Durasi yang Menggugurkan Kebolehan Qashar Karena Niat Muqim (menetap)

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 14 Juni 2025, 01:51:10

 

Dalam fiqih Islam, qashar (meringkas shalat) merupakan keringanan syar’i yang diberikan kepada musafir. Para ulama sepakat tentang kebolehannya selama seseorang masih dalam status safar. Namun, perbedaan pendapat muncul saat musafir berniat menetap di suatu tempat.

Empat imam mazhab sepakat: jika seseorang berniat tinggal 3 hari atau kurang, maka ia masih dianggap musafir dan tetap boleh qashar. Tapi jika berniat lebih dari itu, statusnya menjadi bahan khilafiah. Perbedaan pendapat ini mencapai sebelas pandangan, meski yang paling terkenal ada lima pendapat utama.

Perselisihan ini bukan sekadar angka, tapi terkait dengan metode ijtihad dalam memahami riwayat Nabi ﷺ dan praktik sahabat. Ulama seperti Imam Abu Hanifah menetapkan batas 15 hari, sementara Imam Syafi’i mengatakan 4 hari. Ada pula yang berpandangan selama 19 hari, bahkan 3 hari saja sudah cukup untuk mewajibkan itmam (shalat sempurna) jika disertai niat menetap.

Tema ini menarik untuk dipahami karena berkaitan erat dengan praktik ibadah sehari-hari, terutama bagi yang sering bepergian jauh, baik untuk dakwah, bisnis, atau tugas. Mengetahui batasan ini menjadi penting agar ibadah kita tetap sah dan sesuai tuntunan syariat.

 

Penjelasan Titik Perbedaan Pendapat

Para ulama sepakat tentang disyariatkannya qashar dalam safar. Empat imam mazhab juga sepakat bahwa seorang musafir selama belum berniat menetap, maka ia tetap dianggap musafir. Dan jika ia berniat tinggal selama tiga hari atau kurang, maka ia tetap musafir. Adapun jika lebih dari itu, maka mereka berbeda pendapat. Perbedaan ini mencapai sebelas pendapat, dan yang paling terkenal ada lima.

 

Pendapat dan Pengikutnya

 

1. Pendapat pertama: Jika berniat tinggal 4 hari, maka shalat disempurnakan (tidak qashar).

Ini adalah Pendapat: Imam Malik dan Imam Syafi’i. 

Dalil:

  • Hadis ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata:

"أقَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِمَكَّةَ ثَلَاثًا "وَهَذَا فِي عُمْرَةِ الْقَضَاءِ

وَقَدْ ثَبَتَ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ: أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَدِينَةِ

 “Rasulullah ﷺ tinggal di Makkah selama tiga (hari), (dalam rangka) Umrah Qadha.”

Telah diriwayatkan secara shahih dari Anas: “Bahwasanya beliau tetap shalat dua rakaat (qashar) sampai kembali ke Madinah.”

(HR Bukhari dan Muslim)

  • Hadis Al-‘Ala’, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

يقيم المهاجر بِمَكَّةَ بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا

 “(Boleh) menetap di Makkah setelah menyelesaikan manasik selama tiga hari.”

(HR Bukhari dan Muslim)

  • Perbuatan Umar bin Al-Khattab Khattab:

فِعْلُ عُمَرَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ لما أجل أهل الذمة عَنْ الحجاز؛ جَعَلَ لمن قدم تاجرا مِنْهُمْ مَقَامَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ

Tindakan Umar (bin Al-Khattab) menunjukkan bahwa ketika beliau mengusir Ahli Dzimmi dari wilayah Hijaz, beliau memberikan izin bagi siapa pun dari mereka yang datang sebagai pedagang untuk tinggal selama tiga hari.

(HR Thabarani, dan dishahihkan oleh An-Nawawi)

Catatan:

Ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa batas tinggal seorang musafir (atau orang luar) yang tidak dianggap menetap (muqim) adalah tiga hari, karena lebih dari itu menunjukkan niat tinggal yang menetap.

 

2. Pendapat kedua: Jika berniat tinggal 15 hari, maka shalat disempurnakan.

Ini adalah Pendapat: Abu Hanifah dan Ats-Tsauri. 

Dalil

  • Hadits dari Ibnu Abbas:

أقَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَامَ الْفَتْحِ خَمْسَ عَشْرَةَ لَيْلَةً يَقْصُرُ الصَّلَاةَ (وَهُوَ ضَعِيفٌ)

وفي رواية: أقامَ سَبْعَ عَشْرَةَ لَيْلَةً

وفي رواية: ثَمَانِيَ عَشْرَةَ يَوْمًا

وفي رواية: تسعة عشر يوما

 “Rasulullah ﷺ tinggal di Makkah saat Fathu Makkah selama 15 malam dan beliau tetap melakukan qashar shalat.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan lainnya, namun sanadnya lemah)

Riwayat lain menyebutkan: “Tinggal selama 17 malam” (HR Hakim, Abu Dawud)

Riwayat lain: “18 hari” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Baihaqi)

  • Kemudian hadits Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhum:

عن ابن عباس وابن عمر رضي الله عنهما قالا: "إذا قدمت بلدة وأنت مسافر وفي نفسك أن تقيم خمسة عشر يوما أكمل الصلاة بها ..." (رواه الطحاوي في مشكل الأثر)

Dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhumā, keduanya berkata:

"Jika engkau memasuki suatu negeri dalam keadaan safar, dan dalam hatimu berniat untuk menetap selama lima belas hari, maka sempurnakanlah shalat di tempat itu."

(Diriwayatkan oleh ath-Thahawi dalam kitab Musykil al-Ātsār)

 

3. Pendapat Ketiga: Jika berniat tinggal lebih dari 4 hari (21 waktu shalat), maka shalat disempurnakan.

Ini adalah Pendapat: Abu Hanifah dan Ats-Tsauri. 

Dalil

  • Hadits Ibnu Abbas: 

أقامَ ﷺ بِمَكَّةَ أَرْبَعَةَ أَيَّامٍ يَقْصُرُ

لحديث ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَأَصْحَابُهُ لِصُبْحِ رَابِعَةٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ – قال: يلبون بالْحَجِّ

Rasulullah ﷺ tinggal di Makkah selama empat hari dan beliau tetap mengqashar shalat

Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallāhu ‘anhumā: “Rasulullah ﷺ dan para sahabat datang pada pagi hari tanggal 4 Dzulhijjah (pada malam harinya, malam haji)” (HR Muslim)

  • :عنْ جَابِرٍ قَالَ

إنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَدِمَ مَكَّةَ صَبِيحَةَ الرَّابِعِ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ، فَأَقَامَ فِيهَا الرَّابِعَ وَالْخَامِسَ وَالسَّادِسَ وَالسَّابِعَ، وَصَلَّى الصُّبْحَ فِي الْيَوْمِ الثَّامِنِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى مِنًى

فَذَلِكَ أَرْبَعَةُ أَيَّامٍ، فَمَنْ أَقَامَ أَكْثَرَ أَتَمَّ الصَّلَاةَ

Dari Jabir berkata:

“Nabi ﷺ tiba di Makkah pada pagi hari tanggal 4 Dzulhijjah. Lalu beliau tinggal pada tanggal 4, 5, 6, dan 7. Kemudian beliau shalat Subuh di tanggal 8 dan berangkat menuju Mina.” (HR Muslim)

Itu berarti tinggal selama empat hari. Maka siapa yang tinggal lebih dari itu, wajib menyempurnakan shalat (tidak qashar).

 

4. Pendapat Keempat: Jika berniat tinggal satu hari satu malam, maka shalat disempurnakan.

Ini adalah Pendapat: Robiah bin Abu Abdur Rahman.

Dalil

  • Karena jarak tempuh safar adalah sehari semalam, Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

لقوله ﷺ : لَا تَحْمِلْ الْمَرْأَةُ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ

 “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sejauh perjalanan sehari semalam, kecuali bersama mahramnya.”

(HR Bukhari dan Muslim)

 

5. Pendapat Kelima: Tetap qashar hingga sampai di kota (tujuan), lalu baru dianggap muqim.

Ini adalah Pendapat: Al-Hasan Al-Bashri.

Dalil:

بِنَاءً عَلَى أَنَّ اسْمَ السَّفَرِ وَاقِعٌ عَلَى مَنْ فِي الطَّرِيقِ، فَإِذَا قَدِمَ الْمِصْرَ لَمْ يَكُنْ مُسَافِرًا بَلْ مُقِيمًا

Berdasarkan kaidah bahwa seseorang disebut musafir selama ia masih dalam perjalanan. Jika sudah sampai ke kota (tujuan), maka ia bukan lagi musafir, tetapi dianggap muqim (orang yang menetap).

 

Sebab Perbedaan Pendapat

Karena tidak ada nash (dalil) yang tegas mengenai berapa lama durasi tinggal seorang musafir hingga dianggap sebagai orang yang menetap (muqim). Qiyas terhadap penentuan durasi pun dianggap lemah oleh semua ulama. Oleh karena itu, seluruh ulama berusaha mencari dalil berdasarkan keadaan-keadaan Nabi ﷺ ketika beliau tinggal di suatu tempat namun tetap shalat dengan qashar, atau karena Nabi ﷺ menjadikan tempat tersebut masih dalam hukum musafir.

 

Tabel Ringkasan Pendapat Ulama tentang Niat Tinggal dan Qashar Shalat

IMG-20250613-WA0004.jpg

 

Pendapat yang terpilih (القول المختار)

Jika seseorang berniat menetap di suatu tempat selama lebih dari 4 hari, maka ia wajib menyempurnakan shalat (tidak boleh qashar).

Ini adalah pendapat Madzhab Syafi’i dan Hambali, dan juga diperkuat oleh sejumlah atsar dari sahabat Nabi ﷺ.

Dalil Penguat:

1. Riwayat dari Nabi ﷺ:

Nabi ﷺ saat menunaikan haji tinggal di Makkah selama 4 hari dan beliau tetap qashar. Ini menunjukkan bahwa tinggal lebih dari itu akan keluar dari status safar (HR. Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah).

2. Ucapan sahabat:

Dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar, bahwa jika seseorang berniat tinggal 15 hari, maka wajib itmam (menyempurnakan shalat) — ini menjadi dalil bahwa ada batasan niat tinggal yang menggugurkan status safar (diriwayatkan oleh ath-Thahawi).

3. Kaidah umum:

Status musafir itu bersifat temporer dan tergantung pada niat tinggal. Jika sudah ada niat pasti tinggal lebih dari waktu tertentu (dalam hal ini 4 hari), maka ia lebih layak dihukumi sebagai muqim.

Kenapa Pendapat Ini Lebih Kuat?

Karena:

  • Berdasarkan praktik Nabi ﷺ secara eksplisit (bukan asumsi).
  • Didukung dalil shahih dan taqyid waktu.
  • Lebih hati-hati (iḥtiyāṭ), dan itulah prinsip utama dalam ibadah yang berhubungan dengan rukhshah (keringanan).

Kesimpulan Praktis:

Jika engkau berniat tinggal lebih dari 4 hari di suatu tempat, maka laksanakan shalat secara sempurna.

Jika hanya tinggal 4 hari atau kurang, boleh qashar.

 

مراجع المسألة (Referensi Masalah):

بِدَايَةُ الْمُجْتَهِدِ وَغَايَةُ الْمُقْتَصِدِ (١/١٧١)

والْجَوْهَرَةُ النَّيِّرَةُ (١/٢٢٧)

والاخْتِيَارُ (١/٩٩)

والبَسِيطُ (٣/٣٦٠)

والتَّنْبِيهُ لِلشِّيرَازِي (ص ٤١)

وَمِنْهَاجُ الطَّالِبِينَ (ص ١٢٨)

وَالْمُغْنِي (٢/٤٧٧)

وَالشَّرْحُ الْكَبِيرُ لابْنِ قُدَامَة (٣/٣٣٣)

بغية الْمُقْتَصِدِ شَرْحُ بِدَايَةِ الْمُجْتَهِدِ (٤/٢١١)

 

Oleh: Abu Haneen, Lc & Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id