Tidur dan Wudhu: Kapan Tidur Membatalkan Wudhu?

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 22 Juni 2025, 11:09:42

Bismillah, was shalatu was salamu ala Rasulillah, amma ba’du.

Bayangkan ini: Anda sedang menunggu waktu shalat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram. Suasana tenang, angin sejuk, udara AC menyentuh wajah, lelah mulai terasa setelah thawaf atau ziarah. Tanpa sadar... Anda tertidur sejenak. Lalu iqamah berkumandang. Anda pun berdiri, langsung shalat bersama jamaah. Tapi… apakah wudhu Anda masih sah?

Inilah salah satu pertanyaan yang paling sering muncul di antara jamaah umrah:

“Kalau saya tertidur di masjid, apakah wudhu saya batal?”

Jawaban singkatnya: Tergantung bagaimana Anda tidur.

Para ulama dari empat mazhab sepakat bahwa tidur yang lelap (dalam posisi rebahan) bisa membatalkan wudhu. Tapi mereka berbeda pendapat soal posisi tidur lainnya, seperti tidur sambil duduk, bersandar, atau sujud.

Sebagai jamaah umrah, kita sering tertidur di masjid, entah karena jet lag, kelelahan thawaf, atau menunggu iqamah yang cukup lama. Oleh karena itu, memahami kapan tidur membatalkan wudhu dan kapan tidaknya adalah hal penting agar ibadah kita sah dan diterima.

Dalam artikel ini, kita akan bahas dengan ringkas dan praktis:

  1. Pendapat para ulama mazhab tentang posisi tidur yang membatalkan wudhu.
  2. Dalil-dalil yang mereka gunakan.
  3. Panduan praktis untuk jamaah agar tidak ragu saat ingin shalat.

InsyaAllah, dengan pemahaman yang benar, kita bisa tetap semangat ibadah dan lebih tenang saat beraktivitas di Tanah Suci.

 

1. Pendapat para ulama mazhab tentang posisi tidur yang membatalkan wudhu

  • Penjelasan Titik Perselisihan:

Para imam empat mazhab sepakat bahwa tidur yang banyak dan mendalam mewajibkan wudhu, dan bahwa tidur yang sedikit tidak membatalkan wudhu. Mereka juga sepakat bahwa tidur dalam posisi berbaring membatalkan wudhu, dan tidur dalam posisi duduk tidak membatalkan wudhu. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai posisi-posisi tidur lainnya yang bisa membatalkan wudhu. Perbedaan ini terbagi dalam empat pendapat:

  • Pendapat dan Penisbatan:

1. Tidur yang membatalkan: berbaring, atau sujud baik lama maupun sebentar (Pendapat Imam Malik).

2. Tidur yang membatalkan adalah tidur dalam posisi apa pun kecuali duduk (Pendapat Imam Syafi’i)

3. Tidak wajib wudhu kecuali bagi yang tidur dalam posisi berbaring (Pendapat Imam Abu Hanifah)

4. Tidur membatalkan dalam posisi apa pun kecuali tidur ringan dalam keadaan duduk atau berdiri (Pendapat Imam Ahmad)

  • Sebab Perbedaan:

Karena sebagian posisi tidur lebih memungkinkan terjadinya tidur nyenyak dibandingkan posisi lain. Demikian pula, dalam beberapa posisi, keluarnya hadats lebih mudah terjadi.

 

2. Dalil masing-masing pendapat

  • Pendapat pertama:

Tidur yang membatalkan: berbaring, atau sujud baik lama maupun sebentar (Pendapat Imam Malik).

Dalil-dalil mereka:

Tidur yang – umumnya – menjadi sebab hadats adalah tidur yang disertai dengan nyenyaknya tidur, lamanya tidur, atau posisinya. Maka lamanya tidur dan tidurnya terlalu lelap dalam posisi apa pun umumnya menjadi sebab hadats.

Kesimpulan:

Wudhu batal bagi orang yang tidur sebentar dalam keadaan sujud.

  • Pendapat kedua:

Tidur yang membatalkan adalah tidur dalam posisi apa pun kecuali duduk (Pendapat Imam Syafi’i).

Dalil-dalil mereka:

Hadits shahih: 

مَا ثَبَتَ: (أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ ﷺ كَانُوا يَنَامُونَ فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوسُهُمْ، ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّؤُونَ) 

Telah sahih bahwa: “Para sahabat Nabi ﷺ dahulu tidur di masjid hingga kepala mereka terkulai, lalu mereka shalat tanpa berwudhu.” (HR. Muslim). 

Ini menunjukkan bahwa tidur ringan dikecualikan dari bentuk-bentuk tidur lainnya.

Tanbih:

Jika seseorang tidur dalam keadaan duburnya menempel di tanah (atau alas duduk), maka wudhunya tidak batal. Namun jika tidak menempel, maka wudhunya batal, dalam posisi apa pun ia tidur.

Lihat: Al-Majmu’ Syarh muhadzzab 

Kesimpulan:

Wudhu batal bagi orang yang tidur dalam keadaan sujud, bersandar, atau berbaring di sisi.

  • Pendapat ketiga:

Tidak wajib wudhu kecuali bagi yang tidur dalam posisi berbaring (Pendapat Imam Abu Hanifah)

Dalil-dalil mereka:

Hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma, dia berkata:

لَا وُضُوءَ عَلَى مَنْ نَامَ قَائِمًا أَوْ قَاعِدًا أَوْ رَاكِعًا، إِنَّمَا الْوُضُوءَ عَلَى مَنْ نَامَ مُضْطَجِعًا، فَإِنَّهُ إِذَا نَامَ مُضْطَجِعًا اسْتَرْخَتْ مَفَاصِلُهُ

 “Tidak wajib wudhu bagi orang yang tidur dalam keadaan berdiri, duduk, atau rukuk. Wudhu hanya wajib bagi yang tidur dalam posisi berbaring, karena jika ia tidur dalam posisi itu maka persendiannya menjadi lemas.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi – dan beberapa ulama melemahkannya).

Atsar Umar Radhiyallahu anhu:

إِذَا نَامَ أَحَدُكُمْ مُضْطَجِعًا فَلْيَتَوَضَّأْ

 “Jika salah satu dari kalian tidur dalam posisi berbaring, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Malik dalam Muwatho’ dan juga Baihaqi).

Kesimpulan:

Tidak batal wudhu bagi orang yang tidur dalam keadaan sujud, bersandar, atau berbaring di sisi.

  • Pendapat keempat:

Tidur membatalkan dalam posisi apa pun kecuali tidur ringan dalam keadaan duduk atau berdiri (Pendapat Imam Ahmad)

Dalil-dalil mereka:

Hadits mauquf:

مَا ثَبَتَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ ﷺ كَانُوا يَنَامُونَ فِي الْمَسْجِدِ جُلُوسًا وَلَا يَتَوَضَّؤُونَ وَيُصَلُّونَ

Telah shahih bahwa para sahabat Nabi ﷺ dahulu tidur di masjid dalam keadaan duduk dan mereka tidak berwudhu dan tetap melaksanakan shalat. (HR. Muslim)

Kesimpulan:

Wudhu batal bagi orang yang tidur dalam keadaan sujud, bersandar, duduk bersila, atau duduk yang lama.

Lihat: Al-Inshof (25, 2/20)

 

Bagaimana Pendapat Ulama Besar Seperti Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Utsaimin?

Dalam masalah tidur yang membatalkan wudhu, para ulama besar seperti Ibnu Taimiyyah dan Syaikh al-‘Utsaimin mengambil pendekatan yang lebih rasional dan praktis, terutama untuk kondisi nyata di lapangan, termasuk untuk jamaah umrah yang sering mengalami kelelahan fisik.

  • Pendapat Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa tidur tidak membatalkan wudhu secara otomatis. Tidur bukan hadats itu sendiri, tetapi hanya indikasi kemungkinan terjadinya hadats. Oleh karena itu, menurut beliau:

“Tidur yang tidak disertai hilangnya kesadaran penuh, seperti tidur ringan dalam posisi duduk, tidak membatalkan wudhu.”

Jadi, jika seseorang masih bisa merasakan lingkungannya (misalnya terasa jika ada yang menyentuh atau memanggil), maka tidurnya tidak membatalkan wudhu.

Namun, kalau tidurnya sudah sangat nyenyak sampai tidak sadar, maka wudhunya batal.

Sumber: Majmū‘ al-Fatāwā, 21/284–286.

  • Pendapat Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahullah:

Syaikh ‘Utsaimin juga sejalan dengan pendapat Ibnu Taimiyyah. Beliau berkata:

“Selama seseorang masih merasakan apa yang terjadi di sekitarnya, maka tidurnya tidak membatalkan wudhu, meskipun dalam posisi berbaring. Tapi jika ia sudah tidak sadar sama sekali, maka wudhunya batal, apapun posisi tidurnya.”

Beliau menekankan bahwa inti perkaranya adalah kesadaran, bukan semata posisi tubuh. Sehingga, tidur ringan di masjid sambil duduk (seperti yang banyak dilakukan jamaah umrah) tidak otomatis membatalkan wudhu, kecuali jika ia sampai tertidur lelap.

Sumber: Syarh al-Mumti‘, 1/245–247.

 

Kesimpulan Praktis untuk Jamaah Umrah:

Tidur ringan sambil duduk di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram tidak membatalkan wudhu, selama Anda masih sadar atau bisa bangun dengan mudah.

Tapi jika Anda sampai tertidur lelap (misalnya terkulai, ngorok, atau tidak terasa saat dibangunkan), maka harus ulangi wudhu.

Ingat, shalat di Tanah Suci sangat besar pahalanya, jadi jangan ambil resiko dengan wudhu yang meragukan.

 

Epilog: Wudhu Sah, Ibadah Tenang

Perjalanan umrah bukan sekadar safar biasa. Ia adalah momen langka, momen ketika setiap langkah di Tanah Suci bisa bernilai pahala berlipat. Tapi... jangan biarkan ibadah kita kehilangan nilainya hanya karena wudhu yang tak sah gara-gara tertidur sejenak.

Dari penjelasan para ulama —baik mazhab empat maupun para imam besar seperti Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Utsaimin— kita belajar satu hal penting: Islam itu mudah, tapi tidak asal-asalan.

  • Tidur sebentar dalam posisi duduk? Tidak membatalkan wudhu, selama masih ada kesadaran.
  • Tertidur pulas? ulangi wudhu, agar shalat kita menjadi sah.

Sebagai jamaah umrah, kita pasti sering merasa lelah. Menunggu iqamah di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi lalu terlelap itu hal yang sangat manusiawi. Tapi justru karena kita sedang berada di tempat suci, wudhu kita adalah fondasi ibadah. Maka mari jaga dengan hati-hati, tanpa waswas, tanpa meremehkan.

  • Sebelum berdiri untuk shalat, tanya diri kita:

“Tidurku tadi ringan atau pulas? Masih terasa sekitar, atau benar-benar lepas?”

Kalau ragu, berwudhulah kembali. Tidak ada ruginya, justru ada pahala tambahannya.

Semoga Allah menerima umrah kita, menjaga wudhu kita, dan menjadikan setiap ibadah di Tanah Suci sebagai bekal selamat di akhirat nanti.

اللهم تقبل منا ومنكم صالح الأعمال، آمين

 

Wallahu ta’la a’lam

 

 

Sumber:

Jadwal Bidayatul Mujtahid

Majmu’ syarh muhadzab

Al-Inshof

Majmu’ fatawa ibnu taimiyyah

Syarh mumti’

 

Oleh: Abu Haneen & Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id