Kitab Haji (Tata Cara Haji dan Umrah)
Bab Keempat: Tata Cara Haji dan Umrah
Dasar utama dalam tata cara haji menurut para ulama adalah hadits Jabir yang masyhur, diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Para ulama telah menelusuri riwayat-riwayat shahih yang tsabit (pasti) dari Nabi ﷺ, dan dari kumpulan riwayat tersebut, diperoleh tata cara pelaksanaan haji sebagai berikut:
1. Jika orang yang ingin menunaikan manasik telah sampai ke miqat, maka disunnahkan:
- Mandi terlebih dahulu.
- Mencukur atau memotong rambut yang boleh diambil, seperti rambut ketiak, rambut kemaluan, dan kumis (jenggot tidak termasuk untuk dicukur).
- Memotong kuku.
- Laki-laki menanggalkan pakaian berjahit (atau yang membentuk tubuh).
- Menggunakan wewangian di badannya sebelum berniat ihram.
- Laki-laki mengenakan dua kain ihram yang bersih berwarna putih, yaitu: Izar (sarung) dan Rida’ (selendang).
2. Perempuan ihram dengan pakaian apa saja yang ia kehendaki, selama bukan pakaian yang menyerupai laki-laki atau mengandung unsur tabarruj.
3. Laki-laki menutupi kedua bahunya dengan selendangnya (rida’), lalu mulai berniat ihram sesuai dengan manasik yang ia pilih (Tamattu': Labbaika Umrotan, Qiran: Labbaika Umrotan Wa Hajjan, Ifrad: Labbaika Hajjan).
4. Waktu terbaik untuk berniat ihram adalah saat ia telah berada di atas kendaraannya.
5. Jika seseorang yang hendak ihram khawatir akan ada halangan (seperti sakit atau terhalang perjalanan), maka ia disunnahkan untuk mengucapkan syarat:
وَمَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
"Tempat tahallul-ku adalah di mana aku tertahan."
Ini sebagai bentuk kehati-hatian agar jika ada halangan yang menghalangi dia menyempurnakan manasiknya, ia tidak berdosa.
6. Disunnahkan saat berniat ihram untuk menghadap kiblat dan membaca:
اللهم هذه حجة لا رياء فيها ولا سمعة
“Ya Allah, ini adalah haji yang tidak ada riya dan tidak pula ingin didengar.”
7. Lalu memulai talbiyah dengan membaca:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ
"Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Sungguh segala pujian, nikmat, dan kerajaan hanya milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu."
Tambahan Talbiyah dari para sahabat:
لَبَّيْكَ ذَا الْمَعَارِجِ، لَبَّيْكَ ذَا الْفَوَاضِلِ
"Aku penuhi panggilan-Mu wahai Pemilik tempat-tempat yang tinggi, Aku penuhi panggilan-Mu wahai Pemilik anugerah."
8. Disunnahkan untuk mengeraskan suara ketika bertalbiyah (bagi laki-laki).
9. Ketika sampai di Makkah, disunnahkan untuk mandi kembali sebelum masuk Masjidil Haram.
10. Saat akan thawaf, disunnahkan bagi laki-laki untuk melakukan:
Idhthiba’: yakni membuka pundak kanan (meletakkan selendang di bawah ketiak kanan dan di atas bahu kiri).
Syarat sah thawaf: harus dalam keadaan berwudhu (suci dari hadats) dan menjadikan ka'bah berada di sebelah kiri selama thawaf.
11. Disunnahkan menyentuh dan mencium Hajar Aswad di awal setiap putaran (jika memungkinkan):
Jika bisa, disentuh dan dicium langsung.
Jika tidak bisa mencium, disentuh dengan tangan/tongkat lalu menciumnya.
Jika tidak bisa menyentuh, cukup isyaratkan dengan tangan, dan tidak mencium tangan.
Ini dilakukan setiap kali melewati Hajar Aswad.
12. Setiap memulai putaran thawaf disunnahkan membaca:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
"Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar."
13. Jika sampai di Rukun Yamani, maka:
Disunnahkan menyentuhnya, tanpa mencium.
Jika tidak bisa menyentuhnya, tidak disyariatkan mengisyaratkan atau mengucapkan takbir.
14. Do'a antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa neraka." (QS. Al-Baqarah: 201)
15. Tata Cara Thawaf:
- Do'a saat thawaf:
Boleh berdo'a apa saja yang dikehendaki selama thawaf, sesuai kebutuhan dan permohonan.
- Raml disunnahkan:
Untuk laki-laki: disunnahkan berlari kecil (raml) pada tiga putaran pertama thawaf, dan berjalan biasa pada empat sisanya.
Raml adalah gerakan yang lebih cepat dari jalan biasa namun tidak sampai berlari.
- Shalat dua raka'at setelah thawaf:
Setelah menyelesaikan tujuh putaran thawaf, menutup kedua pundak dengan kain ihram. Lalu menuju Maqam Ibrahim, dan membaca:
وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِمَ مُصَلًّى
“Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.” (QS. Al-Baqarah: 125)
Shalat dua raka'at di belakang maqam, raka'at pertama membaca Al-Kafirun, raka'at kedua membaca Al-Ikhlas setelah Al-Fatihah.
Jika tidak memungkinkan karena padatnya orang, boleh shalat di tempat lain di dalam Masjidil Haram.
- Minum air Zamzam dan menyiramkan ke kepala:
Disunnahkan minum air Zamzam dan menyiramkannya ke kepala.
- Kembali ke Hajar Aswad:
Jika memungkinkan, menyentuh Hajar Aswad kembali sebelum menuju ke Shafa.
16. Sa’i antara Shafa dan Marwah:
- Memulai dari Bukit Shafa:
Saat menuju Shafa, membaca:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah bagian dari syi’ar-syi’ar Allah.” (QS. Al-Baqarah: 158)
- Amalan di Shafa:
Naik ke bukit Shafa hingga melihat Ka’bah.
Menghadap kiblat, mengangkat tangan, lalu membaca:
(tiga kali) اللَّهُ أَكْبَرُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
Diulang tiga kali, diselingi do'a panjang di antaranya.
- Menuju Marwah:
Berjalan hingga dua tanda hijau (milain akhdharain), lalu berlari cepat (sa’i) antara dua tanda tersebut bagi laki-laki (tidak untuk wanita).
Kemudian berjalan biasa menuju Marwah, dan mengulangi amalan seperti di Shafa.
- Jumlah putaran sa’i:
Dari Shafa ke Marwah dihitung satu putaran, dan Marwah ke Shafa satu putaran lain, hingga genap tujuh kali.
17. Perbedaan sa’i antara jenis manasik:
- Untuk yang haji tamattu’:
Sa’i ini adalah bagian dari umrah, setelah itu memotong rambut (tahallul), lalu pakai pakaian biasa.
- Untuk yang haji ifrad dan qiran:
Ini adalah sa’i untuk haji, namun belum tahallul, tetap dalam ihram hingga hari Nahr.
18. Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah):
- Memulai ihram haji:
Jamaah tamattu’ dan orang yang sudah di Makkah memulai ihram haji dari tempat tinggalnya.
Disunnahkan mandi, memakai wangi-wangian, dan berniat ihram.
- Berangkat ke Mina:
Berangkat ke Mina dengan membaca talbiyah.
Di Mina, shalat lima waktu (dzuhur sampai subuh) dalam waktunya masing-masing, dengan qashar (untuk yang 4 rakaat menjadi 2 raka'at), tanpa dijamak.
19. Hari Arafah (9 Dzulhijjah):
- Berangkat ke Arafah:
Setelah subuh 9 Dzulhijjah, jama'ah menuju Arafah.
Jika memungkinkan, berhenti di Namirah hingga waktu zawal (tergelincir matahari).
- Khutbah Arafah dan Shalat di Masjid Namirah:
Imam menyampaikan khutbah pendek.
Shalat dzuhur dan ashar dijamak taqdim dan diqashar.
- Wukuf di Arafah:
Pastikan sudah berada dalam batas wilayah Arafah.
Menghadap kiblat, mengangkat tangan, membaca zikir, do'a, dan talbiyah sebanyak-banyaknya.
Do'a terbaik pada hari Arafah:
لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد، وهو على كل شيء قدير
“Tiada ilah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”
- Berbuka puasa disunnahkan:
Disunnahkan tidak berpuasa, agar lebih kuat berdo'a dan berdzikir.
- Berangkat dari Arafah setelah matahari terbenam:
Berangkat dengan tenang dan bertalbiyah, menuju Muzdalifah.
20. Malam Muzdalifah (malam 10 Dzulhijjah):
- Shalat Maghrib dan Isya:
Di Muzdalifah, shalat maghrib dan isya dijamak, dan isya diqashar.
- Rukhsah untuk yang lemah:
Wanita dan orang lemah boleh berangkat ke Mina lebih awal di malam hari.
- Mabit dan Shalat Subuh di Muzdalifah:
Yang kuat bermalam hingga subuh, lalu shalat subuh, berzikir, dan bertalbiyah hingga langit mulai terang.
21. Hari Nahr (10 Dzulhijjah)
- Dari Muzdalifah ke Mina:
Berangkat sebelum matahari terbit dengan tenang, sambil membaca talbiyah.
Mengambil 7 batu kerikil di jalan untuk melempar.
- Melontar Jumrah Aqabah:
Melempar 7 kerikil ke Jumrah Aqabah, mengucapkan takbir setiap lemparan.
Setelah selesai, berhenti bertalbiyah.
- Penyembelihan hadyu (kurban):
Menyembelih hewan kurban, disunnahkan memakannya.
- Cukur atau potong rambut:
Laki-laki disunnahkan mencukur habis rambut (al-halq), wanita cukup memotong sedikit dari ujung rambut.
- Thawaf Ifadhah dan sa’i:
Menuju Makkah, melakukan Thawaf Ifadhah, lalu sa’i haji (jika belum dilakukan sebelumnya).
Ini adalah rukun haji.
- Urutan sunnah:
Urutannya: melontar – menyembelih – cukur – thawaf.
Jika diacak, tetap sah.
- Tahallul awal:
Jika sudah melakukan dua dari tiga: melontar, cukur, dan thawaf, maka boleh tahallul awal (boleh lakukan semua kecuali hubungan suami-istri).
- Tahallul kedua:
Jika sudah menyelesaikan semua (tiga) rangkaian di atas, maka boleh tahallul kedua (kamil).
22. Hari-hari Tasyriq (11–13 Dzulhijjah):
- Mabit di Mina:
Wajib bermalam di Mina malam tanggal 11 dan 12, dan 13 jika belum meninggalkan Mina sebelum maghrib hari ke-12.
- Melontar tiga jumrah setiap hari:
Jumrah Ula (kecil), Wustha (tengah), dan Aqabah (besar), dimulai dari yang kecil.
- Waktu melontar:
Mulai zawal (tergelincir matahari) hingga fajar keesokan harinya.
- Disunnahkan berdo'a setelah melontar:
Setelah Jumrah Ula, bergeser ke kanan, berdiri menghadap kiblat, berdo'a dengan mengangkat tangan.
Setelalah jumrah wustha, maju ke depan, bergeser sedikit ke kiri, berdo'a dengan do'a yang Panjang sambil mengangkat tangan.
Setelah Jumrah Aqabah, tidak dianjurkan berhenti untuk do'a.
23. Nafar Awwal:
Jika hendak menyegerakan meninggalkan mina, maka wajib untuk keluar dari Mina di hari ke-12 sebelum tenggelamnya matahari.
Jika matahari telah tenggelam dan dia masih memilih untuk tetap di Mina, maka wajib baginya untuk bermalam sekali lagi (malam tanggal 13).
24. Thawaf Wada’ (perpisahan):
Sebelum meninggalkan Makkah, wajib melakukan thawaf wada’ (perpisahan).
Dan menjadikan akhir dari kegiatanya di Masjidil Haram adalah thawaf tersebut.
Dikecualikan untuk wanita haid dan nifas, maka dia meninggalkan Makkah dengan tanpa melakukan Thawaf Wada’.
Sumber: Kitab "Al-Fiqhu Al-Muyassar"
Alih bahasa: Miqdad Al Kindi, Lc
Editor: Abu Haneen, Lc
