Najiskah Kotoran Burung Merpati di Pelataran Masjidil Haram?
Bismillah, was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Ketika menunaikan ibadah umrah, tak jarang jamaah mendapati lantai pelataran Masjidil Haram di beberapa titik dipenuhi oleh burung merpati yang beterbangan, bahkan meninggalkan kotorannya di mana-mana. Timbul pertanyaan: Apakah kotoran burung ini najis? Apakah kita tetap sah shalat di tempat yang terkena kotorannya?
Pendapat Para Ulama Tentang Kotoran Burung
Para ulama dari mazhab-mazhab fiqih utama berbeda pendapat terkait najis atau tidaknya kotoran burung, atau lebih umumnya mereka berbeda pendapat mengenai najis tidaknya air kencing dan kotoran hewan.
Sebelumnya Para ulama sepakat bahwa:
- Air kencing dan kotoran manusia adalah najis (kecuali air kencing bayi yang belum makan makanan selain ASI).
Namun mereka berbeda pendapat mengenai najis tidaknya air kencing dan kotoran hewan, dan perbedaan itu terbagi menjadi dua pendapat.
Pendapat dan nisbatnya:
- Air kencing dan kotoran hewan (semua hewan) adalah najis, ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i.
- Air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci, sedangkan yang haram dimakan adalah najis, ini adalah pendapat Malik dan Ahmad.
Sebab Perbedaan Pendapat:
Perbedaan dalam memahami hadits tentang bolehnya shalat di kandang kambing, dan hadits tentang dua orang Arab Badui (yang kencing di masjid) serta semisalnya. Apakah najisnya kencing dan kotoran hewan disamakan dengan najisnya manusia?
Dalil-dalil masing-masing pendapat:
1. Pendapat pertama: Air kencing dan kotoran hewan adalah najis (Pendapat Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i).
Dalil-dalil mereka:
- Hadits Jabir Radhiyallahu anhu:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ ﷺ: أُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْإِبِلِ؟ قَالَ: لَا
Hadits Jabir raḍiyallāhu 'anhu: "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi ﷺ: 'Bolehkah aku shalat di kandang unta?' Beliau menjawab: 'Tidak.'" (HR. Muslim)
ini menunjukkan bahwa tempat tersebut najis.
- Qiyas (analogi) terhadap najisnya air kencing dan kotoran manusia.
Jika kotoran manusia najis, maka kotoran hewan pun juga najis, karena sama-sama kotoran.
- Firman Allah Ta‘ālā:
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan Dia mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (kotor atau menjijikkan).” (Al-A’rof: 157)
Kata "الْخَبَائِثَ" (al-khabā’its) mencakup segala sesuatu yang buruk menurut fitrah manusia dan tidak layak dikonsumsi atau dimanfaatkan, baik karena najis, menjijikkan, atau berbahaya.
Dalam konteks fiqih, ayat ini sering dijadikan dalil untuk menyatakan bahwa segala sesuatu yang dianggap menjijikkan (secara umum menurut 'urf/masyarakat) adalah haram atau najis, termasuk beberapa bentuk kotoran hewan atau makanan yang tidak layak dikonsumsi.
Dan orang-orang Arab menganggap kotoran adalah sesuatu yang menjijikkan (najis menurut 'urf)
📚 Dalam Badā’iʿ ash-Shanā’iʿ karya al-Kāsānī dari mazhab Hanafi dijelaskan:
"Hewan yang tidak membuang kotorannya di udara (terbang), seperti ayam dan bebek, maka kotorannya adalah najis, karena mengandung unsur najis, yaitu baunya yang busuk dan menjijikkan. Maka ia disamakan dengan kotoran manusia (adzrah)."
Adapun mazhab Syafi’i, mereka berpendapat semua jenis kotoran adalah najis, meskipun berasal dari hewan yang halal dimakan.
📚 Dalam al-Majmūʿ karya Imam an-Nawawi disebutkan:
"Mazhab kami (Syafi’iyyah) menyatakan bahwa seluruh kotoran dan kencing dari setiap hewan adalah najis, baik hewan itu halal dimakan maupun tidak, termasuk juga burung. Begitu pula kotoran ikan, belalang, dan hewan yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat — semuanya dihukumi najis kotoran dan kencingnya menurut mazhab kami."
Kesimpulan: Tidak boleh menggunakan kotoran dan air kencing hewan sama sekali. Pakaian serta tempat menjadi najis karena keduanya, dan wajib disucikan.
2. Pendapat kedua: Air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci, sedangkan yang haram dimakan adalah najis (Pendapat Malik dan Ahmad).
Dalil-dalil mereka:
- Hadits Anas Radhiyallahu anhu:
قَدِمَ نَفَرٌ مِنْ عُكْلٍ وَعُرَيْنَةَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ، فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ بِلِقَاحٍ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا
“Beberapa orang dari (kabilah) 'Ukl dan 'Uraynah datang menemui Nabi ﷺ di Madinah, namun mereka merasa tidak cocok dengan udara kota Madinah (sakit perut/demam). Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan mereka untuk mendatangi unta-unta zakat dan meminum air kencing serta susunya. (HR. Bukhari)
- Hadits Jabir Radhiyallahu anhu:
Bahwa Nabi ﷺ ditanya tentang bolehnya sholat di kandang kambing, maka beliau menjawab:
صَلُّوا فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ
"Shalatlah kalian di kandang kambing
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Hadits ini menunjukkan: Dibolehkannya shalat di kandang kambing, dan menunjukkan bahwa kotoran kambing tidak dianggap najis secara mutlak, atau dimaafkan karena sulit dihindari.
- Karena hewan yang halal dimakan dagingnya (seperti kambing atau sapi) diminum susunya dan dimakan dagingnya.
📚 Dalam Hasyiyah ash-Shawi al-Maliki atas asy-Syarh ash-Shaghir disebutkan:
"Termasuk yang suci adalah: sisa (kotoran) dari hewan yang halal (mubah) untuk dimakan dagingnya, seperti kotoran, tahi, air kencing, kotoran ayam, burung merpati, dan seluruh jenis burung, selama tidak mengonsumsi najis. Jika burung atau hewan tersebut mengonsumsi najis sebagai makanan atau minuman, maka kotorannya menjadi najis."
📚 Syaikh Mar’i al-Hanbali dalam Dalīl ath-Thālib berkata:
"Hewan yang dimakan dagingnya, dan makanan pokoknya bukan najis, maka air kencing, kotoran, muntah, madzi, mani, dan susunya adalah suci."
Kesimpulan: Boleh menggunakan kotoran dan air kencing hewan yang halal dimakan, dan tidak menjadi najis pakaian serta tempat, berbeda dengan hewan yang tidak halal dimakan.
🔹 Pendapat Ibnu Taimiyah رحمه الله:
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kotoran hewan yang halal dimakan hukumnya adalah ṭāhir (suci).
📚 Dalam Majmū‘ al-Fatāwā (21/542), beliau mengatakan:
"فَأَمَّا بُولُ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ وَرَوْثُهُ، فَهِيَ طَاهِرَةٌ عَلَى الصَّحِيحِ"
"Adapun air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan dagingnya, maka itu suci menurut pendapat yang paling benar."
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan kenajisannya. Karena tidak ada dalil shahih yang secara tegas menyatakan najisnya kotoran hewan yang halal dimakan, maka beliau memandangnya suci.
🔹 Pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin رحمه الله:
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menguatkan pendapat Ibnu Taimiyah, dan menyatakan bahwa kotoran dan air kencing hewan yang halal dimakan hukumnya suci, selama hewan itu tidak diberi makan najis sebagai makanan pokok.
📚 Dalam Asy-Syarh al-Mumti‘ (1/450), beliau berkata:
"kecing dan kotoran hewan yang dimakan dagingnya suci, seperti onta, sapi dan kambing, kelinci dan semisalnya.”
Namun beliau menambahkan pengecualian dalam hal berikut:
Jika hewan tersebut diberi makan najis sebagai pakan utama, maka kotorannya menjadi najis juga, karena ia mengandung najis yang nyata.
Pendapat yang Rajih (Terkuat):
Pendapat kedua: Air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan hukumnya suci, sebagai penggabungan dari seluruh dalil.
Ibnu Rusyd رحمه الله berkata: Para ulama sepakat akan bolehnya (menggunakan) kulit domba dan unta setelah disamak, dan itu adalah sisa-sisa dari hewan.
Relevansi untuk Jamaah Umrah dan Haji:
Dalam kondisi seperti di pelataran Masjidil Haram atau padang Arafah, kotoran kambing, unta, dan burung merpati yang sering ditemukan tidak perlu dikhawatirkan sebagai najis, selama tidak jelas dan tidak basah berdasarkan pendapat terkuat.
Walaupun memang lebih utama untuk mencari tempat yang jelas kesuciannya, karena islam mengajarkan kebersihan, keindahan, dan kesucian.
Wallahu ta’ala a’lam bis showab
Referensi Masalah:
Bidayah al-Mujtahid dan Kifayah al-Muhtashid (1/154)
Jadwal bidayatul mujtahid – Dr. Dzahir Fakhri Ad-Dzahir
Majmu Fatawa ibnu taimiyya
Syarh Mumti’
Badā’iʿ ash-Shanā’iʿ karya al-Kāsānī Al-Hanafi
Majmu Syarh Muhadzzab – Nawawi
Syarh Shagir - Hasyiyah ash-Shawi al-Maliki
Dalilut Tholib – Mar’i al-Hanbali
Oleh: Abu Haneen & Miqdad Al Kindi, Lc
