Sunnah-Sunnah Ketika Pulang dari Safar

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 30 Oktober 2025, 16:45:07

 

Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....

Perjalanan jauh (safar) adalah bagian dari kehidupan seorang mukmin. Dalam safar terkadang terdapat ujian, lelah, dan pengalaman yang mendewasakan. Rasulullah ﷺ sendiri adalah orang yang paling banyak bersafar dalam jihad, dakwah, dan haji. Namun menariknya, beliau tidak hanya mengajarkan adab saat berangkat safar, tetapi juga sunnah ketika pulang dari safar.

Kepulangan bukan sekedar akhir dari perjalanan, melainkan momen syukur dan refleksi: apakah safar itu membawa kita lebih dekat kepada Allah, atau justru melalaikan kita? Karena itu, Rasulullah ﷺ memberikan tuntunan yang indah; mengubah momen kepulangan menjadi ibadah penuh keberkahan.

 

1. Memulai dengan Masuk ke Masjid dan Shalat Dua Rakaat

Di antara sunnah yang paling utama ketika tiba di kampung halaman adalah menuju masjid terlebih dahulu sebelum ke rumah. Rasulullah ﷺ selalu melakukannya.

Diriwayatkan dari Ka‘ab bin Malik رضي الله عنه beliau berkata:

أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، بَدَأَ بِالْمَسْجِدِ فَرَكَعَ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ

“Bahwasanya Rasulullah ﷺ apabila datang dari safar, beliau memulai (kedatangannya) dengan menuju masjid, lalu salat dua rakaat di dalamnya.”

(HR. Al-Bukhārī, no. 3088; Muslim, no. 716)

Para ulama menjelaskan, hikmah dari shalat dua rakaat ini adalah ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan selama perjalanan. Selain itu, masjid adalah tempat pertama yang dikunjungi seorang mukmin, karena hatinya selalu terikat dengan rumah Allah.

Syaikh Ibn Bāz رحمه الله berkata:

“Sunnah bagi seorang musafir jika kembali dari safar adalah mendatangi masjid terdekat dan shalat dua rakaat sebagai bentuk syukur kepada Allah dan mengikuti sunnah Nabi ﷺ.”

(Majmū‘ Fatāwā Ibn Bāz, 11/409)

 

2. Mengucapkan Doa Kepulangan

Ketika kendaraan kembali ke kota atau kampung, disyariatkan membaca dzikir dan doa yang sama seperti saat berangkat, namun ditambah dengan pujian atas keselamatan.

Nabi ﷺ bersabda dalam hadits yang shahih:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا قَفَلَ مِنَ الْغَزْوِ أَوِ الْحَجِّ أَوِ الْعُمْرَةِ، كَبَّرَ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ مِنَ الْأَرْضِ ثَلَاثَ تَكْبِيرَاتٍ، ثُمَّ قَالَ

لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، آيِبُونَ، تَائِبُونَ، عَابِدُونَ، سَاجِدُونَ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

Adalah Nabi ﷺ, apabila kembali dari peperangan, haji, atau umrah, beliau bertakbir (mengucapkan ‘Allāhu akbar’) di setiap tempat yang tinggi sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengucapkan:

“Tiada ilah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Kami kembali dengan bertaubat, beribadah, bersujud, dan memuji Tuhan kami.”

(HR. Al-Bukhārī no. 3084; Muslim no. 1344)

Kalimat “آيِبُونَ تَائِبُونَ” (kami kembali dalam keadaan bertaubat) mengingatkan kita agar safar tidak menjadi pelarian dari ibadah, tetapi bagian dari perjalanan menuju taubat dan ketaatan yang lebih tinggi.

 

3. Tidak Masuk Rumah di Malam Hari Secara Mendadak

Rasulullah ﷺ melarang para sahabat untuk tiba-tiba masuk rumah di malam hari jika tidak ada pemberitahuan sebelumnya.

Dari Jābir bin ‘Abdillāh رضي الله عنهما, ia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ ﷺ أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلًا، يَتَخَوَّنُهُمْ، أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ

“Nabi ﷺ melarang seseorang mendatangi keluarganya di malam hari (secara mendadak), karena dikhawatirkan menimbulkan kecurigaan atau memergoki hal yang tidak disukainya.”

(HR. Al-Bukhārī no. 5243; Muslim no. 715)

Namun jika kedatangan sudah diberitahukan sebelumnya dan keluarga siap menyambut, maka tidak mengapa pulang malam.

Syaikh Al-‘Utsaimīn رحمه الله menjelaskan:

“Larangan itu bukan karena waktu malamnya, tetapi karena unsur mengejutkan dan tidak adanya persiapan dari keluarga. Jika telah dikabarkan dan mereka siap, maka boleh.”

(Syarh Riyāḍ aṣ-Ṣāliḥīn, 4/85)

 

4. Mengabarkan Kepulangan dan Menyambung Silaturahmi

Salah satu adab yang baik adalah memberi kabar kepulangan agar keluarga dapat mempersiapkan penyambutan dengan tenang. Islam adalah agama yang menjaga perasaan dan keharmonisan keluarga.

Selain itu, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi.”

(HR. Al-Bukhārī no. 5986; Muslim no. 2557)

Pulang dari safar adalah momen ideal untuk memperbarui ikatan keluarga dan menghidupkan silaturahmi yang mungkin renggang karena jarak.

 

5. Membawa Oleh-Oleh (Hadiah) untuk Keluarga

Meski sederhana, membawa hadiah dari safar merupakan sunnah yang penuh makna. Ia melambangkan kasih sayang, penghargaan, dan rasa syukur atas selamatnya perjalanan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

تَهَادَوْا تَحَابُّوا

“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.”

(HR. Al-Bukhārī dalam al-Adab al-Mufrad, no. 594; hasan menurut Al-Albānī)

Hadiah tidak diukur dari nilainya, tetapi dari niat dan perhatian yang menyertainya. Bahkan Nabi ﷺ menerima hadiah yang sederhana sekalipun.

 

 

6. Memperbanyak Do'a, Dzikir dan Istighfar Setelah Kepulangan

Safar (perjalanan jauh) adalah suatu hal yang menyulitkan dan melelahkan. Namun di saat semacam itu, Allah memberikan kita kesempatan untuk banyak berdo’a dan di situlah waktu mustajab, mudah dikabulkan do’a. Maka dari itu, kita sangat perlu untuk memperbanyak do'a dalam waktu mustajab seperti saat sedang safar.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

Tiga waktu diijabahi (dikabulkan) do’a yang tidak diragukan lagi yaitu: (1) do’a orang yang terzholimi, (2) do’a seorang musafir, (3) do’a orang tua pada anaknya.” (HR. Ahmad 12/479 no. 7510, At Tirmidzi 4/314 no. 1905, Ibnu Majah 2/1270 no. 3862. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini)

Rasulullah ﷺ tidak pernah lalai dari dzikir, bahkan setelah perjalanan pun beliau tetap memuji Allah atas selamatnya perjalanan dan memohon ampun atas kekurangan selama safar.

Allah Ta‘ālā berfirman:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi diri mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.”

(QS. Al-Ḥajj: 28)

Setiap safar memiliki manfaat duniawi dan ukhrawi. Maka, dzikir dan istighfar menjadi kunci untuk menjaga kemurnian niat dan keberkahan hasil perjalanan.

 

Penutup

Kepulangan dari safar bukan sekedar “akhir perjalanan”, tapi awal dari ketaatan yang diperbaharui. Dalam sunnah Nabi ﷺ, setiap momen kehidupan memiliki nilai ibadah termasuk pulang dari bepergian.

Sunnah-sunnah seperti shalat dua rakaat di masjid, membaca doa kepulangan, tidak mengejutkan keluarga, bersedekah, dan menyambung silaturahmi, semuanya mengandung hikmah besar: menjadikan perjalanan dunia menuju perjalanan akhirat yang lebih selamat.

Maka, marilah kita jadikan setiap safar sebagai ladang amal, dan setiap kepulangan sebagai tanda syukur kepada Rabbul ‘Ālamīn.

Kita berdoa kepada Allah agar menjadikan setiap perjalanan kita berkah, aman, dan menghapus dosa, serta mengembalikan kita ke rumah dengan hati yang lebih bersih dan iman yang lebih kuat.

 

Wallahu a’lam bis showab ....

 

 

Oleh: Abu Haneen 

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

 

 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id