Tayammum dalam Syari'at Islam
Bismillah, was shalatu was salamu ala rasulillah, amma ba’du.
Dalam ajaran Islam, bersuci adalah syarat utama untuk sahnya ibadah, terutama shalat. Namun, tidak selamanya air tersedia atau bisa digunakan. Dalam kondisi seperti itu, syariat yang penuh rahmat memberikan solusi berupa tayammum, suatu bentuk cara bersuci yang menggambarkan kemudahan dalam agama dan kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya. Pada bab ini, kita akan membahas secara ringkas juga padat mengenai hakikat tayammum, baik dari sisi bahasa maupun istilah syar'i.
Artikel ini terdiri dari beberapa poin pembahasan:
- Makna, Hukum dan Dalil Disyariatkannya Tayammum.
- Syarat-Syarat Tayammum dan Sebab-Sebab yang Membolehkannya.
- Hal-Hal yang Membatalkan Tayammum.
- Tata Cara Tayammum.
- Beberapa Tanya Jawab Seputar Tayammum.
Poin Pertama: Makna Tayammum, Hukum Tayammum dan Dalil Disyariatkannya
- Secara bahasa, tayammum berarti: menuju atau menyengaja.
- Secara syar'i, tayammum adalah: mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci, dengan cara tertentu, sebagai bentuk penghambaan kepada Allah Ta‘ala.
Tayammum adalah ibadah yang disyariatkan. Ia merupakan keringanan (rukhṣah) dari Allah ‘Azza wa Jalla bagi hamba-hamba-Nya. Ini termasuk dari keindahan syariat Islam dan merupakan ciri khas khusus umat ini.
- Dalilnya firman Allah Ta‘ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajah kalian dan tangan kalian sampai ke siku, dan usaplah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai kedua mata kaki. Dan jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah. Tetapi jika kalian sakit, atau sedang dalam perjalanan, atau salah seorang dari kalian datang dari tempat buang air, atau kalian menyentuh perempuan, lalu kalian tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci); usaplah wajah dan tangan kalian dengannya. Allah tidak hendak menyulitkan kalian, tetapi hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian agar kalian bersyukur.” (QS. Al-Mā’idah: 6)
- Juga sabda Nabi ﷺ:
الصَّعِيدُ الطَّيِّبُ كَافِيكَ، وَإِنْ لَمْ تَجِدِ الْمَاءَ عَشْرَ حِجَجٍ، فَإِذَا وَجَدْتَ الْمَاءَ فَأَمِسَّهُ بَشَرَتَكَ
“Tanah yang suci cukup bagimu, meskipun kamu tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Namun bila kamu menemukan air, maka sentuhkanlah ia pada kulitmu (berwudhulah atau mandi).”
(HR. Tirmidzi dan lainnya)
- Dan sabdanya lagi ﷺ:
جُعِلَتْ لِيَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
“Bumi dijadikan bagiku sebagai masjid dan sarana bersuci.”
(HR. Bukhari)
Ulama telah sepakat tentang disyariatkannya tayammum jika syarat-syaratnya terpenuhi, dan bahwa tayammum menggantikan wudhu atau mandi. Maka dengan tayammum diperbolehkan shalat, thawaf, membaca Al-Qur’an, dan ibadah lainnya seperti halnya bersuci dengan air.
Poin Kedua: Syarat-Syarat Tayammum dan Sebab-Sebab yang Membolehkannya
1. Syarat-syarat tayammum
- Niat, yaitu niat untuk memperbolehkan shalat. Karena tayammum adalah ibadah, maka niat menjadi syarat seperti ibadah lainnya.
- Islam, karena ibadah tidak sah dari orang kafir.
- Berakal, tidak sah dari orang gila atau pingsan.
- Tamyiz, tidak sah dari anak yang belum mumayyiz (umumnya di bawah usia 7 tahun).
- Tidak mampu menggunakan air, baik karena:
- Tidak ada air:
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Lalu kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah...” (QS. Al-Mā’idah: 6)
- Atau karena akan membahayakan kesehatan, seperti sakit yang bisa menjadikan semakin parah atau terlambat sembuh bila menggunakan air.
وَإِن كُنتُم مَّرْضَى
“Atau Ketika kalian sakit” (QS. Al-Mā’idah: 6)
- Hadits tentang sahabat yang terluka di kepala, kemudian meninggal karena dipaksa mandi:
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ، أَلَا سَأَلُوا إِذَا لَمْ يَعْلَمُوا، إِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membinasakan mereka. Mengapa mereka tidak bertanya jika tidak tahu? Obat bagi ketidaktahuan adalah bertanya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
- Atau karena cuaca sangat dingin yang membahayakan jiwa, sebagaimana kisah ‘Amr bin al-‘Āṣ:
احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ، فَتَيَمَّمْتُ، وَصَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي
“Aku bermimpi basah di malam yang sangat dingin, maka aku tayammum dan mengimami sahabat-sahabatku dalam shalat subuh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud)
6. Bertayammum dengan tanah yang suci, tidak najis, dan memiliki debu yang bisa menempel di tangan.
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ
“Maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci; lalu usaplah wajah kalian dan tangan kalian darinya.” (QS. Al-Mā’idah: 6)
Ibn Abbas berkata:
الصعيد: تراب الحرث، والطيب: الطاهر
“Ṣa‘īd adalah tanah ladang; Ṭayyib adalah yang suci.” (Tafsir At-Thobari)
Jika tidak ada tanah, maka bisa dengan pasir atau batu, berdasarkan:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian." (QS. At-Taghābun: 16)
Al-Awzā‘ī berkata:
“Pasir termasuk dari jenis ṣa‘īd.”
2. Sebab-Sebab yang Membolehkannya
Tayammum diperbolehkan bila tidak mampu menggunakan air. Penyebabnya bisa:
- Karena tidak ada air.
- Atau karena takut bahaya jika menggunakan air, baik karena penyakit atau cuaca yang sangat dingin.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ kepada ‘Imrān bin Ḥuṣain:
عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ الطَّيِّبِ، فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ
“Hendaklah kamu menggunakan tanah yang suci, karena itu cukup bagimu.”
Poin Ketiga: Hal-Hal yang Membatalkan Tayammum
Tayammum batal karena:
1. Sama seperti yang membatalkan wudhu (untuk tayammum dari hadats kecil), dan sama seperti yang mewajibkan mandi (untuk tayammum dari hadats besar).
➤ Contoh: Tayammum karena buang air kecil, lalu buang air lagi — tayammumnya batal. Tayammum karena junub, lalu keluar mani lagi — batal.
2. Menemukan air, bila tayammum dilakukan karena tidak ada air.
➤ Berdasarkan hadits:
فَإِذَا وَجَدْتَ الْمَاءَ فَأَمِسَّهُ بَشَرَتَكَ
"Maka apabila kamu menemukan air, sentuhkanlah ia ke kulitmu." (HR. Abu Dawud)
3. Hilangnya uzur yang membolehkan tayammum, seperti sembuh dari sakit atau hilangnya rasa takut dari bahaya dingin.
Poin Keempat: Tata Cara Tayammum
Cara tayammum adalah:
- Niat,
- Membaca basmalah (bismillāh),
- Menepukkan kedua tangan ke tanah satu kali,
- Kemudian meniup atau menepuk tangan agar debunya tidak berlebihan,
- Lalu mengusap wajah dan kedua tangan hingga pergelangan.
- Dalilnya, dari hadits ‘Ammār bin Yāsir:
التَّيَمُّمُ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ
“Tayammum itu (cukup dengan) satu kali tepukan untuk wajah dan kedua telapak tangan.” (HR. Ahmad dan disahihkan oleh Albani)
- Dan dalam hadits lain:
إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا، فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الْأَرْضِ، ثُمَّ نَفَضَهَا، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ، وَظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
“Cukuplah engkau berbuat seperti ini.” Lalu beliau memukul tanah dengan telapak tangannya satu kali, lalu meniup (membersihkan) tangannya, kemudian mengusap punggung tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya, lalu mengusap wajahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Poin Kelima: Beberapa Tanya Jawab Seputar Tayammum
❓ Pertanyaan:
"Bagaimana hukum orang sakit yang tidak menemukan tanah (untuk tayammum), apakah boleh bertayammum pada dinding dan juga pada permadani (alas lantai)?"
✍️ Jawab:
Dinding termasuk dalam ṣa‘īd ṭayyib (permukaan bumi yang suci),
Maka jika dinding dibangun dari bahan bumi, seperti batu atau bata dari tanah liat maka boleh bertayammum padanya.
Namun, jika dinding dilapisi kayu atau dicat (cat di sini maksudnya bahan yang terdiri dari minyak yang dicampur warna untuk mengecat kayu, tembok, dan semisalnya), maka jika ada debu di atasnya, boleh tayammum dengan debu tersebut, dan tidak mengapa, karena debu adalah bagian dari unsur bumi.
Tapi jika tidak ada debu, maka dinding tersebut bukan termasuk ṣa‘īd, dan tidak boleh tayammum di atasnya.
Adapun untuk permadani atau karpet (الفرش):
Jika terdapat debu di atasnya, maka boleh tayammum di atasnya.
Jika tidak ada debu, maka tidak boleh tayammum di atasnya, karena bukan termasuk ṣa‘īd (tanah atau unsur bumi).
Sumber:
Disarikan dari Fatawa Ibn ‘Utsaimin (jilid 11, hlm. 240).
❓ Pertanyaan:
"Bagaimana hukum tayammum di pesawat?, padahal umumnya kursi pesawat bersih dari debu."
✍️ Jawab:
Jika kalian tidak mendapatkan air di dalam pesawat, dan di permukaan kursi tersebut terdapat debu – meskipun ini jarang terjadi – maka tayammum dengan debu tersebut adalah sah.
Dalil dan Penjelasan Ulama:
✅ Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al-Mughni:
“Jika seseorang menepuk permukaan wol, kain, karung, atau pelana, lalu terdapat debu yang menempel di tangannya, kemudian ia bertayammum dengannya – maka itu sah. Imam Ahmad menyatakan demikian secara tegas.
Perkataan Imam Ahmad menunjukkan bahwa yang dipertimbangkan adalah adanya debu, di mana pun ia berada.
Maka jika seseorang menepuk batu, dinding, hewan, atau apapun, lalu ada debu yang menempel, maka boleh tayammum dengan debu itu. Tapi jika tidak ada debu, maka tidak sah tayammumnya.”
✅ As-Sarkhasi rahimahullah dalam Al-Mabsuth berkata:
“Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad berdalil dengan kisah Umar radhiyallahu ‘anhu yang bersama para sahabat dalam perjalanan. Lalu mereka menepuk debu dari pakaian dan pelana mereka, lalu bertayammum dengannya. Karena debu itu adalah bagian dari tanah, hanya saja bentuknya lebih halus.”
⚠️ Kesimpulan:
Jika tidak ada air dan ada debu di kursi pesawat, maka tayammum itu sah.
Tapi jika tidak ada debu sama sekali, dan tidak ada permukaan lain dari tanah atau batu, maka tayammum tidak sah.
Solusi praktis:
- Jika jadwal terbang memakan waktu yang tidak banyak dan shalat bisa di taqdim atau ta’khir maka tidak shalat di pesawat dan shalat dilakukan di bandara.
- Jika jadwal terbang memakan waktu yang lama, yang lebih dari waktu 2 shalat yang bisa dijama’ maka usahakan berwudhu terlebih dahulu sebelum take off, dan dijaga wudhunya hingga masuk waktu shalat, kemudian shalat di atas pesawat.
- Jika mampu berdiri dan menghadap kiblat maka wajib dipenuhi 2 syarat tersebut.
- Jika tidak bisa maka shalat semampunya.
Sumber:
Disarikan dari Fatawa Nur ala darbi (118b).
Wallahu ta’ala a’lam bis showab
Sumber: Al-Fiqhu Al-Muyassar, Fatawa Syaikh Utsaimin rahimahullah.
Oleh: Abu Haneen & Miqdad Al Kindi, Lc
