Bolehkah Membeli atau Menjual Mushaf yang Bertuliskan “Wakaf” atau “Hadiah dari Raja”? Begini Penjelasannya
Bismillah, was shalatu was salamu ala Rasulillah, amma ba’du …
Dalam perjalanan ibadah umrah atau haji, tidak sedikit jamaah yang ingin meninggalkan jejak amal, salah satunya dengan berwakaf mushaf Al-Qur’an di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram. Niat yang mulia, tentu saja. Bahkan sebagian muthowwif atau pembimbing rombongan pun menawarkan "paket wakaf mushaf" kepada para jamaah, dengan iming-iming pahala besar yang terus mengalir.
Namun sayangnya, di balik niat baik itu, kadang tersembunyi kekeliruan besar yang jarang disadari, ternyata mushaf yang dibeli dan diwakafkan tersebut adalah mushaf yang memang sudah wakaf sejak awal!
Ya, banyak mushaf cetakan Madinah (dari Mujamma’ Malik Fahd) yang dicetak khusus sebagai wakaf atau hadiah dari Raja Saudi untuk jamaah haji dan umrah, dan tertulis jelas di sampulnya:

“Waqf lillah” (Wakaf karena Allah),
“Hadiyyah min Khadim al-Haramayn” (Hadiah dari Penjaga Dua Tanah Suci),
atau “La yajuzu bai’uhu” (Tidak boleh diperjualbelikan).
Sayangnya, mushaf-mushaf ini malah masuk ke pasar gelap dan dijual ke jamaah, seringkali tanpa sepengetahuan mereka bahwa yang dibeli sebenarnya bukan untuk diperjualbelikan. Maka kita harus berhati-hati.
Di sinilah pentingnya edukasi kepada jamaah dan pembimbing haji/umrah, agar niat tulus mereka tidak tergelincir pada praktik yang justru tidak dibenarkan dalam syariat.
Lantas bagaimana rincian hukumnya? Yuk kita bahas dengan tenang dan jelas.
Hukum Asal: Barang Wakaf Tidak Boleh Diperjualbelikan
Di antara hukum terkait wakaf dalam Islam adalah tidak boleh diperjualbelikan. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi ﷺ ketika beliau menasihati Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu untuk mewakafkan bagian hartanya dari Khaibar:
تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ، لَا يُبَاعُ، وَلَا يُوهَب، وَلَا يُورَثُ، وَلَكِنْ يُنْفَقُ ثَمَرُهُ
"Tahanlah pokok hartanya, sedekahkan hasilnya, tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan."
(HR. Bukhari no. 3764 dan Muslim no. 1633)
Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarh Shahih Muslim:
وَفِي هَذَا الْحَدِيث : دَلِيل عَلَى أَنَّ الْوَقْف لَا يُبَاع وَلَا يُوهَب وَلَا يُورَث
"Hadits ini menjadi dalil bahwa wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan."
Disebutkan pula dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (44/202):
يَحْرُمُ بَيْعُ الْوَقْفِ وَلا يَصِحُّ
"Haram hukumnya menjual wakaf dan tidak sah (akad jual belinya).”
Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah juga ditanya:
"Saya melihat seseorang menjual buku yang bertuliskan: 'Wakaf karena Allah'. Apakah hal itu dibolehkan?"
Beliau menjawab: "Tidak boleh menjual barang yang berstatus wakaf.”
(Sumber: Islamway Fatwa no. 29820 https://iswy.co/e415n )
Jadi, mushaf yang diwakafkan atau dihadiahkan untuk tujuan umum seperti ibadah, tidak boleh dijadikan komoditas dagangan.
Lalu Bagaimana dengan Toko yang Menjualnya?
Jika telah ditetapkan bahwa mushaf wakaf (dan semisalnya seperti buku atau barang lain yang diwakafkan) tidak boleh dijual atau dibeli, maka:
Toko-toko yang menjual mushaf seperti itu harus dinasihati bahwa mereka tidak boleh memperjualbelikan barang wakaf.
Bolehkah Kita Membelinya? Tergantung Niat dan Tujuannya
Namun, karena tujuan pewakaf mushaf adalah agar kaum Muslimin mendapatkan manfaat dari membacanya, maka tidak mengapa bagi seorang Muslim untuk membelinya dengan niat menyelamatkan (istinqadz) mushaf tersebut dari orang yang menyalahgunakannya (dengan menjualnya), asalkan:
- Ia tidak berniat memilikinya secara penuh,
- Menggunakannya sebagai barang wakaf, boleh untuk dirinya atau diberikan kepada orang lain agar tetap dimanfaatkan,
- Ia tidak boleh menjualnya lagi, karena mushaf itu tetap berstatus wakaf,
- Jika diketahui bahwa mushaf itu diwakafkan untuk tempat tertentu (misal: masjid tertentu), maka harus dikembalikan ke tempat itu jika memungkinkan,
- Jika tidak memungkinkan, maka diberikan ke tempat serupa yang paling mendekati (misalnya masjid lain yang membutuhkan mushaf).
Penjelasan dari Para Ulama
- Imam Al-Qadhi Abu Ya'la rahimahullah berkata:
“Jual beli ini sejatinya adalah bentuk penyelamatan dan penebusan (istinqadz), dan tidak mengapa akad dilakukan dengan tujuan menyelamatkan, maka halal bagi pihak yang membayar (pembeli), tapi haram bagi pihak yang mengambil (penjual). Seperti halnya menebus tawanan Muslim dari tangan orang kafir dengan harta: boleh dari sisi yang menebus, tapi haram dari sisi yang menerima.”
(Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, hal. 206)
- Imam Ibn Hajar Al-Haitami rahimahullah (ulama fiqih Syafi’i) ditanya:
Seseorang membeli sebuah buku dari orang lain, padahal ia tahu atau sangat kuat dugaan bahwa buku itu adalah barang wakaf. Apakah boleh membelinya jika tujuannya adalah untuk menyelamatkan wakaf tersebut dari tangan orang yang menyalahgunakannya dengan menjual-belikan?
Beliau menjawab:
"Jika ia tahu itu wakaf, maka pembeliannya adalah bentuk penebusan.
Jika hanya dugaan kuat, maka akadnya tetap sah secara lahiriyah dan berlaku hukum-hukum kepemilikan padanya, karena hukum asalnya adalah kepemilikan bagi siapa yang memegang barang (yakni secara lahiriyah dianggap milik), sampai ada bukti kuat yang membatalkannya. Sekadar dugaan, walaupun diperkuat oleh indikasi, tidak cukup untuk membatalkan hukum asal tersebut."
(Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, 3/126)
- Syaikh Abdullah Al-Aqil rahimahullah berkata:
"Wakaf tidak boleh dijual atau dibeli, dan tidak halal mengambil uang dari hasil penjualannya. Akan tetapi, jika seseorang membeli buku wakaf dengan tujuan menyelamatkan dan memanfaatkannya, dan tetap menjadikannya wakaf serta tidak mengklaim kepemilikannya, serta tidak mencegah orang lain menggunakannya jika ia sudah tidak memerlukannya, maka – insyaAllah – hal itu tidak mengapa bagi pihak pembeli.
Adapun bagi penjual, haram hukumnya mengambil harganya, karena itu bukan jual beli yang sah, melainkan bentuk istinqadz sebagaimana telah dijelaskan.
Wallahu a‘lam."
Kesimpulan
Tidak boleh menjual mushaf wakaf atau hadiah dari pemerintah/pihak tertentu yang diniatkan sebagai wakaf.
Jika seseorang membelinya dengan niat menyelamatkan (bukan memiliki), maka diperbolehkan, asalkan ia memperlakukan mushaf itu sebagai wakaf dan tidak memperjualbelikannya lagi.
Penutup
Niat wakaf itu sangat mulia. Tapi jangan sampai niat baik kita dibangun di atas transaksi yang salah. Membeli mushaf wakaf untuk diwakafkan lagi ibarat menyumbangkan hasil curian ke masjid, niatnya baik tapi caranya keliru.
Mari kita jaga kehormatan mushaf, jangan sampai jadi komoditas dagangan. Islam sangat menghargai niat baik para pewakaf. Jangan sampai kita terlibat dalam transaksi jual beli mushaf wakaf, yang justru merusak semangat ibadah ini.
Wallahu ta’la a’lam bis showab.
Sumber:
Islam su’al wa Jawab, dibawah pengawasan Syaikh Shalih Al-Munajjid.
Oleh: Abu Haneen
Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc
