Sunnah-Sunnah Berangkat Safar: Panduan Praktis bagi Jamaah Umrah

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 30 Oktober 2025, 16:09:43

 

Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....

Ketika langkah kaki kita hendak mulai menjejak menuju Tanah Suci untuk menunaikan ibadah umrah, janganlah kita hanya membawa bekal lahiriah seperti tiket, paspor, atau uang saku. Lebih utama dari itu adalah mempersiapkan bekal ilmu dan iman, yang akan menuntun setiap langkah kita agar perjalanan ini menjadi perjalanan yang diridhai Allah ﷻ.

Salah satu bentuk persiapan ilmu dan iman itu adalah dengan mengamalkan sunnah-sunnah yang diajarkan Rasulullah ﷺ sebelum berangkat safar. Sunnah-sunnah ini bukan sekedar rutinitas, tetapi merupakan sarana agar hati kita terjaga, doa-doa kita terkabul, dan perjalanan kita dipenuhi berkah.

Dalam panduan ini, kami akan membahas sunnah-sunnah berangkat safar secara lengkap, disertai dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits, penjelasan para ulama. Setiap poin disusun agar jamaah umrah —baik yang baru pertama kali maupun yang sudah berulang kali— dapat memahami dan mengamalkan sunnah ini dengan mudah dan tepat, sehingga perjalanan ibadah tidak hanya fisik, tetapi juga penuh dengan kekuatan spiritual.

 

Sunnah-Sunnah Berangkat Safar

Diantara sunnah-sunnah safar adalah:

1. Memperbanyak Taubat dan Meminta Maaf Sebelum Safar

Sebelum meninggalkan rumah menuju Tanah Suci, hendaknya seorang Muslim memperbanyak istighfar dan bertaubat dari segala bentuk dosa dan kemaksiatan. Safar menuju Baitullah bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan hati menuju pengampunan Allah ﷻ.

Perbanyaklah memohon ampunan, menyesali dosa-dosa masa lalu, dan bertekad untuk memperbaiki diri. Selain itu, mintalah maaf kepada sesama atas kesalahan dan kezhaliman yang pernah terjadi, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun urusan muamalah. Jangan biarkan kita membawa hak orang lain dalam perjalanan menuju rumah Allah, karena dosa kepada manusia hanya bisa dihapus dengan kerelaan dan permintaan maaf.

2. Menyelesaikan Urusan Dunia Sebelum Berangkat

Termasuk sunnah yang agung sebelum berangkat safar adalah menyelesaikan segala tanggungan dan urusan duniawi agar hati tenang dalam beribadah. Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk menunaikan hak-hak orang lain sebelum bepergian.

Maka:

  1. Lunasilah utang sesuai kemampuan, atau tunjuklah seseorang yang dapat menjadi wakil untuk melunasinya bila kita belum sempat.
  2. Kembalikan barang titipan kepada pemiliknya.
  3. Tulis wasiat dengan jelas, agar tidak menyisakan fitnah atau perselisihan setelah kita wafat.
  4. Berikan nafkah yang cukup kepada keluarga yang ditinggalkan, karena itu termasuk tanggung jawab syar’i.

Semuanya dilakukan dengan kesadaran bahwa safar bisa jadi pertemuan terakhir dengan dunia. Tidak ada yang tahu kapan ajal menjemput, sebagaimana firman Allah ﷻ:

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang mengetahui apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada seorang pun yang mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

(QS. Luqmān: 34)

Maka, berangkatlah dalam keadaan bersih dari dosa, bebas dari tanggungan, dan tenang dari urusan dunia, agar hati benar-benar siap menyambut panggilan Allah dengan khusyuk dan ikhlas.

3. Memilih Teman Perjalanan yang Saleh

Salah satu hal penting yang sering diabaikan sebelum berangkat safar adalah memilih teman perjalanan yang baik dan saleh. Perjalanan menuju Tanah Suci bukan sekedar perjalanan wisata, melainkan ibadah yang membutuhkan lingkungan yang mendukung keikhlasan dan ketaatan.

Carilah sahabat safar yang mengerti agama, berakhlak baik, dan memiliki semangat ibadah. Karena teman yang baik akan mengingatkan saat kita lalai, menolong saat kita kesulitan, dan menenangkan hati saat ujian datang. Rasulullah ﷺ bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu berada di atas agama teman dekatnya. Maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan dengan siapa ia berteman.”

(HR. Abu Dawud no. 4833, at-Tirmidzi no. 2378)

Beliau ﷺ juga bersabda:

لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا، وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ

“Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang beriman, dan janganlah yang memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.”

(HR. Abu Dawud no. 4832, at-Tirmidzi no. 2395)

Bersahabat dengan orang saleh di perjalanan adalah sarana menuju hidayah dan penjagaan dari dosa. Sebaliknya, teman yang buruk dapat menyeret kepada kelalaian dan perbuatan sia-sia. Karena itu, pilihlah rekan perjalanan yang dapat menjadi penolong dalam ketaatan dan pengingat dalam ketakwaan.

4. Mengangkat Pemimpin dalam Rombongan Safar

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا كَانَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ، فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

“Apabila ada tiga orang yang keluar untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antara mereka sebagai pemimpin.”

(HR. Abu Dawud no. 2608, dari Abu Sa‘id al-Khudri, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud)

Pemimpin rombongan ini bukan untuk berkuasa, melainkan untuk menjaga keteraturan, kebersamaan, dan persatuan hati selama perjalanan. Ia bertugas mengatur keputusan bersama, mengoordinasikan kebutuhan jamaah, dan menjadi penghubung dalam musyawarah.

Karena itu, hendaknya pemimpin safar dipilih dari orang yang berakhlak baik, bersikap lembut, tidak egois, dan mudah bergaul dengan sesama. Demikian pula, carilah teman-teman perjalanan yang saleh dan beradab, karena safar adalah ujian akhlak yang sebenarnya, di situlah terlihat kesabaran, keikhlasan, dan kasih sayang seseorang terhadap saudaranya.

5. Berangkat pada Hari Kamis

Rasulullah ﷺ memiliki kebiasaan untuk memulai perjalanan pada hari Kamis. Hal ini diriwayatkan oleh Ka'ab bin Malik radhiyallahu 'anhu:

خَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ إِلَى تَبُوكَ يَوْمَ خَمِيسٍ وَكَانَتْ سُنَّتُهُ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ خَمِيسٍ

"Bahwasanya Nabi ﷺ keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk keluar (bepergian) pada hari Kamis."

(HR. Al-Bukhari no. 2949)

Disunnahkan untuk mengikuti kebiasaan ini jika memungkinkan, karena Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik bagi umat Islam.

6. Berpamitan kepada Keluarga dan Orang yang Ditinggalkan

Ketika melepas seseorang yang akan bepergian, Rasulullah ﷺ biasa mengucapkan doa:

أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ، وَأَمَانَتَكَ، وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ

“Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah.”

(HR. Abu Dawud no. 2606, at-Tirmidzi no. 3442, dan disahihkan oleh al-Albani)

Doa ini berisi permohonan agar Allah menjaga agama orang yang bepergian, melindungi amanahnya, serta meneguhkan akhir amalnya di atas kebaikan dan keimanan.

Ketika ada sahabat yang meminta nasihat karena hendak safar, Rasulullah ﷺ memberikan wasiat indah:

زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ

“Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan, mengampuni dosamu, dan memudahkanmu melakukan kebaikan di mana pun engkau berada.”

(HR. at-Tirmidzi no. 3445, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)

Ini menunjukkan bahwa doa dan saling menasihati dalam kebaikan sebelum berpisah adalah bagian dari sunnah yang membawa keberkahan dan cinta karena Allah.

Adapun bagi orang yang akan berangkat, disunnahkan pula untuk mendoakan keluarga yang ditinggalkan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

أَسْتَوْدِعُكُمُ اللَّهَ الَّذِي لَا تَضِيعُ وَدَائِعُهُ

“Aku menitipkan kalian kepada Allah, Dzat yang tidak akan menyia-nyiakan titipan-Nya.”

(HR. Ahmad no. 18392, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)

Doa ini menjadi simbol penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah ﷻ bahwa hanya Dia-lah sebaik-baik penjaga. Musafir yang berpamitan dengan doa ini akan meninggalkan keluarga dalam keadaan hati yang tenang dan penuh tawakkal.

7. Memulai Perjalanan di Waktu Pagi

Rasulullah ﷺ bersabda:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا

"Ya Allah, berkahilah umatku pada pagi harinya."

(HR. Abu Dawud no. 2606, at-Tirmidzi no. 1212)

Hadits ini menunjukkan keutamaan memulai aktivitas di pagi hari, termasuk dalam hal safar. Dengan memulai perjalanan di pagi hari, kita berharap mendapatkan keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

8. Membaca Doa Sebelum Berangkat

Sebelum memulai perjalanan, disunnahkan untuk membaca doa:

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ 

“Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya) 

(HR. Abu Daud no. 5095 dan Tirmidzi no. 3426, dari Anas bin Malik. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1605.)

Dan dilanjut doa:

بِسْمِ اللهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى

اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

"Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah. Mahasuci Dzat yang menundukkan kendaraan ini bagi kami padahal kami tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.

Ya Allah, kami mohon kepada-Mu kebaikan dan ketakwaan dalam perjalanan ini serta amal yang Engkau ridhai. Ya Allah, mudahkanlah perjalanan kami ini, ringankanlah jaraknya, jadilah Engkau sahabat kami dalam perjalanan dan pelindung bagi keluarga yang kami tinggalkan. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, pemandangan yang menyedihkan, dan keburukan tempat kembali pada harta dan keluarga." (HR. Muslim no. 1342)

 

Penutup: Menjadikan Sunnah Sebagai Bekal Iman

Setiap perjalanan adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan mengamalkan sunnah-sunnah berangkat safar, kita tidak hanya mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ, tetapi juga memohon keberkahan dan perlindungan-Nya dalam setiap langkah perjalanan kita.

Semoga perjalanan umrah kita menjadi perjalanan yang penuh berkah, dan kita senantiasa diberikan taufik untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ dalam setiap aspek kehidupan kita.

 

Wallahu a’lam bis showab....

 

 

 

Oleh: Abu Haneen

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id