Kitab Haji (Larangan Ihram, Denda dan Hadyu)
Bab Ketiga: Tentang Larangan Ihram, Denda, dan Hadyu
Poin Pertama: Larangan-Larangan Ihram
Yaitu hal-hal yang dilarang bagi orang yang sedang berihram secara syar‘i. Larangan-larangan ini ada sembilan, yaitu:
1. Memakai pakaian berjahit, yaitu pakaian yang dijahit mengikuti bentuk tubuh atau anggota badan seperti celana, baju, dan selainnya. Kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan kain sarung, maka boleh baginya memakai celana (darurat). Larangan ini khusus bagi laki-laki, sedangkan wanita boleh mengenakan pakaian apa saja yang ia kehendaki selama bukan cadar (النقاب) dan sarung tangan (القفازين), sebagaimana akan dijelaskan nanti.
2. Menggunakan wewangian di badan atau pakaian, atau dengan sengaja menghirupnya. Boleh baginya mencium aroma tanaman bumi yang harum secara alami (seperti bunga dan dedaunan), dan boleh juga menggunakan celak selama tidak mengandung wewangian.
3. Menghilangkan rambut dan kuku, baik laki-laki maupun perempuan. Namun boleh baginya mencuci kepala dengan lembut. Jika kukunya patah, maka boleh membuangnya.
4. Menutup kepala bagi laki-laki dengan sesuatu yang melekat langsung ke kepala, seperti topi atau sorban. Akan tetapi, boleh berteduh di dalam kemah, di bawah pohon, atau dengan payung bila diperlukan. Adapun wanita dilarang menutup wajah dengan cadar atau penutup yang dibuat sesuai ukuran wajah seperti niqab atau burqu’. Namun wajib menutup wajah dengan kerudung (الخمار) saat berada di hadapan laki-laki non-mahram. Wanita juga dilarang mengenakan sarung tangan, namun boleh mengenakan pakaian apapun yang cocok baginya. Siapa yang melakukan salah satu larangan ini —seperti memakai wewangian, menutup kepala, atau mengenakan pakaian berjahit— dalam keadaan tidak tahu, lupa, atau dipaksa, maka tidak ada kewajiban apa-apa atasnya, berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
عُفِيَ لأُمَّتِي الخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Umatku dimaafkan dari kesalahan, kelupaan, dan apa yang mereka dipaksa untuk melakukannya.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2043, al-Thabarani dalam al-Kabir (22/133), al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (7/356), al-Daraquthni (4/184), al-Hakim (2/198), al-Nasa’i dalam al-Kubra (4/234))
Maka bila orang yang tidak tahu menjadi tahu, orang yang lupa menjadi ingat, atau paksaan telah hilang, wajib baginya segera menghentikan pelanggaran tersebut.
5. Melangsungkan akad nikah, baik untuk diri sendiri maupun menjadi wakil bagi orang lain.
6. Melakukan hubungan suami istri secara langsung dalam kemaluan, ini membatalkan ibadah haji jika terjadi sebelum tahallul pertama, sekalipun telah wukuf di Arafah.
7. Bersentuhan selain di kemaluan seperti mencium, menyentuh, atau memandang dengan syahwat. Ini tidak membatalkan ibadah haji, namun termasuk larangan ihram.
8. Membunuh atau berburu binatang buruan darat. Namun diperbolehkan membunuh binatang-binatang jahat (الفواسق) yang diperintahkan Nabi ﷺ untuk dibunuh, baik di tanah halal maupun haram, bagi orang yang berihram maupun tidak. Yaitu:
- Gagak (الغراب)
- Tikus (الفأرة)
- Kalajengking (العقرب)
- Elang (الحدأة)
- Ular (الحية)
- Anjing buas (الكلب العقور)
Tidak diperbolehkan membantu membunuh binatang buruan darat, baik dengan isyarat maupun cara lain. Juga tidak boleh memakan daging buruan yang diburu untuk dirinya.
9. Memotong pohon atau tanaman di tanah haram, baik oleh orang yang berihram maupun tidak, kecuali jika tanaman itu membahayakan jalan atau tumbuh liar dan mengganggu.
Diperbolehkan memotong pohon ‘idzkhir (الإذخر) dan tanaman yang ditanam oleh manusia, karena hal ini disepakati para ulama.
Poin Kedua: Denda (Fidyah) atas Larangan-larangan Ihram
1. Untuk pelanggaran seperti:
- Mencukur rambut
- Memotong kuku
- Memakai pakaian berjahit
- Menggunakan wewangian
- Menutup kepala
- Keluarnya mani karena pandangan
- Bersentuhan dengan syahwat tanpa mengeluarkan mani
Dendanya adalah pilihan (takhyir) antara tiga:
- Puasa tiga hari, atau
- Memberi makan enam orang miskin, atau
- Menyembelih seekor kambing.
Berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Ka‘b bin ‘Ujrah saat beliau terganggu karena kutu di kepalanya:
احْلِقْ رَأْسَكَ، وَصُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، أَوْ أَطْعِمْ سِتَّةَ مَسَاكِينَ، أَوِ انْسُكْ شَاةً
“Cukurlah rambutmu, lalu berpuasalah tiga hari, atau berilah makan enam orang miskin, atau sembelihlah seekor kambing.”
Para ulama menganalogikan (qiyas) seluruh larangan lain yang tidak membatalkan haji pada hadits ini, karena sama-sama dilarang saat ihram.
2. Denda bagi yang Membunuh Binatang Buruan
Orang yang membunuh binatang buruan punya pilihan antara:
- Menyembelih binatang yang sejenis dengan buruan tersebut,
- Atau menaksir nilainya, lalu membeli makanan pokok sesuai jumlahnya, dan memberikannya kepada fakir miskin (satu orang miskin diberi satu mud gandum atau setengah sha‘ makanan lain seperti kurma atau jelai), atau puasa satu hari untuk setiap satu orang miskin yang harus diberi makan.
Berdasarkan firman Allah Ta‘ala:
وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا [المائدة: ٩٥]
“Barangsiapa di antara kalian membunuh binatang buruan dengan sengaja, maka dendanya adalah binatang ternak yang setara dengan buruan tersebut menurut putusan dua orang adil di antara kalian, sebagai hadyu yang dibawa ke Ka‘bah, atau membayar kafarah dengan memberi makan orang miskin, atau setara dengan itu dalam bentuk puasa.”
(QS. Al-Mā’idah: 95)
3. Denda atas Hubungan Suami Istri saat Haji
Jika terjadi sebelum tahallul pertama dan keluar mani (baik melalui persetubuhan, sentuhan, onani, atau pandangan), maka:
Haji menjadi batal, meskipun dilakukan karena lupa, tidak tahu, atau terpaksa.
Wajib atasnya:
- Menyembelih seekor unta (بدنة),
- Mengqadha haji pada tahun berikutnya,
- Bertaubat kepada Allah.
Jika terjadi setelah tahallul pertama, maka:
Tidak membatalkan haji, tetapi tetap wajib menyembelih seekor kambing.
4. Denda atas Akad Nikah saat Ihram
Tidak ada fidyah (denda), namun akad nikahnya tidak sah (fasid).
5. Denda atas Menebang Pohon atau Tanaman Tanah Haram
- Pohon kecil (secara 'urf) = wajib mengganti dengan menyembelih seekor kambing.
- Pohon besar = diganti dengan seekor sapi.
- Tanaman dan daunnya = diganti sesuai nilai pasarnya (karena ia adalah harta yang memiliki nilai).
Semua denda ini berlaku hanya jika dilakukan dengan sengaja.
Orang yang tidak tahu (جاهل) atau lupa (ناسٍ) tidak wajib membayar apapun.
Poin Ketiga: Tentang Hadyu dan Hukum-Hukumnya
Hadyu (الهدي) adalah hewan ternak yang dihadiahkan dan disembelih di Baitullah (Tanah Haram) dari jenis hewan ternak seperti unta, sapi, dan kambing, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Jenis-Jenis Hadyu:
1. Hadyu Tamattu’ dan Qirān
Yaitu hadyu yang wajib atas orang yang tidak tinggal di sekitar Masjidil Haram. Ini merupakan darah nusuk (ibadah sembelihan) dan bukan darah kompensasi (jabr), berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
"Maka barangsiapa yang melakukan umrah kemudian berhaji (tamattu’) maka wajib baginya menyembelih hadyu yang mudah (didapatkan).” (QS. Al-Baqarah: 196)
Jika ia tidak mendapatkan hewan hadyu atau tidak mampu membelinya, maka ia wajib berpuasa tiga hari di waktu haji, dan boleh dilakukan di hari-hari tasyriq, serta tujuh hari ketika telah kembali ke keluarganya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ
"Maka barangsiapa yang tidak mendapatkannya, maka (wajib) puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari ketika kalian kembali. . .” (QS. Al-Baqarah: 196)
Disunnahkan bagi orang yang berhaji untuk memakan sebagian dari hadyu tamattu’ dan qirān, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
"Maka makanlah sebagian darinya dan berilah makan kepada orang yang rela dengan apa yang ada dan kepada orang yang meminta." (QS. Al-Hajj: 36)
2. Hadyu Jabrān (Kompensasi/Penebus Kesalahan)
Yaitu hadyu sebagai fidyah (tebusan) yang wajib karena meninggalkan suatu kewajiban, atau melakukan hal yang dilarang dalam ihram, atau karena terhalang dari menyempurnakan ibadah haji (ihsār), berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
"Jika kalian terhalangi (oleh musuh atau sebab lain), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah (didapatkan).” (QS. Al-Baqarah: 196)
Dan berdasarkan perkataan Ibnu ‘Abbās:
مَن نَسِيَ مِن نُسُكِهِ شَيْئًا أو تَرَكَهُ، فَلْيُرِقْ دَمًا
"Barangsiapa yang lupa melakukan salah satu manasik atau meninggalkannya, maka hendaklah ia menyembelih darah (hadyu)."
Jenis ini tidak boleh dimakan, melainkan disedekahkan seluruhnya kepada fakir miskin di tanah haram.
3. Hadyu Tathawwu’ (Sukarela)
Yaitu hadyu yang dianjurkan bagi setiap orang yang berhaji maupun yang berumrah, dalam rangka meneladani Nabi ﷺ, karena beliau menyembelih 100 ekor unta pada haji wada’.
Disunnahkan untuk memakan sebagian darinya, karena Nabi ﷺ memerintahkan agar dari setiap unta diambil sebagian dagingnya, lalu dimasak, dan beliau makan darinya serta meminum kuahnya.
Orang yang tidak sedang ihram juga boleh mengirim hadyu ke Mekah agar disembelih di sana sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Ta’ala. Ia tidak terkena larangan-larangan ihram.
4. Hadyu Nazar
Yaitu hewan sembelihan yang dinazarkan oleh seorang haji sebagai pendekatan diri kepada Allah di sekitar Baitullah. Maka wajib menunaikan nazar tersebut, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
"Kemudian hendaklah mereka menyempurnakan kebersihan diri mereka dan memenuhi nazar-nazar mereka..." (QS. Al-Hajj: 29)
Jenis ini tidak boleh dimakan.
Waktu Penyembelihan Hadyu
Hadyu Tamattu’ dan Qirān: Waktu penyembelihannya dimulai setelah shalat id pada hari Nahr (10 Dzulhijjah), hingga akhir hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah).
Fidyah karena gangguan atau pelanggaran (seperti mencukur rambut, memakai pakaian, dll): disembelih ketika pelanggaran dilakukan.
Darah karena ihsār (terhalang menunaikan haji): disembelih ketika kondisi penghalang terjadi. Ini bisa berupa seekor kambing, atau 1/7 dari unta atau sapi, berdasarkan firman Allah:
فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
“Jika kalian terhalang (dari menyempurnakan manasik), maka sembelihlah hadyu yang mudah diperoleh.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Tempat Penyembelihan
Hadyu Tamattu’ dan Qirān: Sunnahnya disembelih di Mina, namun boleh juga di sembarang tempat dalam wilayah Tanah Haram.
Fidyah karena meninggalkan kewajiban atau melakukan pelanggaran ihram: disembelih di wilayah Haram, kecuali hadyu ihsār, maka boleh disembelih di tempat terhalangnya.
Puasa (bagi yang tidak mampu membeli hadyu) boleh dilakukan di mana saja. Namun yang disunnahkan adalah:
Tiga hari di masa haji dan tujuh hari ketika telah kembali kepada keluarganya, sebagaimana firman Allah:
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
"Jika kalian telah aman (dari halangan), maka barangsiapa yang melakukan tamattu’ umrah ke haji, maka (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Dan barangsiapa yang tidak menemukannya, maka (wajib) puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari ketika telah kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Tata Cara Menyembelih
Disunnahkan agar orang yang berhaji menyembelih sendiri hadyu-nya. Namun jika mewakilkan kepada orang lain, maka tidak mengapa.
Saat menyembelih, disunnahkan mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ، اللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ
"Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu."
Syarat-Syarat Hadyu
Syarat-syarat hadyu sama dengan syarat sahnya hewan qurban, yaitu:
- Berasal dari jenis hewan ternak: unta, sapi, atau kambing.
- Bebas dari cacat yang menghalangi keabsahan, seperti sakit, buta, pincang, atau sangat kurus.
- Memenuhi usia minimal yang disyariatkan: Unta: 5 tahun, Sapi: 2 tahun, Kambing Kacang (ma’iz): 1 tahun, Domba (dho’n): 6 bulan.
Sumber: Kitab "Al-Fiqhu Al-Muyassar"
Alih bahasa: Miqdad Al Kindi, Lc
Editor: Abu Haneen, Lc
