Perang Uhud: Sebuah Pelajaran dari Lembah Syuhada

Kategori : , Ditulis pada : 29 Mei 2025, 13:51:45

IMG-20250518-WA0004.jpg

Jabal Uhud dan sekitarnya menjadi salah satu destinasi ziarah utama dalam rangkaian perjalanan umrah dan haji. Di sanalah terjadi salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu Perang Uhud, yang menyimpan pelajaran agung tentang kesabaran, keta'atan, dan pengorbanan dalam membela agama Allah.

Dalam deretan peristiwa besar yang membentuk wajah Islam, Perang Uhud menempati posisi penting sebagai pengingat akan bahaya melalaikan perintah Rasul ﷺ, dan betapa mahalnya harga kemenangan jika keta'atan dikompromikan. Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan lembaran pelajaran bagi umat, khususnya bagi para jama'ah umrah yang menginjakkan kaki di medan Uhud, tempat syahidnya para pahlawan iman.

 

Latar Belakang Terjadinya Perang Uhud

Perang Uhud terjadi pada tahun ke-3 Hijriah, sebagai kelanjutan dari konfrontasi antara kaum Muslimin Madinah dan kaum Musyrikin Quraisy Makkah setelah Perang Badar. Kekalahan telak Quraisy dalam Perang Badar (2 H) menimbulkan dendam yang membara. Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy merancang serangan balasan besar-besaran untuk mengembalikan kehormatan mereka.

Jumlah pasukan Quraisy mencapai sekitar 3.000 orang dengan perlengkapan perang lengkap, dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb bergerak menuju Madinah, dilengkapi dengan 200 pasukan berkuda, 700 pasukan berzirah, serta wanita-wanita yang bertugas membakar semangat perang, seperti Hindun binti Utbah.

Tujuan mereka jelas, yaitu menghancurkan kekuatan kaum Muslimin dan merobohkan reputasi mereka di jazirah Arab.

Sementara kaum Muslimin hanya sekitar 700 orang, setelah sebagian munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay bin Salul mundur dari medan perang.

 

Musyawarah Rasulullah ﷺ dan Strategi Pertahanan

Rasulullah ﷺ mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Pendapat beliau adalah bertahan di Madinah dan menghadapi musuh dari dalam kota, namun para pemuda yang semangat jihadnya menyala meminta untuk keluar menghadapi musuh di luar kota. Rasulullah ﷺ mengalah pada keputusan mayoritas.

Pasukan Muslim keluar dengan jumlah 1.000 orang, namun 300 orang dari pasukan munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay bin Salul memutuskan mundur di tengah jalan. Maka tersisa 700 orang menghadapi ribuan pasukan musyrik Quraisy.

 

Strategi dan Awal Perang Penempatan Strategis dan Perintah Tegas Pemanah

Rasulullah ﷺ menempatkan pasukan pemanah di atas bukit kecil (Jabal Rumaah) untuk menjaga bagian belakang pasukan dan memerintahkan mereka dengan tegas:

لَا تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ، إِنْ رَأَيْتُمُونَا تُخْطَفُنَا الطَّيْرُ، فَلَا تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَوَطِئْنَاهُمْ، فَلَا تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ

“Jangan kalian tinggalkan posisi kalian, meskipun kalian melihat kami disambar burung-burung (dikalahkan), atau meskipun kalian melihat kami menang, jangan tinggalkan tempat kalian sampai aku mengutus kepada kalian.” (HR. al-Bukhari no. 3039, Muslim no. 1810)

 

Fase Awal Kemenangan: Quraisy Terkapar

Pertempuran dimulai dengan serangan dahsyat pasukan Muslim. Barisan kaum Quraisy porak poranda. Banyak yang terbunuh, dan sisa pasukan mereka mulai melarikan diri. 

Awalnya, kemenangan berpihak pada kaum Muslimin. Pasukan Quraisy porak-poranda. Kaum Muslimin mengira kemenangan sudah digenggam. Namun, momen euforia itu membawa bencana, ketika para pemanah melihat harta rampasan perang, mereka turun dari bukit, melanggar perintah Rasulullah ﷺ.

 

Kesalahan Fatal: Pemanah Tinggalkan Posisi

Melihat harta rampasan bertebaran di medan tempur, sebagian besar pasukan pemanah turun dari bukit meski telah dilarang Rasulullah ﷺ. Mereka tergoda dunia di tengah jihad.

 

Balik Keadaan dan Serangan Balasan

Khalid bin al-Walid, yang saat itu masih musyrik dan menjadi komandan pasukan berkuda Quraisy, memanfaatkan kelengahan ini. Ia memimpin serangan dari arah belakang dan membalikkan keadaan.

Kaum Muslimin terdesak, dan kekacauan menyebar. Rasulullah ﷺ sendiri terluka, gigi beliau patah, wajah beliau berdarah, dan beliau sempat jatuh ke dalam lubang.

كَسِرَتْ رَبَاعِيَّةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشُجَّ وَجْهُهُ، فَجَعَلَ يَسْلُتُ الدَّمَ عَنْهُ، وَيَقُولُ: كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ خَضَبُوا وَجْهَ نَبِيِّهِمْ وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ؟

"Gigi seri Nabi ﷺ patah, wajah beliau terluka. Beliau pun mengusap darah dari wajahnya seraya berkata: 'Bagaimana bisa beruntung suatu kaum yang memukuli wajah Nabi mereka, padahal beliau mengajak mereka kepada Allah?'" (HR. Muslim no. 1791)

فَمَا وَجَزَاكُمْ رَبُّكُمْ؟" فَقَالُوا: "غُفِرَ لَنَا"، قَالَ: لَكِنِّي وَاللَّهِ مَا أَغْفِرُ لَهُمْ

(Rasulullah ﷺ bersabda tentang kaum musyrikin setelah mereka menyakiti beliau): “Lalu apa balasan Rabb kalian untuk kalian?” Para sahabat menjawab: “(Semoga) kami diampuni.” Beliau bersabda: “Adapun mereka, demi Allah, aku tidak mengampuni mereka...” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 4913, beliau mensahihkannya sesuai syarat Muslim. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah al-Aḥādīṡ aṣ-Ṣaḥīḥah no. 3202)

IMG-20250518-WA0000.jpg

 

Syuhada Uhud: Di Antara Mereka Adalah Singa Allah

Lebih dari 70 sahabat gugur syahid dalam peperangan ini. Di antaranya adalah Sayyid Asy-Syuhada, Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu 'anhu, paman dan saudara sepersusuan Rasulullah ﷺ. Beliau dibunuh secara keji oleh Wahsyi atas perintah Hindun, istri Abu Sufyan. Dada Hamzah dibelah, hatinya dikeluarkan dan dikunyah.

Rasulullah ﷺ menangis tersedu saat melihat jasad beliau. Namun beliau tidak membalas kebiadaban itu dengan kejahatan serupa.

Mush’ab bin ‘Umair, gugur dengan memegang bendera Islam setelah dikira sebagai Rasulullah ﷺ karena kemiripan fisik.

Anas bin an-Nadhr, yang syahid setelah berkata, "Aku mencium bau surga dari balik Uhud!"

 

Pasukan Muslim Mundur dan Quraisy Tidak Mengejar

Pasukan Muslim terpaksa mundur ke sisi gunung. Abu Sufyan tidak meneruskan serangan karena khawatir akan adanya pasukan tambahan dari Madinah. Quraisy menyatakan kemenangan dan kembali ke Mekkah.

 

Turunnya Wahyu Sebagai Evaluasi dan Teguran

Allah ta'ala menurunkan ayat-ayat dalam Surat Ali ‘Imran sebagai evaluasi terhadap peristiwa ini:

وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ ٱللَّهُ وَعْدَهُۥٓ إِذْ تَحُسُّونَهُم بِإِذْنِهِۦ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَـٰزَعْتُمْ فِى ٱلْأَمْرِ وَعَصَيْتُم مِّنۢ بَعْدِ مَآ أَرَىٰكُم مَّا تُحِبُّونَ ۚ مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلْـَٔاخِرَةَ ۚ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ ۖ وَلَقَدْ عَفَا عَنكُمْ ۗ وَٱللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ

"Sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya, sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan durhaka setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menginginkan dunia dan di antaramu ada orang yang menginginkan akhirat. Kemudian Dia memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu. Dan sungguh, Dia telah memaafkan kamu. Allah adalah Pemilik karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Āli ‘Imrān: 152)

Ayat ini menegur, mendidik, dan menanamkan kesadaran bahwa kemenangan datang bersama keta'atan, dan kekalahan adalah buah dari pelanggaran.

Allah juga menegaskan bahwa kejadian ini sebagai uji keimanan dan penjernih barisan:

مَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَذَرَ ٱلْمُؤْمِنِينَ عَلَىٰ مَآ أَنتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ ٱلْخَبِيثَ مِنَ ٱلطَّيِّبِ ۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى ٱلْغَيْبِ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يَجْتَبِى مِن رُّسُلِهِۦ مَن يَشَآءُ ۖ فَـَٔامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ ۚ وَإِن تُؤْمِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia membedakan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepadamu hal yang gaib, tetapi Allah memilih siapa yang Dia kehendaki di antara rasul-rasul-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.” (QS. Āli ‘Imrān: 179)

 

Pelajaran Abadi dari Perang Uhud

Keta'atan kepada Rasul adalah syarat kemenangan.

Godaan dunia di medan jihad bisa menjatuhkan umat.

Disiplin militer adalah bagian dari ibadah.

Syuhada memiliki tempat tinggi dalam Islam.

Allah menguji umat dengan kekalahan agar hati mereka terarah kepada-Nya.

IMG-20250518-WA0005.jpg

 

Ziarah ke Lokasi Perang Uhud yang Penuh Ibrah

Bagi para jama'ah umrah, mengunjungi Gunung Uhud dan Makam Syuhada bukanlah sekadar wisata sejarah. Ia adalah perjalanan spiritual. Setiap langkah di tanah itu mengingatkan bahwa Islam tidak ditegakkan dengan kenyamanan, tapi dengan darah dan air mata orang-orang shalih yang mengorbankan segalanya untuk Allah dan Rasul-Nya.

Kini, kompleks Makam Syuhada Uhud menjadi tempat ziarah yang penuh makna. Saat berkunjung ke sana, umat Islam diajak untuk:

  • Mengingat pengorbanan para sahabat.
  • Merenungkan akibat buruk dari. pelanggaran terhadap perintah Nabi ﷺ
  • Meneladani kesabaran, keberanian, dan sikap tawakal dalam perjuangan menegakkan Islam.

Ketika menziarahi kuburan orang salih kita disunnahkan untuk mengucapkan:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، إِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

"Semoga keselamatan terlimpah atas kalian, wahai penghuni negeri (kubur), dari kalangan mukminin dan muslimin. Dan sungguh, kami – insya Allah – akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan kalian." (HR. Muslim no. 975)

Semoga Allah menghimpun kita bersama mereka dalam surga-Nya yang kekal, aamiin.

 

Penutup

Perang Uhud bukan sekadar kekalahan militer, tetapi kemenangan nilai-nilai. Ia menunjukkan bahwa kejayaan Islam bukanlah soal jumlah atau kekuatan fisik semata, tapi keta'atan kepada wahyu dan Rasulullah ﷺ.

Dalam konteks umrah dan ziarah, mengingat Perang Uhud di medan syuhada bukan sekadar nostalgia sejarah, melainkan pelajaran spiritual yang menancap dalam hati setiap peziarah yang mengerti maknanya.

 

Sumber Referensi:

Ar-Raheeq Al-Makhtum, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri

Fath al-Bārī, Ibnu Hajar

Ash-Shahih min Sirah an-Nabawiyah, Dr. Akram Dhiya’ al-‘Umari

Sīrah Nabawiyyah, Ibnu Hisyām

Zadul Ma’ad, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah

 

Oleh: Abu Haneen, Lc 

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id