Makam Abu Bakar & Umar رضي الله عنهما

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 26 November 2025, 12:08:29

 

Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....

Di balik kubah hijau yang meneduhkan di Masjid Nabawi, tersimpan sejarah paling mulia di bumi: tiga manusia terbaik yang dikumpulkan Allah dalam satu tempat; Rasulullah ﷺ, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar ibn al-Khaththab raḍiyallahu ‘anhuma.

Tiga insan yang bersama dalam dakwah, jihad, air mata, dan cinta karena Allah Ta'ala, hingga dikumpulkan pula dalam liang yang sama, di rumah kecil milik ‘Aisyah رضي الله عنها, di sisi Masjid Nabawi di kota Madinah Al-Munawwaroh.

Tidak ada simbol ukhuwah dan keimanan yang lebih agung daripada ini.

 

Dimakamkannya Rasulullah ﷺ

Ketika Rasulullah ﷺ wafat, para sahabat berbeda pendapat: di mana beliau hendak dimakamkan? Sebagian mengusulkan di Masjid, sebagian di Baqī‘. Maka Abu Bakar ash-Shiddīq berkata:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: مَا قُبِضَ نَبِيٌّ إِلَّا دُفِنَ حَيْثُ يُقْبَضُ

“Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

‘Tidaklah seorang nabi dimakamkan kecuali di tempat ia meninggal dunia.’”

(HR. Tirmidzi no. 1018)

Maka para sahabat pun menggali kubur beliau di tempat wafatnya di kamar ‘Aisyah رضي الله عنها. Di situlah kemudian terbentang Hujrah Syarīfah, salah satu tempat mulia di muka bumi ini.

 

Abu Bakar As-Shiddiq رضي الله عنه : Sahabat Sejati Hingga Akhir

Dua tahun setelah wafatnya Nabi ﷺ, Abu Bakar sakit keras. Dalam detik-detik terakhir, beliau berkata kepada putrinya, ‘Aisyah:

“Wahai anakku, kuburkan aku di samping sahabatku (Rasulullah ﷺ).”

‘Aisyah pun menerima dengan penuh cinta. Tatkala Abu Bakar wafat, dibuatlah liang kubur di sisi kanan makam Rasulullah ﷺ, dengan posisi kepala sejajar dengan bahu Nabi ﷺ — sebagaimana diriwayatkan oleh ath-Ṭabarī.

Begitulah Allah memuliakan sahabat yang paling jujur, ash-Shiddīq, yang menemani Nabi ﷺ dalam hijrah, peperangan, dan seluruh perjalanan dakwah.

 

Umar bin Al-Khaththab رضي الله عنه : Pemimpin Kebenaran yang Dirindukan

Beberapa tahun kemudian, Umar ibn al-Khaththab terluka parah karena tikaman Abu Lu’lu’ah al-Majusi saat shalat Subuh. Dalam keadaan sekarat, beliau berkata kepada putranya, ‘Abdullah:

“Pergilah kepada ‘Aisyah Ummul Mu’minin, sampaikan salamku, dan mintakan izin agar aku dimakamkan bersama dua sahabatku. Jangan katakan ‘Amirul Mukminin’, karena hari ini aku bukan lagi pemimpin kaum mukminin.”

‘Abdullah pun pergi dan menyampaikan pesan itu. Ia mendapati ‘Aisyah sedang menangis. Setelah mendengar permintaan Umar, beliau berkata:

“Dulu tempat itu aku ingin untuk diriku sendiri, tapi hari ini aku mendahulukan Umar atas diriku.”

Ketika ‘Abdullāh kembali dan menyampaikan kabar izin itu, Umar mengangkat tangan dan berkata:

“Alhamdulillah... Tidak ada hal yang lebih aku harapkan daripada ini.”

(HR. al-Bukhārī no. 3700)

Maka dimakamkanlah Umar di sisi Abu Bakar رضي الله عنهما.

Inilah tiga kubur sejajar yang kini berada di dalam Hujrah Syarīfah, di bawah kubah hijau, tempat termulia di Madinah al-Munawwarah.

 

Mengapa Mereka Ingin Dimakamkan di Sana?

Keinginan untuk dimakamkan dekat dengan orang-orang shalih adalah kebiasaan para ulama dan ahli ibadah terdahulu. Mereka berharap rahmat yang turun kepada orang shalih juga menyentuh mereka yang berdekatan.

Apalagi bila itu berarti berdekatan dengan sebaik-baik makhluk Allah ﷺ.

Ibnu Batthal رحمه الله berkata:

“Umar meminta izin kepada ‘Āisyah karena tempat itu adalah rumah miliknya, dan ia memiliki hak atasnya. Ia berhak untuk memanfaatkannya bagi dirinya, namun ia mendahulukan Umar atas dirinya sendiri.

‘Āisyah juga pernah bermimpi tiga bulan yang jatuh ke pangkuannya. Ketika menceritakannya kepada ayahnya, Abu Bakar berkata: ‘Salah satunya adalah Rasulullah ﷺ, dan beliau yang terbaik di antara ketiganya.’ Maka ketika Nabi ﷺ wafat dan dimakamkan di rumahnya, terbuktilah tafsir mimpi itu.”

Ibnu Batthal menambahkan:

“Dari sini dipahami bahwa disunnahkan berusaha untuk dimakamkan di dekat orang-orang shalih, agar mendapat limpahan rahmat yang turun kepada mereka, atau berharap mendapat doa dari para peziarah yang datang berziarah ke makam mereka.”

(Syarh Sahih al-Bukhari, 3/380)

Bahkan Nabi Musa عليه السلام pun memohon kepada Allah:

“Ya Allah, dekatkanlah aku ke Tanah Suci sejauh lemparan batu.”

(HR. al-Bukhari no. 1399, Muslim no. 2372)

Ibnu Batthal menjelaskan:

“Makna permintaan Musa untuk didekatkan ke Tanah Suci adalah karena keutamaan tempat itu yang dihuni oleh para nabi dan orang-orang shalih. Ia berharap bisa berdekatan dengan mereka dalam kematian sebagaimana dalam kehidupan.”

Ibnu Qudamah رحمه الله berkata:

“Disunnahkan dimakamkan di pemakaman yang banyak terdapat orang-orang shalih dan para syuhada, agar mendapat berkah mereka, sebagaimana di tempat-tempat yang mulia.”

(al-Mughnī, 2/380)

Al-Buhuti رحمه الله juga menegaskan:

“Disunnahkan pula dimakamkan di tempat yang banyak orang shalihnya, agar mendapat berkah mereka. Karena itu Umar meminta agar dimakamkan di sisi kedua sahabatnya dan memohon izin kepada ‘Āisyah hingga beliau mengizinkannya.”

(Kasyf al-Qinā‘, 2/142)

 

Makna Spiritual di Balik Pemakaman Ini

1. Tanda Keutamaan Dua Sahabat Agung

Rasulullah ﷺ bersabda:

اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ

“Ikutilah dua orang setelahku: Abu Bakar dan Umar.”

(HR. Tirmidzi no. 3662, hasan sahih)

Maka sebagaimana mereka menjadi pendamping Nabi ﷺ dalam hidupnya, Allah pun menakdirkan keduanya sebagai pendamping beliau di alam kubur.

2. Simbol Kepemimpinan dan Kesetiaan

Abu Bakar mewakili ash-shiddīqiyyah, keimanan tanpa ragu.

Umar mewakili al-fārūqiyyah, ketegasan dalam kebenaran.

Dua pilar ini menopang umat hingga hari ini.

3. Teladan dalam Ukhuwah Imaniyyah

Rasulullah ﷺ tidak dimakamkan bersama keluarganya, tetapi bersama sahabat-sahabatnya, pengingat bahwa persaudaraan karena iman lebih tinggi daripada hubungan darah.

 

Pelajaran dari keridhoan ‘Aisyah رضي الله عنها 

‘Aisyah bukan hanya Ummul Mu’minīn, tapi juga teladan dalam keikhlasan.

Beliau memiliki hak penuh atas rumah itu, bahkan berencana dimakamkan di sana. Namun ketika Umar memohon izin, beliau berkata:

“Aku dahulukan Umar atas diriku sendiri.”

Dan ternyata, ‘Āisyah pun telah bermimpi sebelumnya:

“Tiga bulan jatuh ke pangkuanku,” kisahnya kepada ayahnya, Abu Bakar.

Maka Abu Bakar berkata: “Yang pertama adalah Rasulullah ﷺ, dan ia yang terbaik di antara mereka.”

Dan terbukti, Nabi ﷺ, lalu Abu Bakar, lalu Umar.

 

Penutup

Di balik pagar berwarna  emas dan dinding hijau itu, tiga insan terbaik umat ini beristirahat dalam kedamaian.

Tidak perlu berlebih dalam ziarah, cukup hadirkan doa dan cinta yang lurus:

اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

جَزَاكُمُ اللَّهُ عَنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ خَيْرَ الْجَزَاءِ

“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah tercurah kepadamu, wahai Rasulullah.”

“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah tercurah kepadamu, wahai Abu Bakar ash-Shiddīq.”

“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah tercurah kepadamu, wahai Umar bin al-Khaththāb.”

“Semoga Allah membalas kalian bertiga dengan balasan terbaik atas jasa kalian terhadap umat Muhammad ﷺ.”

“Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan ridha-Mu kepada Nabi-Mu Muhammad ﷺ, kepada Abu Bakar ash-Shiddīq, dan kepada Umar al-Fārūq.”

Tiga sahabat, satu perjuangan, satu cinta, satu tempat, hingga Allah kumpulkan mereka kembali dalam surga yang luas.

 

Wallahu a’lam bis showab ....

 

 

Referensi:

Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī Ibnu Baṭṭāl 3/380

al-Mughnī Ibnu Qudāmah 2/380

Kasyf al-Qinā‘ al-Buhūtī 2/142

Islam Sual wa Jawab, fatwa no. 146927

 

 

 

Oleh: Abu Haneen 

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id