Hukum Thawaf Wada’ bagi Jamaah Umrah: Wajib atau Sunnah?

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 01 Agustus 2025, 14:48:48

Bismillah, Alhamdulillah was shalatu was salamu ala Rasulillah, amma ba’du …

Thawaf wada’ atau thawaf perpisahan adalah salah satu ibadah yang sering menimbulkan pertanyaan, terutama di kalangan jamaah umrah. Banyak yang mengira thawaf ini wajib dilakukan saat hendak meninggalkan Makkah, tak peduli apakah ia berhaji atau hanya umrah. Namun, bagaimana sebenarnya hukum thawaf wada’ bagi jamaah umrah? Apakah wajib, sunnah, atau justru tidak disyariatkan sama sekali?

Artikel ini akan mengupas tuntas masalah tersebut dengan merujuk pada dalil-dalil shahih dari al-Qur’an, Sunnah, dan fatwa ulama.

 

1. Apa itu Thawaf Wada’?

Secara bahasa, wada’ (الوداع) berarti perpisahan.

Sedangkan secara istilah, thawaf wada’ adalah thawaf yang dilakukan sebagai penutup ibadah dan penghormatan terakhir sebelum meninggalkan kota Makkah.

Dalam konteks ibadah haji, thawaf ini dilakukan setelah semua amalan haji selesai, sebagai bentuk pengagungan terhadap Baitullah.

 

2. Dalil Disyariatkannya Thawaf Wada’ bagi Jamaah Haji

  • Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَنْصَرِفُ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرَ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ

“Jangan ada seorang pun (dari kalian) yang pergi sebelum menjadikan akhir perjumpaannya dengan Ka'bah.”

(HR. Muslim no. 1327)

  • Dan dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما:

أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ، إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ

“Manusia diperintahkan agar akhir amalan mereka di Baitullah adalah thawaf, kecuali wanita yang sedang haid.”

(Muttafaq ‘alaih: HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits-hadits ini jelas mewajibkan thawaf wada’ bagi orang yang berhaji, dengan pengecualian bagi wanita haid.

 

3. Bagaimana dengan Jamaah Umrah, Apa Hukum Thawaf Wada' bagi Jama'ah Umrah?

Pendapat Ulama Mazhab:

1. Mazhab Syafi‘i:

Wajib thawaf wada‘ atas siapa saja yang hendak keluar dari Makkah sejauh jarak safar (مسافة القصر), meskipun ia bukan haji atau umrah, bahkan meskipun ia penduduk Makkah.

Imam Nawawi رحمه الله dalam al-Majmū‘ menyatakan:

"Apakah thawaf wada‘ termasuk bagian dari manasik ataukah ibadah tersendiri? Dalam hal ini ada perbedaan. Imam al-Ḥaramain dan al-Ghazālī berkata: thawaf wada‘ adalah bagian dari manasik, dan tidak diwajibkan atas haji atau umrah jika seseorang telah keluar dari Makkah. Akan tetapi, al-Baghawī, al-Mutawallī, dan lainnya menyatakan: thawaf wada‘ bukan bagian dari manasik, tetapi ibadah tersendiri yang diperintahkan atas siapa saja yang ingin keluar dari Makkah sejauh jarak safar, baik penduduk Makkah maupun selainnya. Pendapat kedua ini adalah yang lebih shahih menurut al-Rāfi‘ī dan para pakar lainnya, sebagai bentuk pengagungan terhadap tanah haram, dan disamakan dengan wajibnya ihram saat masuk, maka wajib pula thawaf saat keluar."

Beliau juga mengatakan:

"Pendapat yang shahih dan masyhur: thawaf wada‘ dituntut (disyariatkan) bagi siapa saja yang keluar sejauh jarak safar, baik jauh maupun dekat, berdasarkan keumuman hadits-hadits."

2. Mazhab Hanbali (dalam kitab Maṭālib Ūlī an-Nuhā):

Disebutkan:

"Thawaf wada‘ adalah wajib atas setiap orang yang keluar dari Makkah, baik ia berhaji maupun tidak."

Dan juga:

"Orang tersebut tidak boleh keluar dari Makkah kecuali telah melakukan ṭawāf wada‘ terlebih dahulu. Hal ini wajib atas setiap orang yang keluar dari Makkah, baik kembali ke kampung halamannya atau ke tempat lain, menurut pendapat mazhab."

3. Mazhab Māliki:

Thawaf wada‘ hukumnya sunnah (mandūb), bukan wajib, tetapi disunnahkan bagi siapa saja yang keluar dari Makkah, meskipun datang bukan untuk haji atau umrah, seperti pedagang, dsb.

Dalam kitab Mawāhib al-Jalīl karya al-Ḥaṭṭāb disebutkan:

"Thawaf wada‘ disyariatkan bagi siapa saja yang keluar dari Makkah, baik penduduk Makkah maupun bukan, baik datang untuk ibadah atau urusan dunia, selama ia keluar menuju tempat jauh, baik dengan niat kembali atau tidak."

4. Mazhab Ḥanafī:

Thawaf wada‘ menurut mereka wajib hanya dalam haji saja, bukan umrah, bukan pula perjalanan umum.

 

Tarjih Lajnah Da’imah:

Fatwa Lajnah Dā'imah lil-Buḥūts al-‘Ilmiyyah wa al-Iftā’ (Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa) mengatakan:

"Thawaf wada‘ diwajibkan atas orang yang melakukan haji ke Baitullah al-Ḥarām ketika hendak bepergian. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu ‘Abbās رضي الله عنهما:

أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ، إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ

“Manusia diperintahkan agar akhir perjumpaan mereka dengan Ka'bah, kecuali telah diberikan keringanan bagi wanita haid.”

(HR. al-Bukhārī dan Muslim)

Dan juga berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

كَانَ النَّاسُ يَنْصَرِفُونَ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَنْصَرِفُ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرَ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ

“Dahulu orang-orang pergi meninggalkan Makkah dari berbagai arah, lalu Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Jangan ada yang pergi (meninggalkan Makkah) sampai menjadikan akhir kunjungannya adalah ke Ka'bah (ṭawāf wada‘).’”

(HR. Aḥmad dan Muslim)

Sabda Nabi ﷺ ini adalah perintah yang ditujukan khusus bagi para jamaah haji, berdasarkan konteks dan kondisi saat itu. Karena beliau ﷺ mengucapkannya setelah selesai melaksanakan haji, sebagai bimbingan khusus bagi para haji.

Adapun bagi orang yang umrah:

Thawaf wada‘ tidak diwajibkan atasnya, namun disunnahkan baginya untuk melakukannya ketika hendak bepergian meninggalkan Makkah, karena:

  1. Tidak ada dalil yang mewajibkan ṭawāf wada‘ bagi orang yang umrah.
  2. Karena Nabi ﷺ sendiri tidak melakukannya ketika beliau keluar dari Makkah setelah selesai melaksanakan ‘Umrah al-Qaḍā’, sejauh yang diketahui dari sunnah beliau dalam masalah ini.

"Fatāwā al-Lajnah ad-Dā'imah" (11/336)

 

Fatwa Syaikh Bin Baz رحمه الله:

Thawaf wada’ tidak wajib dalam umrah, tapi melakukannya lebih utama. Jika seseorang meninggalkan Makkah setelah umrah dan tidak thawaf wada’, maka ia tidak berdosa. Adapun thawaf wada’ dalam haji maka hukumnya wajib. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَيَنْفِرَنَّ أَحَدٌ مِنكُم حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُ عَهْده بِالْبَيْتِ

“Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah”

(Hadits Riwayat Muslim dari hadits Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma)

Pembicaraan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang haji. Dan bagi orang yang haji boleh membeli sesuatu yang dibutuhkananya setelah thawaf wada’ meskipun untuk membeli barang dagangan selama waktunya pendek dan tidak lama. Adapun jika waktunya lama, maka dia harus mengulang thawaf wada’. Tapi jika tidak lama menurut standar umum, maka tidak wajib mengulangi thawaf wada’ secara mutlak.

(Fatwa Syaikh Bin Baz no. 13575)

 

Praktisnya Bagi Jamaah Umrah:

Jika Anda masih memiliki waktu dan kondisi memungkinkan, thawaf wada’ disunnahkan untuk dilakukan sebelum meninggalkan Makkah.

Tapi jika Anda langsung berangkat pulang setelah umrah dan tidak sempat thawaf lagi, tidak berdosa dan tidak dikenakan fidyah. Umrah Anda tetap sah tanpa thawaf wada’.

 

Penutup

Kesimpulannya, thawaf wada’ hanya diwajibkan bagi orang yang berhaji, bukan bagi orang yang berumrah. Meski begitu, thawaf ini tetap memiliki nilai spiritual yang tinggi bagi yang ingin berpamitan dengan Baitullah dengan hati yang tenang dan penuh hormat.

Dalam ibadah, landasan hukum adalah dalil, bukan tradisi atau kebiasaan. Maka hendaknya setiap Muslim menuntut ilmu sebelum beramal, agar ibadahnya tidak hanya sah, tapi juga selaras dengan tuntunan Rasulullah ﷺ.

 

Sumber:

Al Majmu'

Mathalib Ulin Nuha 

Fatwa Syaikh Bin Baz

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah

Oleh: Abu Haneen 

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id