Hukum Shalat Memakai Pakaian Najis Karena Tidak Tahu atau Lupa

Kategori : Umrah, Ditulis pada : 13 Agustus 2025, 20:30:29

Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....

 

Shalat merupakan ibadah mahdhah yang memiliki syarat-syarat ketat, diantara syarat tersebut adalah suci dari hadats dan najis. Salah satu aspek penting dalam syarat sah shalat adalah kebersihan pakaian, badan, dan tempat dari najis. Namun dalam praktiknya, tidak jarang seseorang baru menyadari bahwa ada najis di pakaiannya setelah ia selesai shalat. Ini memunculkan pertanyaan penting: Apakah shalat tersebut sah atau harus diulang?

Pertanyaan ini menjadi relevan khususnya dalam situasi modern di mana najis terkadang tidak tampak secara jelas, atau karena kelalaian sesaat seseorang lupa mengecek kebersihan pakaian dan tempat sebelum shalat. Maka dari itu, pembahasan ini akan mengkaji hukum shalat dalam keadaan tidak sadar terkena najis menurut para ulama, disertai dalil-dalil dan analisis fikih.

 

Sebelum mulai lebih jauh, berikut ini adalah ringkasan jenis-jenis najis:

  1. Air kencing dan tinja manusia
  2. Muntah manusia
  3. Darah yang mengalir 
  4. Air kencing dan kotoran hewan yang tidak halal dimakan (misalnya: kucing, tikus, anjing, dll.)
  5. Bangkai hewan. Kecuali: ikan, belalang, dan serangga kecil (tidak punya darah mengalir)
  6. Madzi (cairan praejakulasi)
  7. Wadi (cairan putih kental setelah buang air kecil)
  8. Darah haid

 

Dalil-Dalil yang Relevan

1. Hadits Nabi ﷺ tentang Sandal yang Bernajis:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ، إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ، فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ، أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ صَلَاتَهُ، قَالَ: مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَائِكُمْ نِعَالَكُمْ؟ قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ، فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي، فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا - أَوْ قَالَ أَذًى -

"Ketika Rasulullah ﷺ sedang shalat bersama para sahabatnya, beliau melepas kedua sandalnya dan meletakkannya di sebelah kirinya. Ketika para sahabat melihat hal itu, mereka pun ikut melepaskan sandal-sandal mereka. Setelah Rasulullah ﷺ selesai shalat, beliau bersabda:

'Apa yang membuat kalian melepaskan sandal kalian?'

Mereka menjawab: 'Kami melihat engkau melepaskan sandalmu, maka kami pun melepaskan sandal kami.'

Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

'Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku dan mengabarkan bahwa pada kedua sandalku terdapat kotoran (najis) — atau beliau bersabda: ada gangguan (sesuatu yang mengotori).'"

(HR. Abu Dawud, no. 650)

2. Kaidah Ushul Fiqih: 

Ibn Rajab al-Hanbali dalam Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam:

مَنْ ارْتَكَبَ شَيْئًا مِنَ الْمَحْظُورَاتِ جَاهِلًا أَوْ نَاسِيًا أَوْ مُكْرَهًا فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ

“Siapa yang melakukan larangan dalam keadaan tidak tahu, lupa, atau dipaksa, maka tidak ada dosa atasnya.”

جهل (tidak tahu) dan نسيان (lupa) termasuk dalam udzur syar’i, sebagaimana firman Allah:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau kami bersalah (karena ketidaktahuan).”

(QS. Al-Baqarah: 286)

 

Mayoritas Ulama (Jumhur): Shalatnya Sah

  • Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah (dalam riwayat) menyatakan:

Jika seseorang shalat dalam keadaan tidak tahu atau lupa bahwa ada najis di tubuh atau pakaiannya, maka shalatnya tetap sah dan tidak wajib diulang.

Mereka berdalil dengan hadits di atas dan prinsip "tidak dihukum atas sesuatu yang tidak diketahui."

  • Imam Nawawi (Syafi’i):

“Jika seseorang shalat dengan membawa najis karena tidak tahu atau lupa, lalu baru menyadarinya setelah shalat, maka tidak wajib mengulang.”

(al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 3/173)

  • Ibn Qudamah (Hanbali):

“Siapa yang shalat dalam pakaian bernajis karena tidak tahu, maka tidak ada kewajiban mengulang.”

(al-Mughni, 1/409)

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Fatawa Al-Kubra (2/105) karya Ibnu Taimiyah:

“Jika seseorang shalat dalam keadaan terdapat najis di badan atau pakaiannya, namun ia baru menyadarinya setelah shalat, maka tidak wajib mengulang shalatnya menurut pendapat yang paling kuat dari kalangan ulama, dan ini adalah pendapat Imam Malik dan selainnya, serta salah satu riwayat yang lebih kuat dari Imam Ahmad — baik ia sebelumnya sempat mengetahui lalu lupa, atau benar-benar tidak tahu sejak awal — karena Nabi ﷺ pernah shalat dengan memakai sandal, lalu di tengah shalat beliau melepasnya setelah Jibril mengabarkan bahwa di sandal itu terdapat najis, dan beliau melanjutkan shalatnya tanpa mengulang dari awal, padahal najis itu sudah ada sejak awal shalat, hanya saja beliau tidak mengetahuinya.”

  • Dalam Fatawa Nur ‘ala ad-Darb karya Syaikh Ibnu Utsaimin disebutkan:

“Pendapat yang rajih (kuat) adalah bahwa jika seseorang shalat dalam keadaan ada najis karena lupa atau tidak tahu, maka shalatnya tetap sah. Contohnya: jika ada najis di pakaiannya dan ia menyepelekannya (tidak langsung dicuci), lalu ia shalat karena lupa mencucinya, maka shalatnya sah, berdasarkan firman Allah:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah." 

(QS. Al-Baqarah: 286)

Begitu pula jika seseorang tidak tahu keberadaan najis dan baru mengetahuinya setelah shalat, maka shalatnya sah berdasarkan ayat tersebut."

 

Kesimpulan

Jika seseorang shalat dalam keadaan tidak tahu atau lupa bahwa ada najis di pakaiannya, tubuhnya, atau tempatnya, maka menurut mayoritas ulama shalatnya tetap sah dan tidak wajib diulang.

Namun jika ia tahu tetapi tidak peduli (tidak membersihkan najis tersebut), maka shalatnya batal.

Pendapat ini sejalan dengan prinsip kasih sayang dan kemudahan dalam syariat Islam.

 

Penutup

Sebagai Muslim, kita dituntut untuk berhati-hati dalam menjaga kesucian ketika hendak melaksanakan ibadah. Namun jika terjadi kekeliruan karena lupa atau tidak tahu, maka syariat memberikan kelonggaran. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang realistis, manusiawi, dan memudahkan, bukan menyulitkan.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ، وَتَقَبَّلْ صَلَاتَنَا وَاغْفِرْ زَلَلَنَا، وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْمًا وَفِقْهًا فِي الدِّينِ، آمِين

Wallahu ta’ala a’lam bis showab ....

 

 

Sumber

Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, An-Nawawi 3/173

Al-Mughni, Ibnu Qudamah 1/409

Islam web. Fatwa no. 316249

Al-Fiqhu Al-Muyassar

Oleh: Abu Haneen

Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id