Kewajiban Shalat dan Hukum bagi yang Meninggalkannya
Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du …
Setelah memahami apa itu shalat dan betapa besar keutamaannya dalam kehidupan seorang Muslim, sekarang saatnya kita melangkah ke pondasi berikutnya: Mengapa shalat wajib? Apa sebenarnya dasar dari perintah lima waktu ini yang tak boleh ditinggalkan meski sekali saja?
Shalat bukan sekedar ritual atau rutinitas harian. Ia adalah tiang agama, pembeda antara iman dan kufur, dan kewajiban mutlak yang tidak ada ruang kompromi di dalamnya. Kewajibannya ditegaskan dengan tiga sumber utama hukum dalam Islam:
- Al-Qur’an,
- Sunnah Nabi ﷺ, dan
- Ijma’ ulama dari generasi ke generasi.
Bahkan, ini termasuk bagian dari agama yang sudah diketahui secara pasti oleh setiap muslim, istilahnya ma’lum minad-din bidh-dharurah.
Di artikel ini, kita akan menyelami satu per satu dalilnya, lengkap dengan penjelasan ulama, agar tumbuh dalam diri kita keyakinan yang kokoh dan semangat untuk menjaga shalat seperti kita menjaga nyawa sendiri.
1. Dalil Wajibnya Shalat
Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang paling kuat kedudukannya, bahkan ia adalah rukun kedua setelah dua kalimat syahadat. Ia juga merupakan amalan anggota badan yang paling utama, dan disebut oleh Nabi ﷺ sebagai “tiang agama (عمود الإسلام)”.
Rasulullah ﷺ bersabda:
وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ
“Dan tiangnya adalah shalat”
(HR. At-Tirmidzi dari Mu’adz bin Jabal)
Shalat lima waktu difardhukan kepada Nabi Muhammad ﷺ tanpa perantara, langsung dari Allah ﷻ saat peristiwa Isra’ dan Mi’raj, di tempat tertinggi yang pernah dicapai manusia, dan di malam yang paling mulia dalam hidup beliau ﷺ.
Awalnya, Allah mewajibkan lima puluh kali shalat dalam sehari semalam. Namun, karena rahmat dan keringanan dari Allah, jumlah itu dikurangi menjadi lima kali secara perbuatan, namun tetap bernilai lima puluh kali dalam timbangan pahala. Ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan shalat dalam Islam dan betapa Allah mencintainya.
Dalil dari Al-Qur’an
- Allah ﷻ berfirman:
فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“Apabila kalian telah merasa aman, maka dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(QS. An-Nisā’ [4]: 103)
Kata كِتَابًا dalam ayat ini berarti tertulis atau telah ditetapkan, maksudnya: shalat adalah kewajiban yang pasti dan tak bisa ditinggalkan.
- Allah تعالى berfirman:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dan dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat.”
(QS. Al-Baqarah: 43)
- Dan juga firmanNya pula:
قُل لِعِبَادِيَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَوَةَ
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang beriman agar mereka mendirikan shalat.”
(QS. Ibrahim: 31)
Dalil dari hadits
- Dalam hadits tentang Isra’ Mi’raj, Allah تعالى berfirman:
هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ
“(Shalat) itu lima (waktu), namun pahalanya seperti lima puluh.” (HR. Bukhari no. 349)
- Dan dalam hadits shahih di "Shahihain" (Bukhari dan Muslim), ketika seorang sahabat bertanya kepada Nabi ﷺ tentang ajaran Islam, beliau menjawab:
"خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ"
"هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟"
"لَا، إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ"
“(Wajib bagimu) lima shalat dalam sehari semalam.”
Dia bertanya, “Apakah ada selain itu yang diwajibkan atas diriku?”
Beliau menjawab, “Tidak, kecuali jika engkau melakukan shalat sunnah.” (HR. Bukhari no. 46, Muslim no. 11)
- Dalam hadits shahih, ketika Nabi ﷺ mengutus Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه ke Yaman, beliau bersabda:
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
“Beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka lima kali shalat dalam setiap siang dan malam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ijma’ (Kesepakatan Ulama)
Seluruh kaum Muslimin telah bersepakat (ijma') bahwa shalat lima waktu adalah wajib. Oleh karena itu, para ulama mengatakan:
Barang siapa mengingkari kewajiban shalat lima waktu, atau bahkan hanya salah satunya, maka dia telah murtad dari Islam, halal darah dan hartanya, kecuali jika ia segera bertaubat kepada Allah.
Namun, bila orang tersebut adalah mu’allaf baru yang tidak tahu sama sekali tentang ajaran Islam, maka ia dimaafkan karena ketidaktahuannya, dan wajib diajarkan terlebih dahulu. Jika ia tetap bersikeras mengingkari kewajiban shalat setelah tahu, maka ia kafir dengan sebenar-benarnya.
Atsar para imam tentang wajibnya Sholat
- Imam Malik رحمه الله berkata:
من تعمّد ترك الصلاة، فقد كفر عندنا
“Barangsiapa sengaja meninggalkan shalat, maka dia kafir menurut pendapat kami.”
(al-Mudawwanah al-Kubra)
Ini menunjukkan bahwa shalat tidak hanya utama, tapi menjadi tolak ukur keislaman seseorang.
- Imam asy-Syafi’i رحمه الله berkata:
لم أعلم شيئا بعد التوحيد أفضل من الصلاة
“Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih utama setelah tauhid selain shalat.”
(al-Umm)
- Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله berkata:
من ترك الصلاة متعمداً، فلا حظ له في الإسلام
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia tidak punya bagian dalam Islam.”
(Masā'il al-Imām Ahmad, riwayat Abdillah)
Ungkapan keras ini menunjukkan bahwa meninggalkan shalat (secara total, baik karena mengingkarinya atau karena malas) = mengeluarkan diri dari Islam.
- Ibnu Qayyim al-Jawziyyah رحمه الله berkata:
الصلاة قد وُضعت لتذكر العبد ربَّه، وتُقرّبه منه، وتُعينه على أمره
“Shalat itu disyariatkan agar seorang hamba mengingat Rabb-nya, mendekat kepada-Nya, dan mendapat pertolongan dalam urusannya.”
(Madarijus Salikin)
2. Kepada Siapa Shalat Diwajibkan?
Shalat wajib atas setiap orang yang memenuhi syarat berikut:
1. Muslim
Lawannya: kafir. Orang kafir tidak wajib menunaikan shalat saat hidupnya dalam kekafiran, dan juga tidak perlu mengqadha shalat ketika masuk Islam. Namun, ia tetap akan dihukum di akhirat atas kelalaiannya dalam shalat.
Allah ﷻ menyebutkan dalam firman-Nya:
إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ * فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ * عَنِ الْمُجْرِمِينَ * مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ * قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ * وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ * وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ * وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ
Kecuali golongan kanan, mereka berada di dalam surga, saling bertanya tentang orang-orang yang berdosa: "Apa yang memasukkan kalian ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami tidak memberi makan orang miskin, dan kami biasa berbincang dalam kebatilan bersama orang-orang yang berbincang, dan kami mendustakan hari pembalasan." (QS. Al-Muddatsir: 39–46)
Ayat ini menjelaskan bahwa salah satu sebab mereka masuk neraka adalah karena tidak termasuk orang-orang yang menunaikan shalat, meskipun mereka juga kafir dan mendustakan hari kiamat.
2. Baligh (dewasa)
Tanda-tandanya:
- Telah genap usia 15 tahun, atau
- Telah mengalami mimpi basah (keluarnya mani karena syahwat), baik saat sadar maupun dalam tidur, atau
- Tumbuh rambut kasar di sekitar kemaluan,
- Telah mengalami haid (Khusus perempuan).
Jika seseorang telah memiliki salah satu dari tanda-tanda ini, maka ia telah baligh dan wajib shalat.
3. Berakal
Lawannya adalah: orang gila, orang tua renta yang hilang akal (sering disebut pikun total). Jika seseorang kehilangan akalnya secara permanen, maka ia tidak wajib shalat, karena akal adalah syarat utama taklif (kewajiban syariat).
4. Suci dari Haid dan Nifas
Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak wajib dan tidak boleh shalat, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟
“Bukankah jika wanita haid, ia tidak shalat dan tidak puasa?”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulannya:
Shalat diwajibkan atas: muslim yang baligh dan berakal.
Maka tidak diwajibkan atas: orang kafir, anak kecil, dan orang gila.
Nabi ﷺ bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَفِيقَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ
“Pena (pencatatan dosa) diangkat dari tiga golongan: dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari orang gila hingga ia sadar, dan dari anak kecil hingga ia baligh.” (HR. Abu Dawud dan lainnya)
Meski begitu, anak-anak sudah diperintahkan shalat sejak usia tujuh tahun, dan boleh dipukul secara mendidik kalau masih malas-malasan di usia sepuluh tahun.
3. Lalu, Bagaimana Kalau Seseorang Menolak atau Meninggalkan Shalat?
Ini bagian yang serius.
Barangsiapa mengingkari kewajiban shalat, dia dianggap kafir keluar dari Islam.
Bahkan orang yang meninggalkannya karena malas, juga bisa dihukumi kafir, menurut banyak ulama.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ"
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka sungguh ia telah kafir.” (HR. Muslim no. 134)
Penutup
Shalat bukan sekadar rutinitas atau formalitas. Ia adalah jiwa dari agama ini. Ia adalah hubungan langsung antara hamba dan Rabb-nya. Maka, jangan pernah remehkan, apalagi tinggalkan.
Kalau shalatmu baik, insyaAllah amal lain pun akan ikut baik. Tapi kalau shalatmu hancur, semua yang lain bisa ikut berantakan.
Saatnya kita kembali memperbaiki shalat kita, bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban, tapi menjadikannya sebagai penyejuk hati, pelindung dari maksiat, dan bukti cinta kita kepada Allah.
Wallahu ta’ala a’lam bis showab …
Sumber:
Al-Fiqhu Al-Muyassar
Majmū‘ Fatāwā wa Rasā’il asy-Syaikh Muḥammad Ṣāliḥ al-‘Utsaimīn – Jilid Kedua Belas: Kitāb ash-Shalāh (Bab Shalat)
Oleh: Abu Haneen
Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc
