Kesalahan Seputar Takbiratul Ihram
Bismillah, alhamdulilah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du ....
Takbiratul ihram adalah pembuka shalat, Sebagaimana seorang tamu tidak dapat memasuki rumah kecuali melalui pintu, demikian pula seorang hamba tidak dapat masuk ke dalam shalat kecuali dengan takbiratul ihram yang sah.
Imam An-Nawawi berkata:
“Ketahuilah bahwa shalat tidak akan sah tanpa takbiratul ihram. Sama saja shalat fardhu atau shalat sunnah. Kesemua ulama bermazhab Syafi’i dan lain-lain menyatakan bahawa takbiratul ihram adalah sebagian daripada shalat dan termasuk di dalam rukun shalat.” (Al-Majmu’, 3/295)
Namun dalam praktiknya, banyak kekeliruan yang terjadi baik karena ketidaktahuan, kebiasaan, atau kelalaian. Maka sudah saatnya kita kembali menertibkan shalat kita, dimulai dari pintu masuknya: takbiratul ihram.
Syarat-Syarat Takbiratul Ihram dalam Shalat
Setelah seorang muslim berniat untuk melaksanakan shalat, maka ia harus segera memulai shalatnya dengan takbiratul ihram, yaitu dengan lafaz “Allāhu Akbar”. Takbiratul ihram memiliki beberapa hukum dan syarat penting sebagai berikut:
- Harus dilafazkan dalam bahasa Arab yang benar.
- Takbiratul ihram adalah rukun shalat, sehingga shalat batal jika takbir ini ditambah atau dikurangi, baik dengan sengaja maupun karena lupa.
- Wajib dilakukan dalam keadaan berdiri dan tubuh dalam posisi tenang (tidak bergerak atau berjalan).
- Tidak boleh dihubungkan atau disambung dengan doa-doa sebelumnya. Harus dimulai sebagai ucapan yang berdiri sendiri.
- Tidak boleh mengulang takbir secara sengaja sebanyak dua kali. Jika seseorang mengulang dua kali dengan sengaja, maka ia wajib menambahkan takbir ketiga agar yang pertama dianggap batal. Namun, jika pengulangan itu karena lupa, maka tidak wajib menambah takbir ketiga. Yang terbaik tetap cukup satu takbir saja.
- Makmum harus takbir setelah imam, bukan bersamaan apalagi mendahului.
- Takbiratul ihram wajib dilakukan dalam keadaan menghadap kiblat.
- Seluruh huruf dalam lafaz “Allāhu Akbar” harus terdengar oleh diri sendiri (yakni diucapkan dengan suara yang bisa didengar oleh telinga sendiri).
Kesalahan Seputar Takbiratul Ihram
1. Mengubah Lafaz Takbir
Takbiratul ihram harus diucapkan tepat dengan lafaz: “Allāhu Akbar”. Perubahan sedikit saja dalam bentuk kata dapat berakibat fatal. Contohnya seperti:
- “Allāhul Akbar” (dengan lam tambahan)
- “Allāhu Akbaar” (dengan ba’ panjang berlebihan)
- “Aallahu Akbar” (dengan a Panjang)
Kesalahan-kesalahan ini dikategorikan sebagai tahrif (distorsi lafaz), yang menurut para fuqaha dapat membatalkan rukun. Imam Ibn Qudamah menyatakan:
"Dan hendaknya takbir dijelaskan (dilafazkan dengan benar), dan tidak dipanjangkan (madd) pada tempat yang bukan tempatnya. Jika seseorang melakukannya hingga makna berubah, seperti memanjangkan huruf hamzah pertama hingga berbunyi: 'Āllāh' (dengan madd panjang pada alif), yang menjadikannya seperti bentuk pertanyaan (istifhām), atau memanjangkan kata 'Akbar' sehingga menambah huruf alif, maka maknanya menjadi 'akbār' (yang berarti genderang perang atau alat bunyi), maka hal itu tidak diperbolehkan, karena maknanya telah berubah."
(Al-Mughni, 1/294)
2. Tidak Mengucapkannya dengan Lisan
Takbiratul ihram adalah ucapan, bukan niat dalam hati. Maka tidak cukup hanya membayangkannya. Harus dilafazkan dengan lisan, minimal terdengar oleh dirinya sendiri. Ini sebagaimana ditegaskan oleh ulama Syafi’iyyah:
“Dan wajib melafazkan takbir dengan lisan. Tidak cukup niat saja tanpa diucapkan.”
(Kifayatul Akhyar, 1/128)
3. Takbir Tanpa Niat yang Benar
Takbiratul ihram harus dibarengi dengan niat yang shahih, yaitu niat untuk memulai shalat tertentu: Dzuhur, Ashar, sunnah Rawatib, dst. Jika seseorang takbir tanpa tahu sedang shalat apa, atau ragu-ragu, maka takbirnya tidak sah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.”
(HR. Bukhari & Muslim)
4. Takbir Dalam Keadaan Belum Siap
Sering kali terjadi, seseorang terburu-buru takbir:
- sebelum menutup aurat,
- sebelum menghadap kiblat,
- atau bahkan sebelum waktu shalat masuk.
Padahal, takbir harus dilakukan setelah seluruh syarat shalat terpenuhi. Jika tidak, maka takbirnya tidak sah dan shalatnya pun batal.
5. Makmum Mendahului Imam dalam Takbir
Dalam shalat berjamaah, takbiratul ihram harus mengikuti imam. Jika makmum mendahului, maka tidak sah shalat berjamaahnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا، وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
"Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka apabila ia bertakbir, bertakbirlah kalian. Apabila ia rukuk, rukuklah kalian. Dan apabila ia berkata: ‘Sami‘allāhu liman ḥamidah’, maka ucapkanlah: ‘Rabbanā wa laka al-ḥamd’. Apabila ia sujud, sujudlah kalian. Dan apabila ia shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian semua dalam keadaan duduk.”
(HR. Bukhari no. 722, Muslim no. 411)
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan:
“Jika makmum mendahului imam dalam takbiratul ihram, maka tidak sah berjamaahnya, karena dia tidak mengikuti imam sejak awal.”
(Al-Majmū‘ Syarh al-Muhadhdhab, 4/142)
Konteks ini sejalan dengan kaidah rukun berjamaah: mengikuti imam sejak detik awal, dan salah satu indikasinya adalah takbir makmum dilakukan setelah imam bertakbir. Jika makmum mendahului imam dalam takbiratul ihram, maka ia tidak dihitung sebagai makmum, dan shalatnya tidak sah secara berjamaah.
Penutup
Kesempurnaan shalat dimulai dari pembukanya. Maka memperbaiki takbir ini adalah bagian dari kesungguhan kita dalam ibadah.
Mari kita jaga gerbang shalat kita dengan ilmu dan adab. Semoga Allah menerima shalat kita dan membimbing kita untuk terus memperbaikinya.
Wallahu a’lam bis showab ....
Sumber:
Al-Majmu’ Imam Nawawi
Al-Mughni Ibnu Qudamah
Oleh: Abu Haneen
Team redaksi: Miqdad Al Kindi, Lc
