Mengusap Khuf, Sorban, dan Perban Luka

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 22 Juni 2025, 07:00:08

Bismillah, was Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Saat menjalani ibadah umrah, tidak semua kondisi berjalan mulus sesuai harapan. Kadang kita harus berwudhu di bandara, di atas bus, atau saat kaki tertutup kaos kaki tebal karena cuaca dingin. Bisa jadi pula kepala dibalut sorban, atau tangan dibebat perban karena cedera ringan. Di tengah situasi seperti itu, Islam datang dengan kemudahan — bukan untuk memberatkan, tapi untuk memudahkan para hamba tetap terhubung dengan Rabb-nya tanpa meninggalkan syariat.

Salah satu bentuk kemudahan itu adalah rukhsah (keringanan) dalam berwudhu: bolehnya mengusap di atas khuf (sepatu/kaos kaki yang menutup mata kaki), sorban, dan pembebat luka, sebagai pengganti dari membasuh secara langsung. Ini bukan hanya solusi praktis, tetapi juga bagian dari rahmat Allah kepada umat ini.

Melalui tulisan ini, kita akan bahas secara ringkas namun padat tentang:

  1. Hukum mengusap Khuf dan dalilnya.
  2. Apa saja syarat dan ketentuan mengusap khuf dan sorban?
  3. Bagaimana cara mengusap perban atau luka?
  4. Berapa lama batas waktu rukhsah ini berlaku?
  5. Apa saja pembatal rukhsoh ini?
  6. Kapan dimulai durasi mengusap khuf?
  7. Mengusap Jabirah, Sorban, dan Khimar (Penutup Kepala Wanita).

Mari kita gali bersama, agar ibadah tetap sah, hati tetap tenang, dan perjalanan suci ini berjalan penuh keberkahan.

 

Definisi Khuf

Al-Khuffu (الْخُفُّ): adalah alas kaki yang terbuat dari kulit atau semisalnya yang menutup seluruh bagian kaki hingga mata kaki. Jamaknya adalah khifāf (خِفَافٌ).

Yang termasuk dalam hukum khuf adalah semua yang dipakai untuk menutup kedua kaki seperti yang terbuat dari wol, kain tebal, dan semisalnya.

 

Poin Pertama: Hukum Mengusap Khuf dan Dalilnya

Mengusap khuf merupakan perkara yang diperbolehkan menurut kesepakatan Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Ini adalah rukhsah (keringanan) dari Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā sebagai bentuk kemudahan bagi hamba-Nya dan penghilangan kesulitan serta kerepotan.

Dalil kebolehannya bersumber dari sunnah dan ijma‘.

  • Dalil dari Sunnah:

Telah mutawātir (diriwayatkan oleh banyak jalur yang mustahil terjadi kesalahan atau kebohongan) hadits-hadits yang shahih tentang kebolehan mengusap khuf dari perbuatan Nabi ﷺ, perintah beliau, dan pemberian rukhsah beliau dalam hal itu.

Imam Aḥmad رحمه الله berkata:

لَيْسَ فِي قَلْبِي مِنَ الْمَسْحِ شَيْءٌ، فِيهِ أَرْبَعُونَ حَدِيثًا عَنِ النَّبِيِّ ﷺ

“Tidak ada sedikit pun keraguan di hatiku tentang (kebolehan) mengusap khuf. Ada 40 hadits dari Nabi ﷺ tentang itu.”

Al-Ḥasan al-Baṣrī berkata:

حَدَّثَنِي سَبْعُونَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ أَنَّهُ مَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ

"Telah menceritakan kepadaku 70 orang sahabat Rasulullah ﷺ bahwa beliau mengusap khuf."

Di antara hadits-hadits itu adalah hadits dari Jarrīr bin ʿAbdillah رضي الله عنه:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ بَالَ، ثُمَّ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْه

“Aku melihat Rasulullah ﷺ buang air kecil, lalu berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Aʿmash meriwayatkan dari Ibrāhīm:

"Mereka sangat menyukai hadits ini karena Jarrīr masuk Islam setelah turunnya surah al-Mā’idah (yang memuat ayat wudhu)."

(Menunjukkan bahwa hukum ini tidak di-nasakh).

  • Dalil Ijma‘:

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama‘ah telah berijma‘ (sepakat) bahwa mengusap khuf itu disyariatkan baik dalam keadaan musafir maupun mukim, baik karena kebutuhan ataupun bukan.

Termasuk yang boleh diusap juga adalah jawrab (الجَوْرَب), yaitu alas kaki dari selain kulit seperti kain atau wol—yang saat ini dikenal sebagai kaos kaki atau ‘syarāb’ (الشراب). Hukumnya sama seperti khuf karena tujuannya juga sama yaitu menutupi kaki dan menjaga dari dingin atau kotoran.

Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarh Muhadzab (1/501) berkata:

“Adapun mengusap khuf, maka itu boleh dengan memenuhi syarat-syaratnya. Banyak dari kalangan sahabat yang melakukannya dan tidak ada yang mengingkari mereka, maka itu menjadi ijma’ (kesepakatan).”

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (1/364) berkata:

“Mengusap khuf itu diperbolehkan, baik dalam safar maupun muqim, bagi laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan hadats kecil, dan ini merupakan ijma’ ulama.”

 

Fatwa Syaikh al-‘Utsaimin tentang Mengusap Khuf

📚 Majmū‘ Fatāwā wa Rasā’il (Jilid 11, hal. 164–166):

المسح على الخفين جائز بالسنة المتواترة، وقد دل على جوازه الكتاب والسنة والإجماع، وهو من التيسير الذي جاءت به الشريعة

 “Mengusap khuf itu boleh, berdasarkan sunnah yang mutawatir. Hal ini telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma‘. Ini termasuk bentuk kemudahan yang dibawa oleh syariat Islam.”

Syaikh sangat menekankan bahwa rukhsah ini bukan hanya boleh, tetapi bagian dari rahmat dan kemudahan syariat.

 

Fatwa tentang Mengusap Kaos Kaki (جورب)

Dalam Syarh al-Mumti‘ (1/189-191), Syaikh Utsaimin berkata:

الصحيح أنه يجوز المسح على الجوارب ولو لم تكن سميكة، ما دامت يمكن أن يمشي بها عادة

"Pendapat yang benar adalah boleh mengusap kaos kaki (jawrab) meskipun tidak tebal, selama masih bisa dipakai berjalan seperti biasanya."

Ini pendapat yang lebih longgar daripada Madzhab Syafi’i, dan sejalan dengan Madzhab Hambali, yang membolehkan mengusap kaos kaki selama memenuhi fungsi layaknya khuf (tidak tembus, bisa dipakai jalan).

 

Poin Kedua: Syarat-Syarat Mengusap Khuf dan yang Semisalnya

Para ulama menetapkan lima syarat untuk sahnya mengusap khuf atau yang semakna dengannya, berdasarkan nash hadits-hadits Nabi ﷺ dan kaidah-kaidah syar‘iyyah:

1. Dikenakan Dalam Keadaan Suci (Berwudhu Sempurna)

Berdasarkan hadits al-Mughīrah bin Syuʿbah رضي الله عنه:

كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفَرٍ، فَأَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ، فَقَالَ: دَعْهُمَا، فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ، فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا

“Aku pernah bersama Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan, lalu aku hendak melepas kedua khuf beliau. Maka beliau bersabda: 'Biarkan saja, karena aku memakainya dalam keadaan suci.' Lalu beliau mengusap keduanya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Menutupi Bagian Anggota Wudhu yang Wajib Dicuci

Yakni seluruh telapak kaki sampai mata kaki. Jika ada bagian dari kaki yang wajib dicuci tampak, maka tidak sah mengusapnya.

3. Khuf yang mubah (Bukan didapat dari Hasil Maksiat)

Tidak sah mengusap khuf yang haram dipakai, seperti hasil curian, perampasan, atau dari bahan sutra untuk laki-laki. Karena tidak boleh mengambil rukhsah dari sesuatu yang haram.

4. Khuf Harus Suci Secara Zat (Bukan Najis)

Misalnya tidak boleh dari kulit hewan najis seperti kulit keledai atau anjing.

5. Mengusapnya dalam Waktu yang Ditetapkan Syariat

Waktu mengusap ditentukan syariat:

  • Sehari semalam (24 jam) bagi orang mukim
  • Tiga hari tiga malam (72 jam) bagi musafir

(dihitung dari saat pertama kali hadats setelah memakai khuf)

"Ini adalah lima syarat yang disimpulkan oleh para ulama untuk sahnya mengusap khuf, berdasarkan nash-nash Nabi ﷺ dan kaidah-kaidah umum dalam syariat. Maka, wajib memperhatikan syarat-syarat ini ketika hendak mengusap (khuf)."

 

Poin Ketiga: Tata Cara Mengusap Khuf

Yang disyariatkan untuk diusap adalah bagian atas khuf.

Yang wajib dalam mengusap adalah sekadar basahnya tangan menyentuh permukaan khuf, sesuai dengan makna "usap".

Tata Cara Mengusap:

Mengusap dilakukan dengan mengusapkan tangan ke bagian atas khuf, tidak bawahnya.

Dalilnya adalah hadis al-Mughīrah bin Syuʿbah رضي الله عنه:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ الْخُفَّيْنِ

“Aku melihat Nabi ﷺ mengusap bagian atas dari khuf-nya.”

(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Tidak sah dan tidak dianjurkan mengusap bagian bawah khuf atau tumit, bahkan makruh jika dilakukan.

Sebagaimana ucapan Ali bin Abi Ṭālib رضي الله عنه:

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

“Seandainya agama ini berdasarkan akal semata, maka bagian bawah khuf tentu lebih utama untuk diusap daripada bagian atasnya. Tapi aku telah melihat Nabi ﷺ mengusap bagian atas khuf-nya.”

(HR. Abu Dawud)

Namun, jika seseorang mengusap bagian atas dan bawah sekaligus, maka hukumnya sah tapi makruh.

 

Poin keempat Durasi Mengusap Khuf

Durasi diperbolehkannya mengusap khuf berbeda antara mukim dan musafir:

  • Bagi orang yang mukim (atau yang bepergian tetapi tidak sampai boleh menjamak dan mengqashar salat): sehari semalam (24 jam).
  • Bagi musafir yang perjalanannya membolehkan qashar salat: tiga hari tiga malam (72 jam).

Dalilnya adalah hadis dari ʿAlī bin Abī Ṭālib رضي الله عنه:

جَعَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ

“Rasulullah ﷺ menetapkan tiga hari tiga malam untuk musafir, dan sehari semalam untuk orang yang mukim.”

(HR. Muslim)

 

Poin kelima Hal-hal yang Membatalkan Mengusap Khuf

Ada beberapa perkara yang membatalkan keabsahan mengusap khuf:

1. Terjadi keadaan yang mewajibkan mandi (ghusl)

Berdasarkan hadits Ṣafwān bin ʿAssāl رضي الله عنه:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفْرًا أَلَّا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ، إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ، وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ

“Dulu Rasulullah ﷺ memerintahkan kami ketika sedang safar agar tidak melepas khuf kami selama tiga hari tiga malam, kecuali karena junub. Namun (kalau hanya) karena buang air besar, buang air kecil, atau tidur, tidak apa-apa (tetap boleh mengusap).”

(HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i, dan dinilai sahih)

2. Terbukanya bagian kaki yang wajib dibasuh saat wudhu

Jika bagian dari anggota tubuh yang wajib dicuci dalam wudhu (seperti mata kaki) terlihat karena sobeknya khuf atau semisalnya, maka batallah izin untuk mengusapnya.

3. Dicopotnya khuf

Jika khuf dilepas —baik keduanya maupun salah satunya— maka batal hak mengusap menurut mayoritas ulama.

4. Berakhirnya durasi yang diizinkan untuk mengusap

Karena waktu mengusap sudah ditentukan oleh syariat, maka jika telah melewati waktunya, tidak boleh lagi mengusap, sesuai dengan mafhūm (pemahaman) dari hadits-hadits tentang penentuan waktu tersebut.

 

Poin keenam Awal Dimulainya Durasi Mengusap

Kapan sebenarnya waktu dihitungnya masa mengusap?

  • Durasi dimulai sejak terjadi hadats setelah mengenakan khuf, bukan saat pertama kali memakainya.

Contoh:

Seseorang berwudhu untuk shalat Subuh dan memakai khuf dalam keadaan suci. Setelah matahari terbit (sekitar jam 6) ia berhadats, lalu berwudhu lagi sebelum shalat Zuhur, dan mengusap khuf saat itu.

➡ Maka durasi dihitung dari saat hadats, yakni dari terbit matahari, bukan dari saat ia mengusap.

Namun, sebagian ulama berpendapat: awal durasi adalah dari saat dia mengusap setelah hadats. Tetapi pendapat yang rajih (lebih kuat) adalah dari saat hadats pertama setelah memakai khuf dalam keadaan suci.

 

Poin ketujuh: Mengusap Jabirah, Sorban, dan Penutup Kepala Wanita

1. Al-Jabīrah (الجبيرة):

Definisi: Jabirah adalah pembalut atau penyangga tulang seperti kayu, gips, atau perban yang digunakan untuk menstabilkan tulang patah, luka, atau cedera.

Hukum: Boleh mengusap di atasnya, baik pada hadats kecil maupun besar.

Syarat: Pembalut harus sesuai kebutuhan, tidak boleh melebihi dari yang dibutuhkan. Jika berlebihan, maka bagian yang lebih harus dilepas dan dibasuh.

Dalil:

Karena ini masuk dalam bab darurat, maka diterapkan kaidah:

"الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ، وَالضَّرُورَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا"

“Keadaan darurat membolehkan yang dilarang, dan darurat diukur sesuai kebutuhan.”

Tidak ada batas waktu tertentu dalam mengusap jabirah. Boleh terus diusap sampai sembuh atau dilepas.

2. Al-ʿImāmah (العمامة):

Definisi: Penutup kepala khusus laki-laki yang dililitkan atau dilipat di atas kepala.

Hukum: Boleh diusap, jika memang menutupi kepala dan dipakai dengan cara membalut.

Dalilnya: Hadits dari al-Mughīrah bin Syuʿbah رضي الله عنه:

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ مَسَحَ عَلَى النَّاصِيَةِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ

“Bahwa Nabi ﷺ mengusap sebagian ubun-ubun, lalu sorban, dan kedua khuf beliau.”

(HR. Muslim)

Juga dalam hadits lain:

أنَّهُ ﷺ مَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ وَالْخِمَارِ

“Sesungguhnya Nabi ﷺ mengusap khuf dan khimār (penutup kepala).”

(HR. Abu Dawud)

Durasi mengusap sorban tidak ditentukan, namun jika dilakukan dengan kehati-hatian, yaitu dipakai dalam keadaan suci dan dalam waktu mengusap khuf, maka itu lebih utama.

3. Khimār (خمار) Wanita:

Definisi: Penutup kepala bagi wanita yang dikenakan untuk menutup rambut dan kepala.

Hukum Asal: Sebaiknya tidak diusap, melainkan dibuka dan membasuh kepala secara langsung.

Namun, boleh diusap dalam kondisi darurat atau ada kesulitan, seperti:

  • Ada penyakit di kepala,
  • Rambut berbalut henna atau bahan lain yang tidak bisa dihilangkan.

Karena hukum tentang kepala dalam wudhu memang mengandung kemudahan dan keringanan.

 

Epilog: Kemudahan Syariat di Tanah Suci

Wahai para tamu Allah…

Di antara indahnya syariat Islam adalah bahwa ia datang tidak untuk menyusahkan, tetapi untuk mempermudah jalan menuju ketaatan. Termasuk dalam bab bersuci: Allah izinkan kita untuk mengusap khuf, sorban, atau perban, bukan karena kita malas, tapi karena Allah tahu keterbatasan hamba-Nya di tengah safar, dingin, atau luka.

Ini bukan “keringanan” karena kelemahan, tapi kemuliaan dari kasih sayang-Nya.

Allah Ta'ala berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan.”

(QS. Al-Baqarah: 185)

Dan Rasulullah ﷺ bersabda:

إن الله يحب أن تؤتى رخصه كما يكره أن تؤتى معصيته

“Sesungguhnya Allah mencintai jika rukhsah-Nya diambil (diamalkan), sebagaimana Dia benci jika maksiat dilakukan.”

(HR. Ahmad, Ibnu Hibban – shahih)

Maka saat engkau mengenakan kaos kaki dan khawatir sulit untuk mencopotnya di bandara, saat engkau harus menjaga perban luka di kaki, atau mengenakan sorban di atas kepala, ingatlah! syariat telah lebih dulu memikirkannya untukmu.

Ambillah kemudahan yang Allah berikan, dan lanjutkan perjalanan ibadahmu dengan tenang dan yakin.

Semoga setiap langkahmu di tanah suci, setiap usapan air wudhu, hingga setiap rukuk dan sujud, diterima sebagai amal yang bersih… karena dimulai dengan thaharah yang sah dan diberkahi, aamiin.

 

Wallahu ta’al a’lam

 

 

Sumber

Al-fiqhu Al-Muyassar

Majmu’ Syarah Muhadzab

Al-Mughni

Fatwa syaikh utsaimin

Oleh: Abu Haneen & Miqdad Al Kindi, Lc

 

 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id