluw).
Para salaf melarang menambah-nambah ritual atau keyakinan di Tanah Haram tanpa dalil.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
“Hati-hatilah kalian dari berlebih-lebihan dalam agama. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama.”
(HR. Ahmad no. 1851, an-Nasā’ī no. 3057, Ibnu Mājah no. 3029 — hadits shahih)
Artinya, jangan melakukan ibadah baru atau mengambil benda dari Makkah dengan keyakinan tertentu — cukup ikuti apa yang diajarkan Rasul ﷺ.
5. Implikasi Praktis untuk Jamaah Umrah
- Pahami batas wilayah Tanah Haram sebelum melakukan aktivitas.
- Jangan merusak tanaman, membunuh hewan, atau mengambil barang temuan.
- Jangan berihram umrah dari dalam Makkah; keluarlah ke Tan’im.
- Hindari mengambil tanah atau batu dari kawasan suci.
- Jagalah ucapan dan niat, karena dosa sekecil apa pun di sana lebih berat.
- Perbanyak dzikir, doa, dan istighfar, itu lebih berharga dari oleh-oleh apa pun.
Penutup
Tanah Haram bukan tempat wisata spiritual; ia adalah wilayah suci yang menuntut adab, bukan hanya semangat ibadah. Dalam pandangan Salaf, menghormati batas Tanah Haram adalah bagian dari ketundukan kepada Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“Antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.”
(HR. Bukhari no. 1196)
Begitu tinggi kemuliaan tempat ini, sehingga tidak layak dinodai oleh kelalaian atau dosa kecil sekali pun.
Maka, wahai para tamu Allah, jagalah adab di Tanah Haram. Sucikan niat, tundukkan diri, dan muliakan tempat yang Allah muliakan.
Semoga setiap langkah kita di bumi suci ini menjadi saksi ketundukan, dan setiap doa yang terucap dikabulkan dan menjadi alasan diampuninya dosa-dosa.
Wallahu a’lam bis showab …
Oleh: Abu Haneen
Team redaksi: Miqdad Al Kindi, LC
