Wudhu Sebelum Thawaf dan Sa’i: Syarat Sah atau Sekadar Anjuran?

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 30 Juli 2025, 14:55:46

(Panduan Thaharah dalam Dua Rukun Utama Umrah Menurut Ulama)

 

Bismillah, was shalatu was salamu ala Rasulillah, amma ba’du ....

Dalam ibadah umrah maupun haji, thawaf dan sa’i merupakan dua ibadah pokok yang tidak boleh dilewatkan. Keduanya menjadi bagian dari syiar agung yang diajarkan Rasulullah ﷺ, dan setiap muslim tentu ingin menunaikannya dengan sah, sempurna, dan penuh kekhusyukan.

Namun, tidak sedikit jamaah yang merasa ragu:

  • Apakah thawaf harus dilakukan dalam keadaan berwudhu, seperti shalat?
  • Bagaimana lupa berwudhu sebelum thawaf?
  • Bagaimana jika di tengan prosesi thawaf kita melakukan pembatal wudhu?
  • Lalu, bagaimana dengan sa’i? Apakah juga wajib suci dari hadats kecil saat melakukannya?

Sebagian orang mengalami hadats kecil tanpa disengaja saat berada di tengah lautan manusia di Masjidil Haram, dan tidak tahu harus bagaimana. Ada pula yang merasa bingung karena tidak sempat bertanya di tengah kepadatan aktivitas umrah.

Artikel ini hadir untuk menjawab kegelisahan tersebut. Kita akan membahas secara ringkas, ilmiah, dan praktis:

  1. Apakah wudhu merupakan syarat sah thawaf seperti dalam shalat?
  2. Apakah wudhu juga disyaratkan dalam sa’i?

Mari kita telusuri bersama panduan para ulama berdasarkan dalil-dalil yang sahih. Dengan ilmu, insyaAllah ibadah kita akan lebih tenang, sah, dan bernilai di sisi Allah Ta’ala.

 

Kaidah:

Ibadah tidak sah kecuali dengan terpenuhinya syarat dan rukunnya.”

Ini adalah kaidah besar dalam fikih.

Karena itu, ketika membahas apakah wudhu wajib dalam thawaf, kita tidak hanya bertanya "boleh atau tidak", tetapi juga:

Apakah ia termasuk syarat sah thawaf seperti dalam shalat? Atau hanya anjuran yang bisa ditinggalkan dalam kondisi tertentu?

 

1. Apakah wudhu merupakan syarat sah Thawaf?

Pendapat Mayoritas Ulama: Wajib Wudhu untuk Thawaf

Mayoritas ulama seperti Malikiyah, Syafi’iyah, dan riwayat dari Ahmad berpendapat: Thaharah (berwudhu) adalah syarat sah thawaf, sebagaimana dalam shalat.

Dalil-dalil Mereka:

  • Sabda Nabi ﷺ: 

الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاةٌ، إلا أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ

“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, hanya saja kalian boleh berbicara di dalamnya.”

(HR. At-Tirmidzi no. 960, disahihkan Al-Albani)

  • Nabi ﷺ berwudhu sebelum thawaf sebagaimana disebut dalam Shahihain dari Aisyah radhiyallahu'anha, dia berkata:

لما أراد صلى الله عليه وسلم أن يطوف توضأ

"Ketika Nabi ﷺ hendak Thowaf, beliau berwudhu."

وقد قال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خذوا عني مناسككم

dan juga Nabi bersabda: “Ambillah manasik kalian dariku.” (HR. Muslim no. 1297)

  • Larangan thawaf bagi wanita haid, Nabi bersabda kepada Aisyah:

افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِ

“Lakukan semua yang dilakukan oleh jamaah haji, kecuali thawaf hingga engkau suci.”

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni berkata:

"Thaharah dari hadats adalah syarat sah thawaf, menurut riwayat yang masyhur dari Ahmad. Dan ini juga merupakan pendapat Malik dan Asy-Syafi'i." (selesai)

Fatwa Syaikh Ibn Baz:

  • Beliau ditanya: 

Seorang wanita melakukan umrah di bulan Ramadhan. Saat masuk Masjidil Haram, ia mengalami hadats kecil (keluar angin), tapi malu untuk minta izin berwudhu, sehingga ia langsung thawaf tanpa wudhu. Setelah thawaf, barulah ia berwudhu dan melanjutkan sa’i. Apakah umrahnya sah? Apakah ia wajib membayar dam atau kafarat?

  • Jawaban Syaikh Ibn Baz:

"Thawafnya tidak sah, karena thaharah adalah syarat sah thawaf, sebagaimana halnya shalat. Maka, ia wajib kembali ke Mekkah dan mengulangi thawaf di Ka'bah. Dan disunnahkan baginya untuk mengulangi sa’i, karena mayoritas ulama tidak membolehkan mendahulukan sa’i sebelum thawaf.

Setelah itu, ia memotong rambut dari seluruh kepalanya lalu bertahallul.

Jika ia adalah wanita bersuami dan telah berhubungan suami istri setelah thawaf tersebut, maka suaminya wajib membayar dam (sembelihan) yang disembelih di Mekkah dan dibagikan kepada fakir miskin di sana.

Setelah itu, ia harus melakukan umrah baru dari miqat tempat ia ihram untuk umrah pertama. Baik dikerjakan saat itu juga atau di waktu lain, tergantung pada kemampuannya.

Wallahul Muwaffiq (Allah-lah yang memberi taufik)."

(Fatawa Syaikh Ibn Baz, jilid 17, hlm. 214–215)

  • Pertanyaan lain:

Seorang pria memulai thawaf, lalu keluar angin darinya. Apakah ia wajib menghentikan thawaf atau boleh melanjutkan?

  • Jawaban:

"Jika seseorang berhadats dalam thawaf — baik kentut, buang air kecil, keluar mani, menyentuh kemaluan, dan semisalnya — maka thawafnya batal, seperti halnya shalat. Ia harus keluar untuk bersuci, lalu mengulangi thawaf dari awal. Ini adalah pendapat yang benar, walaupun ada khilaf dalam masalah ini.

Tapi yang shahih, baik dalam thawaf maupun dalam shalat:

Nabi ﷺ bersabda: “Jika salah seorang dari kalian kentut saat shalat, maka hendaknya ia keluar, berwudhu, dan mengulangi shalatnya.”

(HR. Abu Dawud, dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

Dan thawaf termasuk dalam jenis ibadah yang menyerupai shalat..."

(Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz, 17/216-217)

 

Pendapat Sebagian Ulama: Tidak Wajib Wudhu untuk Thawaf

Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Mereka menjawab dalil-dalil pendapat mayoritas ulama sebagai berikut:

  • Hadits “thawaf itu seperti shalat”, mereka mengatakan bahwa hadits ini tidak sah secara marfu’ dari Nabi ﷺ, tapi hanya perkataan Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Majmu': "Yang benar, itu adalah perkataan Ibnu 'Abbas, bukan sabda Nabi. Ini juga disebutkan oleh Al-Baihaqi dan para hafizh lainnya." 
  • Nabi ﷺ berwudhu sebelum thawaf, mereka mengatakan bahwa perbuatan ini menunjukkan keutamaan (mustahab), bukan kewajiban, karena Nabi ﷺ melakukannya tapi tidak memerintahkannya kepada para sahabat secara eksplisit.
  • Sabda Nabi kepada ‘Aisyah ketika haid: "Lakukan semua yang dilakukan oleh jamaah haji, kecuali thawaf di Ka'bah sampai engkau suci." Mereka mengatakan bahwa larangan thawaf bagi wanita haid karena haid menghalangi masuk masjid, bukan karena hadats kecil, karena orang haid tidak boleh duduk di masjid.

Pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:

Orang-orang yang mewajibkan wudhu untuk thawaf tidak memiliki dalil sama sekali. Tidak ada satu pun riwayat —baik dengan sanad shahih maupun sanad dha’if— yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ memerintahkan wudhu untuk thawaf.

Padahal, beliau telah berhaji bersama banyak orang dan telah melakukan beberapa kali umrah, dan orang-orang pun ikut melakukan umrah bersamanya. Seandainya wudhu itu wajib untuk thawaf, pasti Nabi ﷺ akan menjelaskannya secara umum. Dan kalau memang beliau menjelaskannya, niscaya para sahabat akan meriwayatkannya dan tidak mungkin mereka mengabaikannya.

Memang, terdapat riwayat shahih bahwa Nabi ﷺ berwudhu sebelum thawaf, namun hal ini saja tidak cukup untuk menunjukkan kewajiban. Karena Nabi ﷺ biasa berwudhu untuk setiap shalat, dan beliau pernah bersabda:

“Aku tidak suka menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.”

(Majmu fatawa ibnu taimiyyah, 21/273)

Kesimpulan dari pernyataan beliau: Tidak ada perintah eksplisit dari Nabi ﷺ yang mewajibkan wudhu untuk thawaf, dan sekadar beliau melakukannya tidak otomatis menunjukkan kewajiban. Maka menurut Ibnu Taimiyah, wudhu saat thawaf adalah sunnah, bukan syarat sah.

 

Kesimpulan:

Pendapat bahwa wudhu tidak wajib untuk thawaf memiliki dalil yang cukup kuat dan dapat diterima. Namun, tetap tidak sepantasnya seseorang melakukan thawaf tanpa bersuci, karena thawaf dengan wudhu jelas lebih utama, lebih hati-hati, dan keluar dari khilaf mayoritas ulama.

Akan tetapi, dalam kondisi sulit, seperti saat musim haji dengan keramaian ekstrem, atau seseorang dalam keadaan sakit, lanjut usia, atau sulit menjaga wudhu, maka boleh mengikuti pendapat yang tidak mewajibkan wudhu dalam thawaf, karena masyaqqah (kesulitan berat), dan tidak ada dalil tegas yang mewajibkannya.

 

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata setelah menjelaskan dalil-dalil pendapat Jumhur:

"Pendapat yang lebih kuat dan yang membuat hati tenang adalah: tidak disyaratkan thaharah dari hadats kecil dalam thawaf.

Tapi thawaf dalam keadaan suci tentu lebih utama dan lebih sempurna serta lebih sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ.

Tidak selayaknya seseorang meninggalkan wudhu hanya karena ada pendapat yang membolehkan thawaf tanpa wudhu.

Namun, dalam kondisi tertentu seperti: keluar angin di tengah thawaf di tengah kerumunan yang sangat padat, dan tinggal sedikit lagi thawafnya selesai, maka jika kita memaksanya keluar untuk berwudhu lalu kembali lagi, itu akan menjadi kesulitan besar.

Dalam kondisi seperti itu, dan tidak ada dalil yang tegas yang mengharuskan wudhu dalam thawaf, maka tidak seharusnya kita membebani manusia dengan sesuatu yang menyulitkan. Kita mengikuti yang lebih mudah, karena Allah berfirman:

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah: 185)"

(Asy-Syarhul Mumti’, 7/300)

 

2. Apakah Wudhu Disyaratkan dalam Sa’i?

Tidak disyaratkan wudhu dalam sa’i antara Shafa dan Marwah. Ini adalah pendapat empat imam mazhab: Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad.

Bahkan wanita haid pun boleh melakukan sa’i, karena Nabi ﷺ hanya melarang thawaf bagi wanita haid, dan tidak melarang sa’i.

Sebagaimana sabda Nabi ﷺ kepada 'Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ia haid:

“Lakukan semua yang dilakukan jamaah haji, kecuali thawaf di Ka'bah.”

(lihat Al-Mughni, 5/246)

  • Syaikh Ibnu Utsaimin berkata:

"Jika seseorang sa’i dalam keadaan hadats kecil, atau dalam keadaan junub, atau wanita yang sedang haid melakukan sa’i, maka itu sah.

Tapi tetap yang lebih utama adalah melakukan sa’i dalam keadaan suci."

(Asy-Syarhul Mumti’, 7/310-311)

 

Kesimpulan Praktis:

1. Kondisi: Dalam kondisi normal, mampu wudhu.

Hukum thawaf tanpa wudhu: Wajib berwudhu (ikut mayoritas ulama).

2. Kondisi: Lupa, tidak tahu, atau ada udzur syar’i.

Hukum thawaf tanpa wudhu: Sah menurut sebagian ulama, tapi sebaiknya dam atau puasa 10 hari (haji), 3 hari (umrah).

3. Kondisi: Sa’i dalam keadaan hadats.

Hukum thawaf tanpa wudhu: Sah secara ijma’, tapi lebih baik dalam keadaan suci.

 

 

Wallahu ta’la a’lam bis showab ....

 

 

 

Sumber:

Islam sual wal jawab Syaikh Shalih Al-Munajjid

Fatwa Syaikh binbaz

Majmu Fatawa ibnu Taimiyyah

As-Syarhul Mumti

Oleh: Abu Haneen 

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id